Madinah

.......................

Mekah

.....................

Bertaubatlah

Ajal tidaklah menunggu kita untuk bertaubat, tetapi kitalah yang menunggu ajal dengan bertaubat.

ADAB MENUNTUT ILMU

Akan aku jelajahi semua negeri untuk mencari ilmu, atau aku akan mati sebagai orang asing, jika diriku harus mati. Aku tidak menyesal karena ALLAH pasti merahmati aku, Tetapi jika selamat, Aku akan segera kembali.

Senin, 23 Mei 2011

ETIKA DAN MORAL PEMBELAJARAN

Etika dan Moral Pembelajaran di Perguruan Tinggi
Definisi Etika
Etika adalah sebuah cabang filsafat yang membicarakan nilai dan norma moral yang menentukan perilaku kehidupan manusia dalam hidupnya.
Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap serta pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok
Menurut Bertens (1999:6) etika berarti :
Nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya
Kumpulan asas atau nilai moral
Ilmu tentang yang baik dan buruk
EMPAT PRINSIP TEORI ETIKA
Consequences from actions and the evaluation of resultant benefits through utility theory (teleology)
Actions based upon moral rules or principles of duty (deontology)
The manner in which we do things and the quality of the things that are made (virtue)
Agreements about how to co-exist, to pursue common and personal goods, with the least amount of restriction (contract)
OTHER VIEWS ON ETHICS
Religious Morality
Relativism
Ethical Egoism
Feminist Ethics
Continental Philosophy
Definisi Moral
Berarti sama dengan etika (etika dari kata Yunani, moral dari kata Latin), yang bermakna adat, istiadat, kelakukan, kebiasaan, tabiat, watak, akhlak, cara hidup

Etika = moral, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Moral dan moralitas
Moral merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakukan dan apa yang harus dicoba dilakukan oleh manusia.
Moralitas merupakan sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia atau masyarakat.
Perbedaan etika dan moral
Etika menjawab pertanyaan
“apakah saya harus melangkah dengan cara itu?”

Moral menjawab pertanyaan “bagaimana saya harus melangkah?”
Definisi norma
Norma adalah ukuran, garis pengarah, atau kaidah bagi pertimbangan dan penilaian

Norma selalu mengandung sangsi dan penguatan (reinforcement)
Definisi Nilai
Nilai atau value (Inggris) atau valere(Latin) berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, kuat.
Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, atau dapat menjadi objek kepentingan
Nilai adalah yang memberi kepada hidup makna, titik tolak, isi, dan tujuan
Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang.
Etika selalu berhubungan dengan nilai
Nilai-nilai dimasyarakat
Setiap orang bertingkah laku sesuai dengan seperangkat nilai-nilai.

Ada 4 nilai yang berkembang dalam masyarakat, yaitu :
Nilai agama
Nilai moral
Nilai sosial
Nilai undang-undang
ARRIVING AT ETHICS
Value atau nilai :
Benar dan Salah
Baik dan Buruk (respect)
Kepantasan untuk dilakukan (best to do)
Just and Fair (hanya dan tidak hanya)
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (01)
Antropolog pendidikan Theodore Brameld melihat keterkaitan yang sangat erat antara pendidikan, masyarakat dan kebudayaan, antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama adalah nilai-nilai.

Di dalam rumusan-rumusan mengenai kebudayaan seperti Edward Tylor telah menjalin ketiga pengertian : manusia, masyarakat, budaya, sebagai tiga dimensi dari hal yang bersamaan.

Oleh sebab itu, pendidikan tidak dapat terlepas dari kebudayaan dan hanya dapat terlaksana dalam suatu masyarakat.

