Kamis, 30 Juni 2011

Etika




ETIKA FILSAFAT KEPEMIMPINAN
PELAYANAN PUBLIK DAN PEMBANGUNAN

1.      Pada dasarnya manusia itu (termasuk mahasiswa) setiap saat selalu dihadapkan pada masalah, dan untuk memecahkan masalahnya manusia menggabungkan dirinya pada organisasi atau kelompok, yang akhirnya terangkatlah seorang pemimpin (Leader) baik formal maupun non formal, tidak sedikit yang gagal dan juga banyak yang berhasil dalam memberikan pelayanan pada anggota atau masyarakat, namun secara umum  kurang atau tidak efektif atau sebut kurang kontributif pada pembangunan, mengapa ini terjadi? Jangan-jangan salah kepemimpinannya, atau dalam pengambilan keputusan, terjadinya pembedaan Gender, HAM dalam Pembangunan, padahal manusia itu idealnya adalah mampu menjaga fitrah-Nya, yaitu diberikan pada kita oleh Tuhan berupa Akal (IQ), Emosi (EQ) dan Spiritual (SQ) yang harus dipimpin secara harmonis, efektif dan efisien (professional) agar dapat maksimal sehingga membentuk masyarakat madani.

2.      Mahasiswa sebagai calon Leader yang diharapkan dimasa yang akan datang adalah sebagai agen perubahan dan pembangunan / agent of change and development, memiliki tanggung jawab cukup berat, karena harus mampu membedakan mana yang salah dan mana yang benar, mana yang baik dan mana yang buruk yang disebut atau dalam  Etika Kepemimpinan dan Pelayanan Publik untuk membangun bangsa ini, hingga akhirnya  dia (calon leader tadi) menjadi Bijaksana, yaitu baik untuk dirinya sendiri, baik untuk orang lain atau organisasi / masyarakat luas,  yang oleh kita disebut Filsafat, lalu apa tujuannya?, Filsafat paling tidak menjawab pertanyaan, Apa yang aku ketahui ? (What do I know ?), Bagaimana aku mengetahuinya? (How do I know it ?), Apakah aku yakin ? (Am I sure ?), Apakah aku benar ? (Am I right?)

3.      Secara akademis baik Leader maupun Follower (bawahan/anggota) dalam Pelayanan Publik dan Pembangunan  mengedepankan orientasi work/task (pekerjaan) dan human (manusia), sehingga memunculkan gaya, tipe atau teknik serta style kepemimpinan yang beraneka ragam, ada yang otoriter, ada yang demokratis dan ada yang liberal, bahkan berdemensi relatif heterogen diantaranya kharismatik, administratif, visioner, integratif, pelari dan lain-lain. Masing-masing punya kebaikan dan keburukan atau kelebihan dan kekurangan, namun kita tetap harus dapat memilah dan memilih mana yang efektif ?  Dalam kepemimpinan (leadership)  Etika Publik menjawab pertanyaan “apakah saya harus melangkah dengan cara itu?” Moral menjawab pertanyaan “bagaimana saya harus melangkah?”

4.      Filsafat adalah berpikir dengan cara yang benar (teoritis) untuk menemukan keputusan pengetahuan atau kebijakan yang benar (praktis), Manfaat Filsafat bagi mahasiswa atau manusia pada umumnya dengan membiasakan diri utuk bersikap kritis, logis-rasional, opini dan argumentatif, Mengembangkan semangat toleransi dalam perbedaan pandangan (pluralitas), Mengajarkan cara berpikir yang cermat dan tidak kenal lelah, bagaimana Etika Profesi Kepemimpinan Pelayanan Pembangunan yang sebaiknya dibangun dimasa sekarang dan yang akan datang ? Satu kata untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan Big Bang Leadership (ledakan dahsyat dalam kepemimpinan), yang ini tentu perlu penjelasan dengan seksama.

5.      Kepemimpinan yang etik menggabungkan antara pengambilan keputusan etik dan perilaku etik dan Filsafat Kepemimpinan menggabungkan antara pengambilan keputusan bijak dan perilaku yang bijaksana, yang merupakan Conditio sine quanon dan pembangunan secara universal dan integrative, namun fenomena atau sebut kasus antara das sein dan das solen tidaklah berjalan secara harmonis, sehingga perlu diadvokasi.

