Madinah

.......................

Mekah

.....................

Bertaubatlah

Ajal tidaklah menunggu kita untuk bertaubat, tetapi kitalah yang menunggu ajal dengan bertaubat.

ADAB MENUNTUT ILMU

Akan aku jelajahi semua negeri untuk mencari ilmu, atau aku akan mati sebagai orang asing, jika diriku harus mati. Aku tidak menyesal karena ALLAH pasti merahmati aku, Tetapi jika selamat, Aku akan segera kembali.

Selasa, 23 September 2014

Paradigma Ontologi Administrasi

PARADIGMA ONTOLOGI ADMINISTRASI

Kalau perkembangan administrasi diamati dari waktu ke waktu melalui metodologi ilmu, objek material filsafat administrasi dalam objek formanya akan terlihat berlainan.

Pengamatan demikian akan melahirkan pendekatan paradigmatic, yaitu pendekatan yang melihat dan mengkaji fokus dan lokus dari hal yang akan dikaji.

Fokus bisa saja sama, tetapi lokuslah yang membedakan satu disiplin dengan disiplin lainnya.

Sumber:
Faried Ali, 2004, Filsafat Administrasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.


Masyarakat Modern

MASYARAKAT MODERN

Dapat diartikan sebagai masyarakat di mana pola-2 dan tata cara kehidupannya ditentukan oleh sekelompok warganya yang berfikir dan hidup secara rasional, artinya memakai perhitungan matematik dan kalkulasi, melakukan planning, budgeting, dan programming, mempergunakan sistem, logika, dan pola-2 tata tertib, mempergunakan mesin-2, instalasi-2, dan pesawat-2 dsb, pokoknya bernggaran Dasar, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, atau Profesi.

Sumber: Prajudi Atmosudirdjo, 1985, Dasar-2 Ilmu Administrasi, Penerbit Ghalia Indonesia,  Jakarta


Hakekat Administrasi

HAKEKAT ADMINISTRASI

Mengarahkan kegiatan-2 kita secara terus menerus menuju ke tercapainya  tujuan, dan mengendalikan sumber-2 daya beserta gerak-gerik pemanfaatannya sesuai dg peraturan-2 dan rencana-2 kita.

Sumber: Prajudi Atmosudirdjo, 1985, Dasar-2 Ilmu Administrasi, Penerbit Ghalia Indonesia,  Jakarta


Etimologi Administrasi

ETIMOLOGI ADMINISTRASI

Berasal dari bhs Latin (Yunani) yg terdiri atas dua kata, yaitu “ad” dan “ministrate” yang berarti “to serve” yg dlm bhs Indonesia berarti melayani atau memenuhi.
Sumber: Harbani Pasalong, 2010, Teori Administrasi Publik, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Berasal dari bhs Inggris  (administration) yg bentuk infinitifnyalah “to administer”.
Arti: mengelola, menggerakkan.
Sumber: Ulbert Silalahi, 1989, Penerbit Sinar Baru Algensindo, Bandung.

Berasal dari bhs Belanda (administratie)
Artinya Tatausaha (clerical work, office work).

Sumber: Ulbert Silalahi, 1989, Penerbit Sinar Baru Algensindo, Bandung.


Demensi Unsur Administrasi

DEMENSI-2 UNSUR ADMINISTRASI

1. Adanya tujuan atau sasaran yg ditentukan sebelum melaksanakan suatu pekerjaan;
2. Adanya kerjasama yg baik sekelompok orang atau lembaga pemerintah maupun lembaga swasta;
3. Adanya sarana yg digunakan oleh sekelompok orang atau lembaga dlm melaksanakan tujuan yg  hendak dicapai

Sumber: Harbani Pasalong, 2010, Teori Administrasi Publik, Penerbit Alfabeta, Bandung, hlm 5.


Demensi Karakteristik Administrasi

DEMENSI KARAKTERISTIK ADMINISTRASI

Efisien;
Efektifitas;
Rasional

Sumber: Harbani Pasalong, 2010, Teori Administrasi Publik, Penerbit Alfabeta, Bandung, hlm 3.