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (02)
Apabila kebudayaan mempunyai tiga unsur penting yaitu :

kebudayaan sebagai suatu tata kehidupan (order),
kebudayaan sebagai suatu proses,
kebudayaan yang mempunyai suatu visi tertentu (goals),

maka pendidikan dalam rumusan tersebut adalah sebenarnya proses pembudayaan. Dengan demikian tidak ada suatu proses pendidikan tanpa kebudayaan dan tanpa masyarakat, dan sebaliknya tidak ada suatu kebudayaan dalam pengertian suatu proses tanpa pendidikan, dan proses kebudayaan dan pendidikan hanya dapat terjadi di dalam hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat tertentu.

THREE FUNDAMENTAL CONDITIONS OF ETHICS
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (03)
Kebudayaan biasanya dibedakan antara :
budaya (culture) dan
peradaban atau sivilisasi (civilization)

Kebudayaan mempunyai pengertian yang intrinsik oleh karena semua bangsa atau masyarakat mempunyai budaya.

Pengertian sivilisasi atau peradaban lebih terarah kepada pengertian masyarakat modern dan maju. Kadang-kadang pula sivilisasi disalah-artikan sebagai westernisasi.

Pengertian peradaban atau civilization lebih terarah kepada kehidupan masyarakat yang ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan peningkatan nilai-nilai kemanusiaan (humanization).
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (04)
Dalam proses pendidikan dapat dirumuskan bahwa pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan peradaban.

Tidak mungkin suatu peradaban dibangun tanpa budaya namun budaya dapat dikembangkan tanpa menuju kepada modernisasi.

Di dalam dunia yang terbuka dewasa ini proses pendidikan haruslah menggabungkan kedua konsep tersebut dengan tujuan membangun manusia yang berbudaya dan beradab (a cultured and civilized human being)
Bagaimana seharusnya saya berperilaku sebagai mahasiswa ???
Mahasiswa yang beretika
Bagaimana seharusnya saya menjalani hidup sebagai mahasiswa dalam mempersiapkan diri seutuhnya?

Hal ini perlu agar calon pemimpin bangsa, kaum terpelajar mempersiapkan diri seutuhnya memasuki kelompok masyarakat akademik

Etika dan moral dalam pembelajaran
Mengapa etika dan moral pembelajaran diperlukan?
Bagaimana cara mahasiswa menerapkan etika dan moral dalam proses pembelajaran dan kehidupan sehari-hari?
PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
Mengapa perlu ?

Pertama : melemahnya ikatan keluarga.
Kedua : kecendurangan negatif di dalam kehidupan pemuda.
Ketiga : suatu kebangkitan kembali dari perlunya nilai-nilai etik.
LEMBAGA PENDIDIKAN SEBAGAI PUSAT KEBUDAYAAN
Lembaga pendidikan merupakan salah satu pranata sosial didalam setiap kebudayaan.
Menurut Koentjaraningrat setiap pranata sosial mempunyai komponen-komponen sebagai berikut :
1) sistem norma,
2) personil,
3) peralatan Fisik.
Pranata Sosial
SUMBER: Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan.

Pranata Sosial


Pendekatan pedagogis atau pedagogisme
Pendekatan filosofis atai filosofisme
Pendekatan religius atau religionisme
Pendekatan psikologis atau psikologisme
Pendekatan negativis atau negativisme
Pendekatan sosiologis atau sosiologisme

HAKIKAT PENDIDIKAN BERDASARKAN B. PENDEKATAN HOLISTIK INTEGRATIF :

Pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan
Proses pendidikan berarti menumbuhkembangkan eksistensi manusia
Eksistensi manusia yang memasyarakat
Proses pendidikan dalam masyarakat yang membudaya
Proses bermasyarakat dan mebudaya mempunyai dimensi-dimensi waktu dan ruang
Lingkungan Kegiatan Pendidikan
Kompetensi yang perlu diraih adalah :
1. kompetensi personal,
2. kompetensi profesional,
3. kompetensi sosial,
4. kompetensi intelektual, dan
5. kompetensi spritual

MANUSIA BERPENDIDIKAN DAN MANUSIA BERBUDAYA (01)
Rumusan konsep bahwa manusia yang berpendidikan adalah sama artinya dengan manusia yang berbudaya adalah benar karena lahir dari pengertian bahwa pendidikan adalah aspek dari kebudayaan.

