Jumat, 24 Juni 2011

Etika dan Filsafat Politik

ETIKA DAN FILSAFAT POLITIK
Sugeng Rusmiwari
Fisip Unitri Malang

TIGA KATEGORI BELAJAR FILSAFAT
HISTORIS – berdasar kurun waktu tertentu

SISTEMATIS – spesialisasi cabang-cabang filsafat ttt

PRINSIP-PRINSIP FILSAFAT – pola yang digunakan
MENGASAH FILSAFAT
Diskusi, Mailing List, dsb
Studi Literatur (Topik & Tokoh)
Hadap Masalah
Permenungan
Menulis
Mengajar




ARTI FILSAFAT
Filsafat  mater scientiarum
            induk segala ilmu  (cat. > dulu)

Kelahiran Filsafat di Yunani Kuno (di Miletos)
    6 SM  Kemenangan akal atas mite
    Thales (Father of Philosophy): Arche  Air

Filsafat (Ina) = Falsafah (Arab) = Philosophy (Ing) = Philosophia (Latin) = Philosophie (Jerman, Belanda, Prancis)  Philosophia (Yunani).

...

Philosophia 
    philein (mencintai) + sophos (bijaksana)
    philos (teman) + sophia (kebijaksanaan)

Pythagoras (572-497 SM)  “philosophos” (lover of wisdom)

Filosof bukan orang yang sudah mencapai & memiliki kebenaran, tetapi selalu mengejar & mencintai kebenaran
TERMINOLOGI FILSAFAT
Filsafat:
    kegiatan/hasil pemikiran/permenungan yang menyelidiki sekaligus mendasari segala sesuatu yang berfokus pada makna di balik kenyataan/teori yang ada untuk disusun dalam sebuah sistem pengetahuan rasional....
Permenungan Kefilsafatan:
    percobaan utk menyusun sebuah sistem pengetahuan rasional yang memadai utk memahami dunia maupun diri sendiri.

Berpikir didefinisikan sebagai kemampuan manusia untuk mencari arti bagi realitas yang muncul di hadapan kesadarannya dalam pengalaman dan pengertian

FILSAFAT BISA BERUPA...
Sikap,
Metode berpikir,
(3) Kel. persoalan,
(4) Kel. Teori
(5) Analisa bahasa/Istilah,
(6) Pemahaman yg menyeluruh atau
    Pandangan Hidup

FILSAFAT-FILSAFAT KHUSUS
1. Filsafat Politik
2. Filsafat Ekonomi
3. Filsafat Kebudayaan
4. Filsafat Pendidikan
5. Filsafat Hukum
6. Filsafat Bahasa
7. Filsafat Seni
8. Filsafat Ilmu
9. ...dll

FILSAFAT KEILMUAN
Filsafat  Ilmu Umum
Filsafat Ilmu-ilmu Khusus
1. Filsafat Matematika
2. Filsafat Ilmu-ilmu Fisik
3. Filsafat Biologi
4. Filsafat Psikologi
5. Filsafat Linguistik
6. Filsafat Ilmu Sosial
7. dll.

BERPIKIR DALAM FILSAFAT
Rasional: tahu & paham dengan akal budi

Logis: tahu & paham dengan teknik berpikir yang telah ditetapkan dalam aturan logika formal, yakni menyusun silogisme-silogisme dengan tujuan mendapatkan kesimpulan yang tepat dengan menghilangkan setiap kontradiksi.

Dialektik: menetapkan tesis dan antitesis dengan tujuan mendapat sintesis dengan mengaktifkan kontradiksi

Intuisi: diutamakan kemampuan inventif, mendapat pengetahuan segera tanpa terlalu mempedulikan prosedur atau langkah untuk sampai pada kepada pengetahuan tersebut

Taksonomi: susun klasifikasi dengan tujuan menyederhanakan kenyataan dan gejala dalam kategori

Simbolisme: lihat gejala sbg lambang dg tujuan mengerti apa yang dilambangkan


OBJEK FILSAFAT
Objek Material : Segala sesuatu yang ada
        1. Tipikal / sungguh-sungguh ada
        2. Dalam kemungkinan
        3. Dalam pikiran/konsep