DEFINISI ADMINISTRASI

DEFINISI ADMINISTRASI

Keseluruhan  proses kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang telah ditentukan sebelumnya.
(Sumber: Sondang P Siagian, 2008, Filsafat Administrasi, Penerbit Bumi Aksara, hlm 2)

Administrasi adalah pekerjaan terencana yang dilakukan oleh sekelompok orang dlm bekerjasama untuk mencapai tujuan atas dasar efektif, efisien dan rasional.
(Sumber: Harbani Pasalong, 2010, Teori Administrasi Publik, Penerbit Alfabeta, Bandung, hlm 3).


CARA ADMINISTRATOR MENGGERAKKAN ADMINISTRASI

CARA ADMINISTRATOR MENGGERAKKAN ADMINISTRASI

1. Mengembangkan Organisasi;
2. Mengembangkan SIM;
3. Mengembangkan Sistem Management;
4. Sistem Operasi.

Sumber: Prajudi Atmosudirdjo, 1985, Dasar-2 Ilmu Administrasi, Penerbit Ghalia Indonesia,  Jakarta


Administrasi Memerlukan Cara Berfikir Modern

ADM. MEMERLUKAN CARA BERFIKIR MODERN

Apa yg kita perbuat hrs masuk akal
                (asas ini disebut RASIONALITAS)
Apa yg kita perbuat hrs memakai perhitungan
                (sarana perhitungan ini disebut KALKULUS)
Apa yg kita perbuat hrs memakai cara yg direncanakan dan dipersiapkan terlebih dahulu
                (cara ini disebut METODE)

Sumber: Prajudi Atmosudirdjo, 1985, Dasar-2 Ilmu Administrasi, Penerbit Ghalia Indonesia,  Jakarta


Jumat, 19 September 2014

Filsafat Emmanuel Kant

FILSAFAT  EMMANUEL KANT.

Renungan: Larangan Bunuh Diri:
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Saw, beliau bersabda “Barang siapa yang terjun dari gunung untuk bunuh diri, maka ia akan dijatuhkan di neraka Jahannam kekal selama-lamanya, dan barang siapa yang makan racun untuk bunuh diri, maka racun itu akan tetap ditangannya ia akan memakannya di neraka Jahannam kekal selama-lamanya, dan barang siapa yang bunuh diri dengan senjata besi maka besi itu akan tetap ditangannya, ia akan menikam perutnya di neraka Jahannam kekal selama-lamanya” (Muttafaq Alaih / Al Lu’lu’ wal Marjan, 69, dalam  Ensiklopedi Tematis, Ayat Al-Qur’an dan Hadits, Widya Cahaya, 2009, h. 185).

FILSAFAT  EMMANUEL KANT.

Dalam mempelajari filsafat, kita memahami ada tiga pembidangan dalam sistematika pemetaan filsafat.

Sebagaimana pertanyaan mendasar yang dikemukakan oleh filsuf besar Immanuel Kant, antara lain:

1.    Apakah yang dapat saya ketahui ?
Bidang ini mempertanyakan batas-batas pengetahuan yang dapat kita peroleh.
Dimanakah letak batas pengetahuan kita itu.
Pembahasan masalah pengetahuan ini merupakan bidang knowledge, yang di dalamnya mencakup bahasan tentang epistimologi, logika, filsafat ilmu pengetahuan, dan metodologi.

2.    Apa yang harus saya lakukan ?
Bagian ini menyangkut soal aksiologi atau ilmu tentang nilai-nilai.
Sebab dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan yang dihubungkan dengan nilai-nilai atau penilaian.
Pembahasan bidang ini mencakup etika dan estetika.

3.    Apa yang bisa kita harapkan ?
Hal ini mempertanyakan segala yang ada dan mempertanyakan pula eksistensi manusia dn Tuhan dalam hidup ini.
Pembahasan ini merupakan bidang being (tentang ada), yang mencakup ontologdan metafisika.
Hal ini sering kali tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan dan seringkali  bersentuhan dengan bidang religi tentang harapan dan kepercayaan.