Dengan demikian seorang yang telah berkembang sesuai dengan kebudayaannya adalah juga seseorang yang telah memperoleh pendidikan yang bertujuan yang sama dengan perkembangan pribadi di dalam kebudayaan dimana pendidikan itu berlangsung.


MANUSIA BERPENDIDIKAN DAN MANUSIA BERBUDAYA (02)
Seorang yang disebut berbudaya (civilized) adalah seorang yang menguasai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai budaya, khususnya nilai-nilai etis dan moral yang hidup di dalam kebudayaan tersebut.

Seseorang dapat saja berpendidikan luas dan tinggi tetapi hidupnya tidak bermoral. Dalam hal ini orang tersebut berpendidikan tetapi tidak berbudaya.

Hasil yang Diharapkan dari Pendidikan Nasional untuk Membangun Masyarakat Indonesia
Sikap demokratis
Sikap toleran
Saling pengertian
Berakhlak tinggi, beriman dan bertaqwa
Manusia dan masyarakat yang berwawasan global

Nilai dasar yang harus dianut oleh masyarakat akademik
Dapat menerima pendapat orang lain
Berpikiran terbuka,
Berpandangan luas,
Menghargai orang lain,
Objektif,
Menyadari keadaan diri sendiri
Menghormati martabat orang lain
Jujur dan dapat dipercaya

MANUSIA CIPTAAN TUHAN


PERTEMUAN I

CIPTAAN TUHAN
  1. MANUSIA
  2. HEWAN
  3. TUMBUHAN
  4. DST

BEDAKAN MANUSIA DG MAKLUK LAIN
  1. AKAL / ROH = IQ
  2. BAIK, BENAR, SALAH, DST = EQ
  3. ETIKA KPD ORTU, JUJUR OR TUA DAN TUHAN = SQ

IMPLEMENTASI IQ, AKAL, KECERDASAN,
  1. TK, SD, SMP, SMA DAN SARJANA … IQ
  2. JABATAN DST

BILA TIDAK DIGUNAKAN DG BENAR MAKA AKALNYA
  1. ANJING / ASU
  2. BABI
  3. KERBAU
  4. SAPI
  5. WEDUS / KAMBING
  6. NGAKALI

TUGAS:
1. MANuSIA
            1. ARTI / DEFINISI, KUTIP 3 SUMBER, SIAPA, APA BUKU / INTERNET
            2. KONSEP MUNURUT SAUDARA

2. ETIKA

NILAI JANGAN B, C, D, E



Minggu, 22 Mei 2011

Apatisme masyarakat

Perilaku  Arogansi   Legislatif   dan  Sikap  Apatisme  Masyarakat  bagi    Perancangan     Model     Jaring  Aspirasi  Masyarakat  yang  efektif,  adaptif dan fleksibel.
(Arrogant Legislative Behavior and Apathetic Society Attitude for Society Aspiration Net Model that efective, adaptable and flexible)

Sugeng Rusmiwari/Endang Murti/Retno Iswati
Dosen FISIP UNMER
Madiun

ABSTRAK

Perilaku Legislatif yang cenderung tidak baik atau arogan disebabkan oleh beberapa faktor atau motif yaitu faktor atau motif: berafiliasi, berkuasa,  berprestasi, institusi yang kurang baik dan Sikap Masyarakat yang Apatisme dipengaruhi oleh aspek kognitif, aspek afektif, aspek konatif juga kurang baik. Dampaknya Pola Komunikasi tidak baik atau tidak efektif, sehingga pelaksanaan Jaring Aspirasi Masyarakat tidak: efektif, adaptif dan fleksibel, sebagaimana yang diharapkan.

(Legislative Behavior that prefer be bad or Arrogant are caused by some factors. Those ara affilating, powerful and well achievement. The under average institution ang the apathetic. Society attitude are influenced by cognate aspect and the confiding aspect. The will effect the bad communication pattern or uneffectively, adaptable and flexible. For those need model that can help solving the problem)

Kata kunci: Perilaku Legislatif, Sikap Masyarakat, Pola Komunikasi, Jaring Aspirasi Masyarakat.