Objek Formal : Hakikat terdalam / substansi / esensi / intisari


CIRI-CIRI PERSOALAN FILSAFAT
Bersifat sangat umum (tak bersangkutan dg objek2 khusus)
Spekulatif, tak langsung menyangkut fakta (non-faktawi)
Bersangkutan dg nilai-nilai (kualitas abstrak yg ada pd suatu hal)
Bersifat kritis  thd konsep dan arti2 yg biasanya diterima bgt saja oleh ilmu
Besifat sinoptik: mencakup struktur kenyataan scr keseluruhan
Bersifat implikatif: jawaban suatu persoalan memunculkan persoalan baru yg saling berhubungan.
Bersifat teoritik: lebih pada tindak reflektif, non-praktis.


CIRI-CIRI PEMIKIRAN FILSAFAT
Bersifat radikal (sampai ke akar-akarnya, sampai pd hakikat/esensi)
Sistematis (adanya hub. fungsional antara unsur2 utk mencapai tujuan ttt)
Berpikir ttg hal/proses umum, universal, ide2 besar, bukan ttg peristiwa tunggal
Konsisten/runtut (tak terdapat pertentangan di dalamnya) dan koheren (sesuai dg kaidah2 berpikir, logis)
Secara bebas, tak cenderung bias prasangka, emosi. Kebebasan ini berdisiplin (berpegang pd prinsip2 pemikiran logis serta tanggung jawab pd hati nurani sendiri)
Berusaha memperolah pandangan komprehensif/menyeluruh.
Secara konseptual  hasil generalisir (perumuman) dan abstraksi dr pengalaman ttg hal2 serta proses2 individual  melampaui batas pengalaman hidup sehari2

TUJUAN & MANFAAT FILSAFAT
Mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik & menilai pengetahuan ini, menemukan hakikatnya & menerbitkan serta mengatur semua itu dlm bentuk yg sistematis.

Bukan Problem Solving, tetapi memberi kejernihan dalam berpikir tentang sesuatu, memetakan secara komprehensif & radikal. Dengan filsafat, manusia mampu menghindar dari arogansi “akulah yang benar”, dogmatisme kepercayaan. Melalui filsafat semua argumen diakui sama potensinya dalam meraih kebenaran.

Para filosof tampak selalu gelisah, “semakin banyak tahu semakin merasa banyak yang belum diketahui”. Kebenaran, kebahagiaan, keadilan, keindahan, nilai-nilai itu selalu dalam proses & debatable, tak pernah finish tergenggam..!
     subjektif

Filsafat membicarakan fakta dengan 2 cara:

mengajukan kritik atas makna yg dikandung fakta

    “sungguh finalkah fakta bahwa tangan itu materi padat?”

menarik kesimpulan yg bersifat umum dari fakta

    “kebenaran bisa ganda: tangan materi padat sekaligus gelombang tak kasat mata”
JENIS-JENIS PERSOALAN FILSAFAT
Keberadaan (being) atau eksistensi (exixtence)
     cab. Metafisika

Pengetahuan (knowledge) atau kebenaran (truth)
     cab. Epistemologi & Logika

Nilai-Nilai (values)
     cab. Etika (kebaikan) & Estetika (keindahan)
METAFISIKA
Merupakan studi terdalam dari kenyataan/keberadaan

Persoalan Ontologis
    Makna dan penggolongan “ada”, “eksistensi”.
    Sifat dasar kenyataan

Persoalan Kosmologis
Asal mula, perkembangan, struktur/susunan alam
Hubungan kausalitas
Permasalahan ruang dan waktu

Persoalan Antropologis
Hubungan tubuh dan jiwa
Kesadaran, kebebasan
EPISTEMOLOGI
Pelajari asal/sumber, struktur, metode, & validitas pengetahuan


Theory of knowledge  Episteme = pengetahuan + logos = ilmu

Apa yang dapat saya ketahui?
Bagaimana manusia dapat mengetahui sesuatu?
Perbedaan pengetahuan apriori dengan aposteriori
LOGIKA
Ilmu, kecakapan, alat untuk berpikir secara lurus