Sumber:
Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, Bumi Aksara Jakarta, 2006, h. 6-7. 

Definisi Filsafat

Definisi Filsafat

Renungan :
Dari Anas bin Malik ra, dari Nabi Saw, beliau bersabda “Sesungguhnya Allah Swt, mengutus malaikat pada rahim ibu, malaikat berkata: “Wahai Tuhanku, air mani, wahai Tuhanku, segumpal darah, wahai Tuhanku, segumpal daging”. Jika Dia ingin menyempurnakan ciptaan-Nya malaikat berkata: “Laki-laki atau perempuan ? Sengsara atau bahagia ? Dan bagaimana rizki dan ajalnya ?” Lalu diputuskan ketika ia di rahim ibunya” (Muttafag Alaih/Al Lu’lu’ wal Marjan, 1969, dalam Ensiklopedi tematis, Ayat Al-Qur’an dan Hadist, Widya Cahaya, Jakarta, 2009. H. 338)

Dalam bahasa Yunani terdiri dari dua suku kata, yaitu Philos dan Sophia.
Philos biasanya diterjemahkan dengan istilah gemar, senang atau cinta.
Sophia diartikan sebagai kebijaksanaan atau kearifan.

Dengan demikian dapat dikatakan “Filsafat” berarti cinta kepada kebijaksanaan.

Menjadi bijaksana berarti berusaha mendalami hakekat sesuatu.

Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa berfilsafat berarti berusaha mengetahui tentang sesuatu dengan sedalam-dalamnya, baik mengenai hakekatnya, fungsinya, cirri-cirinya, kegunaannya, masalah-masalahnya, serta pemecahan-pemecahan terhadap masalah-masalah itu.

Sumber:
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, Bumi Aksara,  2008, h. 2


Filsafat Ilmu

FILSAFAT

Renungan
Ibnu Qayyim,ra, memberikan nasehat: “Memanfaatkan waktu lebih berat dari pada memperbaiki masa lalu dan masa depan. Memanfaatkan waktu berarti melakukan amal-amal paling utama, paling berguna bagi diri dan paling banyak membawa kebahagiaan. Dalam hal ini manusia terbagi menjadi beberapa tingkatan. Demi Allah, itulah kesempatanmu mengumpulkan bekal untuk menyongsong Akhirat, ke Surga ataukah ke Neraka….” ( Abu Ihsan al-Atsry & Ummu Ihsan Choiriyah, Panduan Amal Sehari Semalam, Memaknai Setiap Detik Kehidupan Dengan Beramal Shalih, Pustaka Darul Ilmi, Bogor, 2010, h. 6-7).   

Filsafat Ilmu
Penggunaan terminology filsafat ini mengundang beberapa bahaya di antaranya adalah bila kita memberi materi yang terlalu berbobot filsafati kepada filsafat ilmu ini.

Konkretnya, lebih banyak materi tentang filsafat disbanding materi tentang ilmu, umpamanya pengkajian yang dalam dan luas mengenai berbagai aliran filsafat seperti rasionalisme, empirisme, dan pragmatism, tetapi kurang sekali mengaitkan peranan ketiga aliran filsafat tersebut dalam kegiatan keilmuan.

Filsafat ilmu harus merupakan pengetahuan tentang ilmu yang didekati secara filsafati, dengan tujuan untuk lebih memfungsionalkan ujud keilmuan baik secara intektual, moral, maupun sosial.

Dengan demikian bila pembehasan mengenai materi  filsafat harus dibatasi pada hal-hal yang bersifat relevan, maka pembahasan mengenai materi keilmuan harus dilakukan selengkap mungkin, meskipun hanya bersifat pokok-pokoknya saja.

Filsafat ilmu harus mencakup bukan saja pembahasan mengenai ilmu itu sendiri beserta segenap perangkatnya, melainkan sekaligus kaitan ilmu dengan berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan, kebudayaan, moral, sosial, dan bahkan politik.

Demikian juga pembahasan yang bersifat analitis dari tiap-tiap unsure bahasan harus diletakkan dalam kerangka berfikir secara keseluruhan.

