FILSAFAT
Renungan
Ibnu Qayyim,ra, memberikan nasehat:
“Memanfaatkan waktu lebih berat dari pada memperbaiki masa lalu dan masa depan.
Memanfaatkan waktu berarti melakukan amal-amal paling utama, paling berguna
bagi diri dan paling banyak membawa kebahagiaan. Dalam hal ini manusia terbagi
menjadi beberapa tingkatan. Demi Allah, itulah kesempatanmu mengumpulkan bekal
untuk menyongsong Akhirat, ke Surga ataukah ke Neraka….” ( Abu Ihsan al-Atsry
& Ummu Ihsan Choiriyah, Panduan Amal Sehari Semalam, Memaknai Setiap Detik
Kehidupan Dengan Beramal Shalih, Pustaka Darul Ilmi, Bogor, 2010, h. 6-7).
Filsafat Ilmu
Penggunaan terminology filsafat ini
mengundang beberapa bahaya di antaranya adalah bila kita memberi materi yang
terlalu berbobot filsafati kepada filsafat ilmu ini.
Konkretnya, lebih banyak materi tentang
filsafat disbanding materi tentang ilmu, umpamanya pengkajian yang dalam dan
luas mengenai berbagai aliran filsafat seperti rasionalisme, empirisme, dan
pragmatism, tetapi kurang sekali mengaitkan peranan ketiga aliran filsafat
tersebut dalam kegiatan keilmuan.
Filsafat ilmu harus merupakan pengetahuan
tentang ilmu yang didekati secara filsafati, dengan tujuan untuk lebih
memfungsionalkan ujud keilmuan baik secara intektual, moral, maupun sosial.
Dengan demikian bila pembehasan mengenai
materi filsafat harus dibatasi pada
hal-hal yang bersifat relevan, maka pembahasan mengenai materi keilmuan harus
dilakukan selengkap mungkin, meskipun hanya bersifat pokok-pokoknya saja.
Filsafat ilmu harus mencakup bukan saja
pembahasan mengenai ilmu itu sendiri beserta segenap perangkatnya, melainkan
sekaligus kaitan ilmu dengan berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan,
kebudayaan, moral, sosial, dan bahkan politik.
Demikian juga pembahasan yang bersifat
analitis dari tiap-tiap unsure bahasan harus diletakkan dalam kerangka berfikir
secara keseluruhan.
Bukan tubuh-tubuh pohon pengetahuan saja yang
ingin kita ketahui melainkan perspektif keseluruhan pohon dalam membentuk hutan
keilmuan, itulah yang justru kita tonjolkan.
Harus diusahakan agar filsafat ilmu tidak
menjadi suatu hafalan baru, melainkan suatu metode untuk mengoperasionalkan
pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang telah lama dihafal, atau dengan kata lain,
agar teori-teori ilmiah yang telah diketahui bisa bersifat lebih fungsional.
Untuk itu makna secara kurikuler pembahasan
materi filsafat ilmu harus dikaitkan dengan kegiatan pokok keilmuan.
Salah satu kegiatan pokok keilmuan yang dapat
dijadikan titik tolak (point of entry) dalam membahas filsafat ilmu adalah
kegiatan penelitian ilmiah.
Disini metodologi penelitian ilmiah dapat
berfungsi sebagai kerangka bahasan yang menyeluruh dalam mengkaji ontology, epistimologi, dan
aksiologi ilmu beserta perangkat keilmuan yang berupa bahasa, logika,
matematika, dan statistika.
Dimulai dengan unsure-unsur kegiatan penelitian
ilmiah sebagai kerangka bahasan, maka pendidikan filsafat ilmu diakhiri dengan
tujuan untuk memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam melakukan penelitian
ilmiah serta menggunakan hasil penelitian tersebut ditinjau dari kacamata
moral, sosialan aspek-aspek kehidupan lainnya.
Sumber: Jujun S. Suriasumantri, Ilmu
Perspektif Moral, Sosial dan Politik, Gramedia, Jakarta, 1986, h. 39-40.