Bahan Kuliah 16 Oktober 2013
Catatan Penting: 2.
Perbaikan pelayanan publik menjadi salah satu pekerjaan
rumah Indonesia yang belum terselesaikan. Sejak gerakan reformasi berhasil
menggusurezim Orde Baru, banyak perubahan telah dilakukan kecuali mereformasi
pelayanan publik.
Demokrasi yang telah berhasil memperkuat posisi warga
melalui pengakuan hak-hak politiknya untuk memilih secara langsung
wakil-wakilnya dalam pemerintahan dan lembaga-lembaga perwakilan ternyata belum
berhasil menempatkan warga benar-benar sebagai panglima dalam system pelayanan
publik.
Warga dan kepentingannya belum berhasil menempati arus
utama, bahkan terus tergusur hingga ke pinggiran.
Akibatnya, warga dan kepentingannya tidak pernah menjadi criteria
utama dalam pengembangan system pelayanan publik.
Desntralisasi administrasi dan fiskal yang telah
dilaksanakan lebih dari satu dekade dengan mengalihkan kewenangan pengambilan
keputusan tentang pelayanan publik dan sumber pembiayaannya pada daerah
ternyata juga tidak membuat system pelayanan publik menjadi lebih berpihak
terhadap kepentingan warga.
Fenomena seperti ini terlihat aneh dan menimbulkan
pertanyaan: mengapa demokrasi politik, desentralisasi administrasi, dan
desntralisasi fiskal gagal menjadikan warga sebaga tuan dan pusat perhatian
dalam penyelenggaraan pelayanan publik ?
Mengapa warga yang memiliki hak-hak politik menentukan nasib
para pengambil keputusan untuk lebih peduli gagal menjadikan haknya untuk
memaksa para pengambil keputusan untuk lebih peduli terhadap kepentingan dan
kebutuhan warga ?
Mengapa ketika daerah memiliki otonomi untuk mengelola
pelayanan publik bagi warganya, manajemen pelayanan publik tidak lebih patisipatif,
terbuka, dan mengutamakan kepentingan warga ?
Mengapa pelayanan publik masih menjadi hutan rimba yang
penuh ketidak pastian bagi sebagian warga?
Sumber:,
Dwiyanto, Agus, 2012, Manajemen Pelayanan Publik: Peduli,
Inklusif, dan Kolaboratif, Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
hlm. 1.