Bukan tubuh-tubuh pohon pengetahuan saja yang ingin kita ketahui melainkan perspektif keseluruhan pohon dalam membentuk hutan keilmuan, itulah yang justru kita tonjolkan.

Harus diusahakan agar filsafat ilmu tidak menjadi suatu hafalan baru, melainkan suatu metode untuk mengoperasionalkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang telah lama dihafal, atau dengan kata lain, agar teori-teori ilmiah yang telah diketahui bisa bersifat lebih fungsional.

Untuk itu makna secara kurikuler pembahasan materi filsafat ilmu harus dikaitkan dengan kegiatan pokok keilmuan.

Salah satu kegiatan pokok keilmuan yang dapat dijadikan titik tolak (point of entry) dalam membahas filsafat ilmu adalah kegiatan penelitian ilmiah.

Disini metodologi penelitian ilmiah dapat berfungsi sebagai kerangka bahasan yang menyeluruh dalam  mengkaji ontology, epistimologi, dan aksiologi ilmu beserta perangkat keilmuan yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika.

Dimulai dengan unsure-unsur kegiatan penelitian ilmiah sebagai kerangka bahasan, maka pendidikan filsafat ilmu diakhiri dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam melakukan penelitian ilmiah serta menggunakan hasil penelitian tersebut ditinjau dari kacamata moral, sosialan aspek-aspek kehidupan lainnya.


Sumber: Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Perspektif Moral, Sosial dan Politik, Gramedia, Jakarta, 1986, h. 39-40. 

Melintas Jalan Setapak Di Tengah Rimba Teori

MELINTAS JALAN SETAPAK DI TENGAH RIMBA

Teori social juga tak pernah berdiri sendiri, kerangka pemikiran yang utuh diterima oleh setiap orang dalam disiplin itu dan menerapkannya dalam melaksanakan dan menginterpretasikan penlitian.

Teori social selalu mendapat masukan dari berbagai ide dari luar disiplin ilmu social sendiri, khususnya dari berbagai tradisi filosofis yang berbeda, dan dalam menanggapi berbagai masalah teoritis baik secara langsung maupun tidak langsung diwarnai konflik politik, para penulis berpaling kepada tradisi-tradisi yang sedemikian beraneka ragam.

Sumber:
IAN CRAIB, 1986, Teori-Teori Sosial Modern, dari Parsons sampai Habermas, Penerbit CV. Rajawali Pers, Jakarta.


Pendekatan Tradisional dalam Teori

PENDEKATAN TRADISIONAL

Salah satu cara tradisional dalam membagi teori-teori social adalah dengan melakukan perbedaan (distingsi) antara teori-teori “holistic” dan teori-teori “individualistik”.

Yang pertama;
Memulai (pengamatan) dengan “masyarakat” sebagai suatu kesatuan (unit analisa), memandang masyarakat sebagai sesuatu yang lebih dari pada sekedar totalitas individu yang membentuknya.

Karena itu tindakan-tindakan individu dalam beberapa hal ditentukan oleh masyarakat di mana yang bersangkutan menjadi salah satu bagiannya.

Pandangan kedua;
Memulai dari individu-individu dan melibatkan masyarakat sebagai hasil dari tindakan-tindakan individu.

Ada juga yang berpendapat bahwa kedua prose situ terjadi pada saat yang bersamaan: individu-individu membentuk masyarakat dan masyarakat membentuk individu.

Sumber:
IAN CRAIB, 1986, Teori-Teori Sosial Modern, dari Parsons sampai Habermas, Penerbit CV. Rajawali Pers, Jakarta.


HAKEKAT TEORI

Setiap teori ilmiah menciptakan dunianya sendiri mengenai “objek-objek teoritis” dan dia mengatakan bahwa salah satu dari ciri-ciri yang menentukan dari suatu ilmu pengetahuan adalah bahwa ilmu itu menghasilkan sebuah dunia mengenai obek-objek teoritis berbeda dari dunia yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, tetapi suatu dunia yang dilihat oleh kaum ilmiawan di dalam karya ilmiahnya itu.