Key word: Legislative behaviour, Society attitude, Communication pattern, Society Aspiration Net.


PENDAHULUAN

Rumor yang berkembang di masyarakat yang menyebutkan anggota DPR/D semakin saja tidak aspiratif, arogan, hanya bisa bilang pokoknya tidak dan masih banyak lagi lainnya yang pada intinya mengarah pada satu wacana bahwa perangai DPR/D sangat memprihatinkan dan tidak lebih baik dibanding sebelumnya adalah benar. Pembenaran tersebut setidaknya merujuk pada beberapa temuan/kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu maupun sumber-sumber lain yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.


Terkait dengan sinyalemen yang satu itu, wakil presiden Yusuf Kalla di dalam sebuah forum yang diselenggarakan CSIS sempat mengkritik masih lemahnya kemampuan DPR/D sebagai political representation, yakni masih lemahnya kemampuan mereka untuk bertindak dan berjuang dalam urusan membuat kebijakan-kebijakan publik bahkan secara spesifik ia mengeluhkan mengenai ketidak becusan wakil rakyat tersebut di bidang pembuatan Undang-Undang (Jawa Pos, 23 Maret 2006).
Hasil survei oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) selama 2 (dua) tahun dalam rentang waktu April 2004 – Maret 2006, terhadap kinerja berbagai lembaga/institusi publik berkesimpulan bahwa DPR berpredikat sebagai lembaga yang berkinerja terburuk bersama Partai Politik dibandingkan dengan lembaga lain (Jawa Pos, 24 Maret 2006) dan umumnya para politisi hanya memikirkan kepentingan masing-masing, tidak banyak diantara mereka yang memikirkan rakyat yang memilihnya dalam pemilu, Kacung Marijan dengan meminjam istilah Jane Mansbridge lalu mempertanyakan kesungguhan komitment anggota DPR/D sebagai promissory representation  dan anticipatory representation (Jawa Pos, 24 Maret 2006).
Pertanyaannya, jikalau dicermati dan ditelaah secara mendalam benarkah akar persoalannya memang demikian? Tidak mungkinkah terdapat faktor determinan lain yang sangat mungkin lebih dominan yang sejauh ini lepas dari pengamatan? Bagaimana dengan kondisi konstituen atau masyarakatnya sendiri? Bagaimana pula dengan pola komunikasi yang dibangun selama ini, sudah efektifkah? Ini sesuatu yang menarik untuk dikaji.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas perumusan masalahan disusun sebagai berikut: “Bagaimanakah Perilaku  Legislatif dan Sikap  Masyarakat  dalam pelaksanaan Jaring Aspirasi Masyarakat” ?



TUJUAN PENELITIAN
a.       Mendeskripsikan dan menguji pengaruh perilaku arogansi legislatif dan sikap apatisme masyarakat dalam pelaksanaan Jaring Aspirasi Masyarakat;
b.      Ditemukan sebuah rancangan Model Jaring Aspirasi Masyarakat yang efektif, fleksibel dan adaptif berbasis perilaku.


METODE PENELITIAN

Sumber data primer diambil dari Wilayah Tapalkuda, Metropolitan,  Mataraman, dan Malang Raya dengan teknik observasi, kuesioner dan dokumenter, melalui purposive random sampling  yang didasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang berkaitan erat dengan ciri-ciri populasi.
Teknik penyajian dan analisis data menggunakan tabel frekuensi atau tabulasi silang, serta  untuk menguji hipotesis penelitian  di menggunakan program SPSS  dengan gambarkan sebagai berikut :


 








Keterangan :
X1     :  Perilaku legislatif
X2     :  Sikap masyarakat
Z      :  Pola komunikasi
Y      :  Efektifitas Jaring Aspirasi Masyarakat


