Jumat, 19 September 2014

Filsafat Ilmu

FILSAFAT

Renungan
Ibnu Qayyim,ra, memberikan nasehat: “Memanfaatkan waktu lebih berat dari pada memperbaiki masa lalu dan masa depan. Memanfaatkan waktu berarti melakukan amal-amal paling utama, paling berguna bagi diri dan paling banyak membawa kebahagiaan. Dalam hal ini manusia terbagi menjadi beberapa tingkatan. Demi Allah, itulah kesempatanmu mengumpulkan bekal untuk menyongsong Akhirat, ke Surga ataukah ke Neraka….” ( Abu Ihsan al-Atsry & Ummu Ihsan Choiriyah, Panduan Amal Sehari Semalam, Memaknai Setiap Detik Kehidupan Dengan Beramal Shalih, Pustaka Darul Ilmi, Bogor, 2010, h. 6-7).   

Filsafat Ilmu
Penggunaan terminology filsafat ini mengundang beberapa bahaya di antaranya adalah bila kita memberi materi yang terlalu berbobot filsafati kepada filsafat ilmu ini.

Konkretnya, lebih banyak materi tentang filsafat disbanding materi tentang ilmu, umpamanya pengkajian yang dalam dan luas mengenai berbagai aliran filsafat seperti rasionalisme, empirisme, dan pragmatism, tetapi kurang sekali mengaitkan peranan ketiga aliran filsafat tersebut dalam kegiatan keilmuan.

Filsafat ilmu harus merupakan pengetahuan tentang ilmu yang didekati secara filsafati, dengan tujuan untuk lebih memfungsionalkan ujud keilmuan baik secara intektual, moral, maupun sosial.

Dengan demikian bila pembehasan mengenai materi  filsafat harus dibatasi pada hal-hal yang bersifat relevan, maka pembahasan mengenai materi keilmuan harus dilakukan selengkap mungkin, meskipun hanya bersifat pokok-pokoknya saja.

Filsafat ilmu harus mencakup bukan saja pembahasan mengenai ilmu itu sendiri beserta segenap perangkatnya, melainkan sekaligus kaitan ilmu dengan berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan, kebudayaan, moral, sosial, dan bahkan politik.

Demikian juga pembahasan yang bersifat analitis dari tiap-tiap unsure bahasan harus diletakkan dalam kerangka berfikir secara keseluruhan.

Bukan tubuh-tubuh pohon pengetahuan saja yang ingin kita ketahui melainkan perspektif keseluruhan pohon dalam membentuk hutan keilmuan, itulah yang justru kita tonjolkan.

Harus diusahakan agar filsafat ilmu tidak menjadi suatu hafalan baru, melainkan suatu metode untuk mengoperasionalkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang telah lama dihafal, atau dengan kata lain, agar teori-teori ilmiah yang telah diketahui bisa bersifat lebih fungsional.

Untuk itu makna secara kurikuler pembahasan materi filsafat ilmu harus dikaitkan dengan kegiatan pokok keilmuan.

Salah satu kegiatan pokok keilmuan yang dapat dijadikan titik tolak (point of entry) dalam membahas filsafat ilmu adalah kegiatan penelitian ilmiah.

Disini metodologi penelitian ilmiah dapat berfungsi sebagai kerangka bahasan yang menyeluruh dalam  mengkaji ontology, epistimologi, dan aksiologi ilmu beserta perangkat keilmuan yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika.

Dimulai dengan unsure-unsur kegiatan penelitian ilmiah sebagai kerangka bahasan, maka pendidikan filsafat ilmu diakhiri dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam melakukan penelitian ilmiah serta menggunakan hasil penelitian tersebut ditinjau dari kacamata moral, sosialan aspek-aspek kehidupan lainnya.


Sumber: Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Perspektif Moral, Sosial dan Politik, Gramedia, Jakarta, 1986, h. 39-40. 

0 komentar:

Posting Komentar