Persoalan yang muncul dengan pendekatan ini ialah, bahwa setiap teori menciptakan dunianya sendiri, kita tidak bias menemukan “dunia yang sesungguhnya” di luar teori yang bias menguji teori-teori kita sendiri.

Dengan kata lain, kita tidak bias menilai antara teori yang satu dengan yang lain, masing-masing teori memiliki dunianya sendiri dan barangkali benar untuk dunia yang khusus itu.

Sumber:
IAN CRAIB, 1986, Teori-Teori Sosial Modern, dari Parsons sampai Habermas, Penerbit CV. Rajawali Pers, Jakarta.


FILSAFAT ADALAH


Filsafat adalah memperlakukannya sebagai suatu jenis teori tentang teori, dank arena semata-mata karena teori itu ia lebih abstrak, hal-hal tertentu muncul secara lebih jelas dan sederhana.

Filsafat ilmu pengetahuan social melibatkan dirinya dalam dua isu:

Pertama, hakekat dunia, apa hakekat dari semua hal yang ada (di dunia) ini dan adakah perbedaan dari keberadaannya.

Misalnya, apakah keberdaan manusia sama dengan keberadaan obyek-obyek tak bernyawa dan kalau tidak di mana letak perbedaannya ?

Hal-hal ini dapat digolongkan sebagai pertanyaan-pertanyaan Ontologism dan anda mungkin berfikir, dengan pembenaran tertentu.

Kedua, filsafat ilmu tertuju pada hakekat suatu penjelasan: metode-metode apa yang harus digunakan untuk membedah suatu penjelasan, struktur logis apa yang harus dimiliki, bukti-bukti apa yang diperlukan.

Semua ini merupakan pertanyaan-pertanyaan Epistemologis – mengenai cara mengetahui pengetahuan sebagai pengetahuan.

Sumber:
IAN CRAIB, 1986, Teori-Teori Sosial Modern, dari Parsons sampai Habermas, Penerbit CV. Rajawali Pers, Jakarta.



BERFIKIR TEORITIS


Problem yang menuntun orang kepada teori adalah masalah-masalah yang kita semua hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Saya kira benar bahwa kita semua berfikir secara teoritis, tetapi dalam cara yang sering tidak kita sadari.

Apa yang tidak biasa bagi kita adalah berfikir secara teoritis dalam suatu cara sistematis, dengan semua rintangan yang bermacam-macam, dengan semua keterbatasan dan kekakuan yang terkandung di dalamnya.

Kalau kita sungguh-sungguh berfikir seperti itu, maka pada mulanya hal itu terasa asing bagi kita.

Lalu apa yang merupakan masalah dalam menghadapi keadaan kita yang terbiasa berfikir secara teoritis tapi dalam cara yang tanpa kita sadari itu ?

Kebanyakan kita dalam hal tertentu dipengaruhi oleh kejadian-kejadian yang berada di luar control kita dan yang tidak serta-merta jelas.

Beberapa diantaranya yang tidak terduga-duga, ada yang mula-mula terjadi perlahan-lahan dan dalam cara yang kurang disadari.

Teori adalah suatu usaha untuk menjelaskan pengalaman sehari-hari kita mengenai dunia, pengalaman kita yang “terdekat”, dalam kaitannya dengan sesuatu yang tidak begitu dekat- apakah itu tindakan orang lain, pengalaman masa lalu kita, emosi-emosi kita yang tertekan atau apa saja.

Kadang-kadang dan ini yang barang kali paling sulit, penjelasan itu berkaitan dengan sesuatu yang tidak kita miliki dan tidak dapat mempunyai pengalaman langsung sama sekali, tapi justru pada tingkat inilah teori itu menceritakan sesuatu yang baru tentang dunia kepada kita.

Hal ini akan menjadi semakin jelas kalau kita menemukan pemikiran teoritis sehari-hari ini secara lebih dekat.