HASIL PENELITIAN
Perilaku Legislatif
Perilaku Legislatif, cenderung arogan dipengaruhi oleh faktor: afiliasi, kekuasaan, berprestasi, institusi. ....................Faktor atau motif berafiliasi merupakan motif yang mendorong seseorang untuk mengadakan hubungan yang erat dengan orang lain, hasil penelitian secara komulatif kurang baik atau kurang menyenangkan, namun masih tetap ada upaya untuk memelihara hubungan yang erat sesama kolega.
Motif berkuasa yang mendorong seseorang untuk menguasai atau mendominasi orang lain, tidak terjadi, namun anggota DPRD memiliki skor yang sangat kecil pada sikap membantu orang lain, atau tidak suka membantu orang lain.
Motif berprestasi, berkecenderungan baik atau ingin berprestasi yang lebih baik, namun juga nampak tidak senang berkompetisi dengan diri sendiri, dari sini sudah nampak ada kecenderungan arogan.
Motif Institusi, cenderungan diragukan atau kurang baik, namun masih ada semangat  bahwa jaring asmara harus dilaksanakan, meskipun tidak ada jaminan bahwa konstituen akan loyal. Dari data tersebut di atas secara komulatif perilaku legislatif, cenderung kurang baik atau cenderung arogan, namun masih ada harapan untuk memperbaiki diri yaitu semangat untuk berprestasi sangat menonjol.

Sikap Masyarakat
Faktor kognitif yang mendorong untuk memahami jaring aspirasi masyarakat, responden cenderung kurang faham, maka pelaksanaan jaring asmara perlu diinformasikan pada masyarakat, sehingga pembangunan akan lebih baik.
Aspek afektif merupakan kesenangan terhadap jaring aspirasi masyarakat, responden cenderung kurang senang, apa alasannya karena masih diwarnai oleh emosi.

Faktor konatif merupakan perilaku/sikap masyarakat terhadap jaring aspirasi masyarakat, cenderung  kurang senang karena masih bersifat tendensius pada hal tertentu. Dari temuan di atas secara umum sikap masyarakat tidak senang atau tidak setuju dengan pelaksanaan jaring asmara saat ini, yang berarti cenderung apatis.

Pola Komunikasi
Faktor-faktor pola komunikasi terdiri dari: faktor komunikasi publik, faktor karakter komunikasi, faktor tujuan komunikasi.
Analisis data komunikasi publik adalah cenderung meragukan atau kurang baik, karena masih ada persepsi jaring asmara kurang penting, meskipun tempat penyelenggaraannya sudah representatif.
Karakter komunikasi juga cenderung meragukan atau kurang baik meskipun dalam jaring asmara diinformasi tentang pembangunan agar dapat dimanfaatkan secara efektif oleh masyarakat.
Tujuan komunikasi cenderung  tidak baik / tidak sesuai  yang diharapkan, meskipun ada statemen bahwa usulan seoptimal mungkin akan diperjuangkan, meskipun pada akhirnya tidak mampu membangun kepercayaan pada masyarakat. Jadi secara keseluruhan Komunikasi Publik  cenderung kurang baik atau diragukan, meskipun karakter komunikasinya jauh di atas rata-rata baik.

Efektivitas Jaring Aspirasi Masyarakat

Efektivitas pelaksanaan jaring aspirasi masyarakat cenderung tidak baik / tidak efektif, meskipun sudah ada kontrak bahwa setiap masalah pada jaring aspirasi masyarakat harus mendapatkan pemecahan, serta kualitas produk keputusan akan jauh lebih baik, juga sebagai tempat konsultasi, namun juga tidak sedikit yang pesimis bahwa dengan jaring asmara akan dapat berlanjut, tetapi hasilnya tetap tidak efektif.

Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian digunakan analisis jalur (path analysis), yaitu suatu analisa yang menggambarkan pola hubungan (pengaruh) variabel bebas terhadap variabel terikat baik langsung maupun tidak langsung.

Merancang model berdasarkan konsep dan teori.