    Logos = nalar, kata, teori, uraian, ilmu

    OM = pemikiran    
    OF = kelurusan berpikir

Pengertian, putusan, penyimpulan, silogisme
Bagaimana manusia berpikir secara lurus?
Perbedaan logika material dan formal
Penerapan logika induksi dan deduksi
Macam-macam sesat pikir
ETIKA
Filsafat Moral

Ethos = watak; Mores = kebiasaaan; kesusilaan

    OM = perilaku secara sadar dan bebas;
    OF = baik dan buruk

Syarat baik-buruknya perilaku
Hubungan kebebasan berkehendak dengan perbuatan susila
Kesadaran moral, hati nurani
Pertimbangan moral dan pertimbangan yang bukan moral
ESTETIKA
Filsafat Keindahan

    Estetika berasal dari kata Yunani aisthesis = cerapan indera

Arti keindahan
Subjektivitas, objektivitas, dan ukuran keindahan
Peranan keindahan dalam kehidupan
Hubungan keindahan dengan kebenaran
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT
Persoalan Keberadaan

A.  Dari segi jumlah
        Monisme = satu kenyataan fundamental
        Dualisme = dua substansi
        Pluralisme = banyak substansi

B.    Dari Segi Kualitas
        spiritualisme = roh ~ idealisme
        Materialisme = materi

C.     Dari Segi Proses, Kejadian/Perubahan
        Mekanisme = asas-asas mekanik
        Teleologi = alam diarahkan ke suatu tujuan
        Vitalisme = kehidupan tidak semata-mata fisik-kimiawi
        Organisisme = hidup adl struktur dinamis, sistem yg teratur
...
Persoalan Pengetahuan

A.  Sumber
        Rasionalisme = akal ~ deduksi
Empirisme = indera
Realisme = objek nyata dalam dirinya sendiri
Kritisisme = Pengamatan indera dan Pengolahan akal

B.    Hakikat
        Idealisme = proses mental/psikologis ~ subjektif
        Empirisme = pengalaman
        Positivisme = pengetahuan faktawi
        Pragmatisme = guna pengetahuan

...
Persoalan Etika/Nilai-Nilai

Idealisme etis – ideal
Deontologisme etis – kewajiban
Etika Teleologis = tujuan
Hedonisme = kenikmatan
Utilitarisme = Kebahagiaan sebesar2nya utk man sebanyak2nya.
HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN ILMU
Perbedaannya, filsafat dengan metodenya mampu mempertanyakan keabsahan dan kebenaran ilmu, sedangkan ilmu tidak mempu mempertanyakan asumsi, kebenaran, metode, dan keabsahannya sendiri.
Ilmu lebih bersifat ekslusif, menyelidiki bidang-bidang yang terbatas, sedangkan filsafat lebih bersifat inklusif.
Dengan demikian filsafat berusaha mendapatkan pandangan yang lebih komprehensif tentang fakta-fakta.
Ilmu dalam pendekatannya lebih bersifat analitik dan deskriptif: menganalisis keseluruhan unsur-unsur yang mnjadi bagian kajiannya, sedangkan filsafat lebih sintetik atau sinoptik menghadapi objek kajiannya sebagai keseluruhan.
Filsafat berusaha mencari arti fakta-fakta.
Jika ilmu condong menghilangkan faktor-faktor subjektivitas dan menganggap sepi nilai-nilai demi menghasilkan objektivitas, maka filsafat mementingkan personalitas, nilai-nilai dan bidang pengalaman

Filsafat itu tidak salah satu ilmu di antara ilmu-ilmu lain. "Filsafat itu pemeriksaan ('survey') dari ilmu-ilmu, dan tujuan khusus dari filsafat itu menyelaraskan ilmu-ilmu dan melengkapinya."
Filsafat mempunyai dua tugas: menekankan bahwa abstraksi-abstraksi dari ilmu-ilmu betul-betul hanya bersifat abstraksi (maka tidak merupakan keterangan yang menyeluruh), dan melengkapi ilmu-ilmu dengan cara ini: membandingkan hasil ilmu-ilmu dengan pengetahuan intuitif mengenai alam raya, pengetahuan yang lebih konkret, sambil mendukung pembentukan skema-skema berpikir yang lebih menyeluruh.
Hubungan ilmu dengan filsafat bersifat interaksi. Perkembangan-perkembangan ilmiah teoritis selalu berkaitan dengan pemikiran filsafati, dan suatu perubahan besar dalam hasil dan metode ilmu tercermin dalam filsafat. Ilmu merupakan masalah yang hidup bagi filsafat. Ilmu membekali filsafat dengan bahan-bahan deskriptif dan faktual yang sangat perlu untuk membangun filsafat. Tiap filsafat dari suatu periode condong merefleksikan pandangan ilmiah di periode itu. Ilmu melakukan cek terhadap filsafat dengan membantu menghilangkan ide-ide yang tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Sedangkan filsafat memberikan kritik tentang asumsi dan postulat ilmu serta analisa kritik tentang istilah-istilah yang dipakai