Teori social dibuatkan untuk maksud-maksud yang sama, yakni untuk menerangkan dan memahami pengalaman pada basis dari pengalaman-pengalaman lain dan ide-ide umum mengenai dunia.

Teori social berusaha untuk bersifat lebih sistemtis baik mengenai pengalaman maupun ide-ide.

Sumber:
IAN CRAIB, 1986, Teori-Teori Sosial Modern, dari Parsons sampai Habermas, Penerbit CV. Rajawali Pers, Jakarta.

   

Apa yang terjadi dalam teori dan mengapa kita masih membutuhkannya

APA YANG TERJADI DALAM TEORI
DAN
MENGAPA KITA MASIH MEMBUTUHKANNYA.

Kata teori nampaknya kadang-kadang menakutkan orang dan hal itu bukannya tanpa alas an yang baik.

Banyak teori social modern tidak dapat dimengerti, bersifat dangkal bahkan tidak bermakna.

Pembaca tidak merasa bahwa dia sedang mempelajari sesuatu yang baru atau sesuatu apapun, tidak ada yang betul-2 mencengangkan.

Sedikit sekali orang yang merasa betah dengan teori atau menggunakannya dalam suatu cara yang produktif.

Pada saat yang sama teori terus bertambah dan berlipat ganda.

Kadang-kadang nampaknya hal ini merupakan akibat suatu perkembangan pesat masyarakat yang membiarkan para anggotanya untuk memperoleh pendapatan yang semakin meningkat dari berbagai persaingan yang ruwet.

Keberadaan teori bukanlah semata-mata karena kegemaran pribadi para teoritikus sendiri.

Tentu saja masalah-2 yang mendorong orang untuk berteori bukan milik penelitian sosiologis semata, semuanya merupakan masalah-masalah yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-2.

Sumber:

IAN CRAIB, 1986, Teori-Teori Sosial Modern, dari Parsons sampai Habermas, Penerbit CV. Rajawali Pers, Jakarta, hlm 3-4.

REFORMASI ADMINISTRASI

Reformasi administrasi mulai diwacanakan sejak 1960-an pada saat masih menjadi bagian dari teori administrasi publik dan organisasi.

Reformasi administrasi baru menjadi disiplin ilmu tersendiri pada tahun 1980-an (Caiden, 1991:vii).

Di Negara-negara Asia Pasifik, reformasi adminitrasi telah menjadi agenda penting sejak tahun 1970-an.

Adanya gelombang perbaikan social, ekonomi, dan peningkatan kualitas hidup yang lebih baik, pemerintah di Negara-negara Asia Pasifik mengambil langkah-langkah dalam rangka reformasi untuk mencapai efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dalam system administrasi mereka (Guzman and Reforma, 1992:2).

Administrasi untuk pembangunan menadji penting sejak Word Bank, 1983).

Konfirmasi ini sangat penting berkenaan dengan manajemen di dalam sector publik yang terjadi saat itu ketika paradigm ekenomi menekan efisiensi dan efektivitas pasar.

Ketidak puasan dan kegagalan bukan persoalan yang disebabkan oleh pemilihan kebijakan yang tidak tepat, melainkan juga karena institusi pemerintah melakukan pekerjaan dengan kualitas yang rendah.

Organisasi publik yang didorong untuk menjadi besar dan meningkat justru menjadi hamabatan pembangunan dan membuat orgabnisasi tersebut menjadi lebih mahal.

Organisasi perlu menjadi lebih efeisien, efektif, dan menghasilkan uang.

Manajemen sector publik memerlukan penyegaran dan perlu mendesain kembali komponen vital dari strategi –strategi untuk menyehatkan Negara.

Oleh karena itu, reformasi adminitrasi adalah cara universal untuk membawa perubahan pada sector publik.
Negara tidak dapat lagi dipercaya, kecuali melakukan reformasi adminitrasi (Turner dan Hulme, 1997: 105-106).