Gambar  1
HASIL PENELITIAN
TABULASI SILANG DAN  ANALISISJALUR
e1
 


Keterangan:
1.   Efektifitas Jaring Asmara dipengaruhi secara langsung oleh Perilaku Legislatif, 0,000 < 0,05.
2.   Efektifitas Jaring Asmara juga dipengaruhi oleh Sikap Masyarakat, 0,000 < 0,05.
3.   Efektifitas Jaring Asmara tidak dipengaruhi oleh Pola Komunikasi, 0,018 < 0,05.
4.   Perilaku Legislatif berpengaruh terhadap Pola Komunikasi, 0,000 < 0,05.
5.   Sikap Masyarakat tidak berpengaruh terhadap Pola Komunikasi, 0,956 > 0,05.
6.   Perilaku Legislatif tidak berpengaruh terhadap Sikap Masyarakat, 0.587.
7.  Koefisien diterminan total perilaku legislatif, sikap masyarakat dan pola komunikasi mampu mempengaruhi jaring asmara sebesar 99,86%. Sedang sisanya yaitu 0,0014% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa variabel yang digunakan dalam penelitian ini, seluruhnya  mempunyai pengaruh secara langsung terhadap Jaring Aspirasi Masyarakat.

Interpretasi Data

1.  Perilaku    Legislatif,  yang diukur dengan parameter atau faktor: motif berafiliasi,  motif berkuasa, motif berprestasi, motif institusi, hasil komulatifnya,  cenderung kurang baik, atau arogan.
Harapan yang cukup meyakinkan yaitu keinginan atau semangat untuk berprestasi sangat menonjol, maka dari itu perlu ada upaya penambahan ilmu pengetahuan melalui diklat yang berkait dengan tugas-tugas mendatang, hal ini juga didukung senang berkarya, senang bekerja sama dengan orang lain,  senang membantu oang lain sekalipun tidak diminta,  senang mengembangkan kegiatan yang lebih kreatif karena prinsipnya jaring aspirasi masyarakat harus dilaksanan oleh DPRD.

2.  Sikap  Masyarakat,  yang cenderung Tidak Baik, atau Apatis terhadap Jaring Asmara; yang diukur dengan faktor-faktor Kognitif / Kefahaman, Afektif / Kesenangan, Konatif / Perilaku.
Sisi lain masyarakat banyak berharap atas keberhasilan jaring aspirasi masyarakat, sehingga pelaksanaannya perlu diinformasikan kepada masyarakat,

meskipun juga ada perasaan takut dalam menyampaikan usulan, namun merasa senang bila diundang.
3. Pola Komunikasi, yang juga cenderung Kurang Baik;  disebabkan oleh faktor-faktor: komunikasi publik, karakter komunikasi, tujuan komunikasi, yang juga kurang baik.
Tempat penyelenggaraan menjadi sorotan yang serius, yang lebih mengharapkan dilakukan ditempat formal dari pada yang tidak formal karena ditengarai ada yang dilakukan secara diam-diam sehingga sulit dipantau keberadaannya, untuk itu perlu ada perbaikan.
4. Jaring Aspirasi Masyarakat, yang cenderung Tidak Baik, atau Tidak Efektif masih menyisakan harapan yang baik yaitu bahwa setiap masalah harus mendapatkan kesempatan pemecahan  yang optimal sehingga akan menciptakan kualitas produk keputusan yang lebih baik serta sebagai wadah dan proses masyarakat melakukan konsultasi.