Filsafat dapat memperlancar integrasi antara ilmu-ilmu yang dibutuhkan. Searah dengan spesialisasi ilmu maka banyak ilmuwan yang hanya menguasai suatu wilayah sempit dan hampir tidak tahu menahu apa yang dikerjakan di wilayah ilmu lainnya. Filsafat bertugas untuk tetap memperhatikan keseluruhan dan tidak berhenti pada detil-detilnya.
Filsafat adalah meta ilmu, refleksinya mendorong peninjauan kembali ide-ide dan interpretasi baik dari ilmu maupun bidang-bidang lain.
Filsafat pada masa-masa awal kelahirannya dianggap sebagai mater scientiarum, induknya ilmu. Seiring dengan spesialisasi ilmu sampai dengan akhir-akhir ini, kekhususan setiap ilmu menimbulkan batas-batas yang tegas antara masing-masing ilmu. Tidak ada bidang pengetahuan lain yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah itu. Di sinilah filsafat berusaha mengatasi spesialisasi dengan mengintegrasikan masing-masing ilmu dan/dengan merumuskan pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusiaan yang luas.

HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN SENI
Seni dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan manusia yang menjelajahi dan menciptakan realitas baru serta menyajikannya secara kiasan. Manusia membutuhkan seni, sebagaimana manusia membutuhkan filsafat dan ilmu, karena melalui seni manusia dapat mengekspresikan dan menanamkan apresiasi dalam pengalamannya.
Seni tidak bertujuan untuk mencari pengetahuan dan pemahaman sebagaimana filsafat, juga bukan seperti ilmu yang bertujuan mengadakan deskripsi, prediksi, eksperimentasi, dan kontrol, tetapi seni bertujuan untuk mewujudkan kreativitas, kesempurnaan, bentuk, keindahan, komunikasi, dan ekspresi.
HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN AGAMA
Filsafat bukan agama, meskipun banyak juga manusia dari berbagai belahan dunia yang menjadikan filsafat (dalam arti pandangan hidup) sebagai agama, misalnya filsafat konfusianisme.
Tujuan agama lebih dari sekedar pengetahuan, yakni untuk mencari keharmonisan, keselamatan, dan perdamaian. Agama yang matang dan kokoh akan mencantumkan latar belakang filsafat dan sekaligus menimba dan menyaring informasi dari ilmu. Ini diperlukan agama dalam rangka memberi jawaban komprehensif, integral, dan berwibawa (dalam arti tidak asal menjawab) terhadap berbagai pertanyaan dan gugatan.
Kasus-kasus yang membawa-bawa agama seperti terorisme, tentu bisa dirunut pada latar belakang filsafat dari agama tersebut, misalnya bagaimana pandangan agama tersebut terhadap kekerasan, keadilan, dan kemanusiaan.
Seperti kata Einstein, tanpa ilmu (dan filsafat), agama akan lumpuh.
SEKILAS FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu merupakan bagian atau cabang dari filsafat yang lahir di abad ke-18.
Lingkup permasalahan filsafat ilmu (dipakai secara luas di Indonesia):
Problem  ontologi  ilmu;  perkembangan  dan kebenaran ilmu  sesungguhnya  bertumpu  pada  landasan  ontologis  (‘apa  yang  terjadi’  -  eksistensi  suatu  entitas)
Problem  epistemologi;  adalah  bahasan  tentang  asal  muasal,  sifat  alami,  batasan (konsep),  asumsi,  landasan berfikir,  validitas,  reliabilitas  sampai  soal  kebenaran  (bagaimana  ilmu  diturunkan  -  metoda  untuk  menghasilkan  kebenaran)
Problem  aksiologi;  implikasi  etis,  aspek  estetis,  pemaparan  serta  penafsiran  mengenai  peranan (manfaat)  ilmu  dalam  peradaban  manusia