Perhatian utama reformasi administrasi dari sisi organisasi terutama difokuskan dalam pencapaian tujuan, target, kebijaksanaan, ukuran bentuk, struktur, konsentrasi, dan sebagainya. Sementara itu dari sisi individu lebih dititik beratkan pada hak, kewajiban, loyalitas, ambisi, harapan, kreativitas, dal lain-lain (Caiden, 1991: 97-100).

Sumber:
Chaizi Nasucha, 2004, Reformasi Administrasi Publik, Teori dan Praktik, PT Grasindo, Jakarta, hlm. 41-42.



DEFINISI REFORMASI ADMINISTRASI


Definisi reformasi administrasi sangat luas karena adanya berbagai macam aktivitas terlibat di dalamnya.
Caiden, 1969:69, menyebutkan bahwa pembaharuan administrasi digambarkan sebagai suatu rangsangan terhadap transformasi administrasi.

Reformasi administrasi juga mengandung arti sebagai penggunaan kekuasaan dan pengaruh untuk menerapkan ukuran-ukuran baru pada suatu system administrasi guna mengubah tujuan, struktur ataupun prosedur dengan maksud meningkatkannya untuk maksud-maksud pembangunan.

Perubahan atau inovasi secara sengaja dibuat dan diterapkan untuk menjadikan system administrasi tersebut sebagai suatu agen perubahan social yang lebih efektif dan sebagi suatu instrument yang dapat lebih menjamin adanya persamaan politik, keadilan social, dan pertumbuhan ekonomi yang kesemuanya diperlukan dalam proses pemacuan pembangunan dan pembentukan bangsa (Lee dan Samonte, 1970: 288).

Usaha-usaha yang memacu atau membawa perubahan besar dalam system birokrasi Negara yang dimaksudkan untuk mentransformasikan praktik, perilaku, dan struktur yang telah ada sebelumnya (Khan, 1981: 7).

Reformasi administrasi publik merupakan suatu proses untuk mengubah struktur ataupun prosedur birokrasi publik yang terlibat dengan maksud untuk meningkatkan efektivitas organisasi dan mencapai tujuan pembangunan nasional (Quah, 1976: 58).

Siagian, 1993:135, menyebutkan bahwa pembaharuan administrasi adalah suatu  usaha untuk menrapkan ide-ide baru dan kombinasi ide-ide baru dalam sistem administrasi dengan kesadarn untuk memperbaiki sistem tersebut sebagai usaha pencapaian tujuan pembangunan nasional secara positif.

Administrasi berhubungan dengan pengambilan keputusan, perumusan kebijaksanaan, dan pengendalian untuk mencapai tujuan. Secara implicit manajemen termasuk tugas administrasi (Lepawsky, 1985: 38).

Reformasi administrasi sebagi terminologi, di Inggris dan Negara demokrasi liberal lainnya, berarti sebuah proses dalam pelayanan publik untuk membuat perubahan-perubahan di dalam organisasi atau prosedur membuat perubahan-perubahan di dalam organisasi atau prosedur administrasi publik (Caiden dan Siedentopf, 1982: 67).

Caiden (1969: 57-65) membedakan secara tegas reformasi administrasi (administrative reform) dengan perubahan administrasi (administrative change).

Reformasi administrasi muncul sebagai akibat tidak berfungsinya perubahan administrasi secara alamiah, sementara perubahan administrasi lebih bersifat respon organisasi yang bersifat otomatis terhadap perubahan lingkungan.

Disamping perbedaan itu, ada elemen yang umum di dalam berbagai definisi.
1.       Reformasi administrasi merupakan rencana yang hati-hati untuk mengubah birokrasi publik;
2.       Reformasi administrasi bersinonim dengan inovasi;
3.       Efisiensi dan efektivitas dari pelayanan publik adalah hasil dari proses reformasi;
4.       Mendesaknya reformasi dijustifikasi sebagai kebutuhan untuk memecahkan ketidak pastian dan perubahan yang cepat dalam sebuah lingkungan organisasi;

Sumber:
Chaizi Nasucha, 2004, Reformasi Administrasi Publik, Teori dan Praktik, PT Grasindo, Jakarta, hlm. 43-44.