     

       Merancang Model Jaring Aspirasi Masyarakat Berdasarkan Konsep Teori:


     Merancang Model Jaring Aspirasi Masyarakat Berdasarkan Konsep Teori disederhanakan:

 

     Merancang Model Jaring Aspirasi Masyarakat Berdasarkan Konsep Teori dari Hasil Pengujian Hipotesis:

                             

     Merancang Usulan Model Jaring Aspirasi Masyarakat :



Kesimpulan
            Bahwa dari berbagai analisis tersebut  dapat direkomendasikan model tersebut diatas dengan faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan kendala yang tersedia:
1.      Faktor Pendukung:
Menganggap pekerjaan itu menyenangkan, sehingga hubungan yang erat dengan kolega perlu dibina dan ditingkatkan, serta menerima dalam kewajaran bahwa pada suatu saat manusia dapat resah, sehingga berakibat senang berkarya  dan bekerja sama dengan orang lain, sehingga keraguan motif berafiliasi tidak adalagi, ditunjang dengan senang membantu orang lain, senang berkompetisi dengan orang lain, juga dengan kegiatan baru


sehingga lebih kreatif, maka dari itu Jaring Asmara harus tetap dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan rencana terkoordinatif, sehingga hal-hal yang aktual dapat sampai pada konstituen, dan pada akhirnya mendapatkan kritik yang konstruktif, sehingga Perilaku Legislatif menjadi Tidak Arogan;
Sikap Masyarakat, yang menganggap penting dan berusaha memahami jaring aspirasi masyarakat  patut ditindak lanjuti karena masyarakat  berharap banyak sehingga perlu diinformasikan, sehingga perasaan takut pada jaring asmara tidak akan terjadi lagi, sehingga yang perlu dibangun adalah masyarakat senang menyampaikan usulan, sehingga yang perlu dibangun agar tidak apatis membangun kognitif atau kefahaman pada masyarakat;
Pola Komunikasi, dengan faktor komunikasi publik sangat menentukan keberhasilan dan kelancaran komunikasi dalam pelaksanaan jaring aspirasi masyarakat, sehingga komunikasi publik dalam jaring asmara tidak perlu diragukan lagi dapat dimanfaatkan secara optimal, yang berisi informasi pembangunan yang dapat dimanfaatkan secara efektif yang disukai konstituen, jadi pola komunikasi tidak perlu diragukan lagi;
Sedangkan untuk meningkatkan Efektifitas Jaring Asmara dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya disetiap masalah diupayakan mendapatkan penyelesaian masalah yang telah disepakati bersama, yang dengan ini berarti kualitas keputusan semakin baik dan berarti Jaring Asmara menjadi baik.
2.      Faktor Penghambat:
Emosi yang sekali tempo muncul dan ditanggapi wajar yang membuat resah berbagai pihak sehingga menjadi menyenangkan, terhindar dari perasaan paling baik dirinya sendiri (arogan) sehingga kompetisi itu sebenarnya bukan dari orang lain tetapi dari dirinya sendiri, dengan cara ini konstituen akan lebih percaya pada wakil rakyatnya yang tidak arogan;


Daftar Pustaka

Abdul Wahab, Solochin, Pengantar: Analisa Kebijakan Negara, Rineka Cipta, Jakarta, 1990.

Abu, Chanif, Otonomi Daerah dan Penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN, LEPIN, Jakarta, 1999.

Ayu, Sutarno, Pendekatan Kebudayaan Dalam Pembangunan Propinsi Jawa Timur, Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Jatim, 2004.

Ahmadi, Abu, Psikologi Sosial, Rineka Cipta, Jakarta, 1999.

Azwar, Saifudin, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995.

Soehot, Hoeta, A.M., Teori Komunikasi 1, IISIP, Jakarta, 2002.

Soehot, Hoeta, A.M., Teori Komunikasi  2, IISIP, Jakarta, 2002.

Islami, Irfan, M.,  Prinsip-Prinsip Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 2003.

Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Sters, Richard, M., Efektifitas Organisasi, Erlangga, Jakarta, 1980.

Solimun, Multivariative Analysis: Structural Equation Modelling (SEM) Lisrel dan Amos, Aplikasi di Manajemen, Ekonomi Pembangunan, Psikologi Sosial, Kedokteran dan Agrokompleks, Universitas Negeri Malang, Malang, 2002.

Sabtu, 14 Mei 2011

Assalamu'alaikum
Mari Berbagi Ilmu