Ketiganya digunakan juga sebagai
landasan penelaahan ilmu  
CIRI SAHNYA ILMU
Memiliki objek atau pokok soal, yakni  sasaran dan titik pusat perhatian tertentu
Bermetode, yakni  cara atau sistem dalam ilmu untuk memperoleh kebenaran agar rasional, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
Bersistem: mencakup seluruh objek serta aspek-aspeknya sehingga saling berkaitan satu sama lain
Universal: keputusan kebenarannya berorientasi sifat keumuman, bukan tunggal
Verifikatif: dapat dilacak kebenarannya
Rasional/objektif: dapat dipahami dengan akal

Ternyata perkembangan ilmu tidak semata-mata mengandalkan rasio atau empiris saja, tetapi merupakan suatu petualangan yang tak habis-habisnya (an unending adventure), yang selalu hadir di ambang ketakpastian (uncertainty) dan menuntut tindakan keputusan (act of judgment).
Diperlukan penerobosan (penetration) antara kehidupan berpikir (rasio), berbuat (pengalaman = empiri), dan intuisi (sebagai pemahaman tertinggi terhadap masalah itu sebagai keseluruhan), suatu interpenetrasi yang interaktif yang melahirkan ilham untuk mewujudkan tindakan kreatif.
Oleh karena itu, ilmu tidak semata-mata disusun secara logis rasional (menekankan fungsi akal) atau bersifat empiris (menekankan fungsi pengalaman/indera) atau rasionalistis kritis (dalam arti Kantian), ataupun konstruktivistis (penekanan keseluruhan konteks, rasional maupun empiris), tetapi merupakan sistem terbuka yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kehidupan manusiawi dengan seluruh aspek pembangunan masyarakat spiritual maupun material ataupun dalam kaitan dengan konteks ilmu itu sendiri. Tanggung jawab etis kemudian menjadi tuntutannya (dalam hal inilah value bond-nya ilmu dalam konteks aksiologi).
Bertitik tolak dari hal ini, filsafat ilmu bisa dirumuskan sebagai ilmu yang berbicara tentang dinamika ilmu pengetahuan itu sendiri, dan bisa disebut sebagai meta-science yang berarti ilmunya ilmu lainnya

Sering disebutkan, kesepakatan antara para ilmuwan dan filsuf dengan tegas menunjuk “empiris” sebagai ciri ilmu, baik menyangkut metode, observasi, ataupun analisis yang digunakan ilmu-ilmu sosial maupun ilmu­ilmu alam.
Namun tidak semua kenyataan kehidupan dapat dijawab oleh kedua golongan ilmu ini. Ilmu-ilmu humaniora merupakan wadah bagi hal tersebut. Berbagai peri kehidupan manusia yang paling esensial dalam kawasan perkembangan manusiawi seperti kebebasan berpikir, keadilan, kelurusan moral, ataupun ketegaran nilai, jauh lebih luas jangkauannya untuk dapat disederhanakan dan direduksikan menjadi persamaan atau teori sosial tanpa kehilangan maknanya

Nilai penting filsafat ilmu untuk seharusnya diajarkan di semua universitas tidak hanya sebagai komplemen semata dari pendidikan keilmuan suatu fakultas keilmuan, tetapi juga terkait dengan kebutuhan akan keterbukaan cakrawala pengetahuan ilmiah disiplin ilmu yang semakin lama semakin terspesialisasi.
Spesialisasi ilmu ini memerlukan “jembatan” atau “penghubung” yang menghubungkan struktur keilmuan suatu disiplin ilmu khusus dengan informasi-informasi dan kritik-kritik ilmiah aspek-aspek di luar bahasan disiplin keilmuan tersebut (meskipun tentu saja dibatasi pada aspek-aspek keumumannya).
STRUCTURING  HUMAN  INQUIRY

0 komentar:

Posting Komentar