  

Objek Materia Filsafat Administrasi


           Obyek Materia;

           Obyek material filsafat administrasi adalah manusia dalam suatu kerjasama;

           Obyek material ini adalah juga menjadi objek material dari filsafat keilmuan lainnya, seperti:
a.       Filsafat pemerintahan yaitu manusia bekerja sama (pemerintah dengan yang diperintah) yang berlangsung dalam hubungan pemerintah dengan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara yang berkedaulatan rakyat;
b.      Filsafat politik yaitu manusia bekerja sama dalam hubungan kekuasaan sebagaimana hubungan pemerintah dalam memaksakan kehendaknya pada rakyat untuk membayar pajak;
c.       Filsafat sosiologi yaitu manusia bekerja sama dalam kehidupan berkelompok sebagaimana hubungan manusia selaku individu dengan individu lainnya dalam kehidupan masyarakat;
d.      Filsafat ekonomi yaitu manusia bekerja sama dalam pemenuhan kebutuhan secara fungsional sebagaimana penjual dengan pembeli;
e.      Filsafat hukum yaitu manusia bekerja sama dalam penciptaan keadilan melalui penegakan norma-norma yang berlaku, seperti hubungan penegak hukum dengan para subyek hukum dalam lapangan hukum publik atau hubungan antara para subyek hokum dalam lapangan hukum privat dan seterusnya dalam kerjasama-kerjasama lainnya;

Dalam pengkajian hubungan-hubungan yang berlangsung dalam kerjasama masing-masing keilmuan disebutkan di atas tentunya dilakukan berdasarkan kajian-kajian filsafat keilmuan masing-masing.

Bagi filsafat administrasi, kerjasama manusia berlangsung didasrkan pada pertimbangan rasio dalam rangka pencapaian tujuan secara bersama.

Dalam rangka kerjasama itulah manusia dalam hubungan dengan manusia dilakukan pengkajian secara filsafat.

            Sumber:
            Faried Ali, 2004, Filsafat Administrasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 

Objek Forma Filsafat Administrasi

OBJEK FORMA FILSAFAT ADMINISTRASI

Obyek forma filsafat administrasi adalah keteraturan, pengaturan, atau dalam lingkup yang luas yaitu administration (Inggris) atau beheren atau bestuur (Belanda) yang berarti “pemerintah, pemerintahan” yang kesemuanya sebagai hasil dari pendekatan yang digunakan.

Artinya, dengan pendekatan yang digunakan, akan memberi batas terhadap apa yang menjadi objek materia dari filsafat yang dikaji.

Pendekatan atau yang menjadi pembatas inilah yang menempatkan perbedaan suatu kajian filsafat tertentu.

Keteraturan, pengaturan, kepemerintahan sebagai obyek forma filsafat administrasi secara substansial atau secara esensial akan nampak pada hubungan pengatur dengan pihak yang diatur, baik itu dalam konteks internal kerjasama yang berlangsung maupun secara eksternalberlangsung antara individu sebagai manusia subyek administrasi dengan individu dalam kehidupan yang lebih luas, apakah dalam realitas kehidupan kelompok kecil hingga pada kehidupan masyarakat, bahkan negara sekalipun sebagai objek yang harus dilayani, diayomi dan diberdayakan oleh para subyek administrasi.

Dalam artian yang lebih luas dan mendalam, esensi keteraturan dalam administrasi akan Nampak pada hubungan pemerintahan yang berlangsung secara fungsional yang diciptakan oleh para subjek administrasi sebagai pemerintah dengan para subjek yang diatur sebagai pihak yang diperintah.

Bagaimana hubungan itu berlangsung melalui: filsafat administrasi, kita akan memahaminya lewat hubungan pengaturan, yaitu hubungan pemerintahan.

Dalam rangka pemahaman itulah maka akan banyak ditemukan berbagai hal yang berkaitan dengan jawaban-jawaban yang harus diberikan secara filosofis, mulai dari persoalan gejala (fenomena) administrasi, normative administrasi hingga pada probabilistic administrasi.

Sumber:
Faried Ali, 2004, Filsafat Administrasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.