6.      Manusia memiliki kelebihan dibanding dengan mahkluk lain yaitu diberikannya akal ada yang menyebut IQ, kemudian juga diberi Ruh yang mampu membedakan yang salah dan benar yang disebut EQ, dan Kejujuran yang orang lain menyebut SQ, akhirnya kemenangan atau kesuksesa QQ, dan Ruh serta Kejujuran itulah yang kita sebut Etika dan Filsafat Kepemimpinan. Imlementasi dalam Kepemimpinan, Pelayanan Publik dan Pembangunan membutuhkan kesungguhan dalam berfikir dan bertindak secara visioner dan integrative dengan benar-benar menjadikannya segai good human life. Apa kisi-kisi yang mendukung dan faktor-faktor penghambatnya agar semuanya berjalan seperti yang kita harapkan bersama. 

7.      Maka dari itu proses pendidikan tinggi sebagai calon pemimpin harus dibudayakan dengan membangun pengertian atau pola berfikir (mindset) menjadi suatu proses kebudayaan yang terjadi dalam proses belajar dan mengajar yang memiliki value/nilai-nilai: benar dan salah, baik dan buruk (respect), Kepantasan untuk dilakukan (best to do), Just and Fair (hanya dan tidak hanya), yang akhirnya disebut Responsibilitas atau Three fundamental conditions of value-etics. Apa langkah-langkah strategis untuk menuju kesama ?

8.      Namun dalam proses waktu patologi yang merupakan hambatan atau penyakit leader dan follower dalam kepemimpinan, pelayanan publik dan pembangunan, yang memiliki sifat terbias dengan politis, ekonomis, sosio-kultural, dan teknologikal, yang juga dapat terjadi pada dunia birokrasi dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain:
a)      Patologi akibat persepsi, perilaku dan gaya pemimpin: yaitu berupa penyalah gunaan wewenang, status-quo, menerima sogok, takut perubahan dan inovasi, sombong menghindari keritik, nopoteisme, arogan, tidak adil, paranoid,  otoriter, patronase, dsb;  
b)      Patologi akibat pengetahuan dan keterampilan berupa: puas diri, tidak teliti, bertindak  tanpa berpikir, counter produktif, tidak mau berkembang/belajar, pasif, kurang prakarsa/inisiatif, tidak produktif, stagnasi dsb.
c)      Patologi karena tindakan melanggar hukum berupa: menerima suap, tidak jujur, korupsi, penipuan, kriminal, sabotase, dsb.
d)      Patologi akibat keprilakukan berupa: kesewenangan, pemaksaan, konspirasi, diskriminasi, tidak sopan, kerja legalistik, dramatisiasi, indisipliner, tidak berkeprimanusiaan, negatifisme, kepentingan  sendiri, non profesional, vested interest, pemborosan  dsb.
e)      Patologi akibat situasi internal berupa: tujuan dan sasaran tidak efektif dan efisien, kewajiban sebagai beban, eksploitasi, eksstrosi/pemerasan, pengangguran terselubung, kondisi kerja yang tidak nyaman, tidak ada kinerja, miskomunikasi dan informasi, spoil sisten, oper personil dsb.        

    
9.      Untuk itu dibutuhkan pembaharuan Etika Kepemimpinan, meliputi Gaya Kepemimpinan berbasis Kompetensi, Fungsi Kepemimpinan (Kebijakan, pelayanan, kemitraan, kerjasama,  pemberdayaan sumber daya dsb), Proses Kepemimpinan dengan pendekatan strategis, Perilaku pemimpin berorientasi nilai, norma, aturan, etika, moral adat istiadat, budaya dan agama. Semua hal tersebut di atas dalam rangka Leader terhindar dari Marjinalisasi, yang meliputi Kemiskinan yaitu ketidak kemampuan secara material atau im-material, yang berdampak pada ketidak mampuan memperoleh pendidikan yg layak dampaknya pada, kebodohan yaitu orang yang tidak memiliki ilmu, wawasan ilmiah, tidak memiliki kemahiran dalam bekerja, kehidupannya tergantung dengan orang lain sebagai calon advokator apa usulan pemecahannya ?

10.  Untuk itu dalam mengelola pemerintah atau organisasi maka diperlukan manajemen atau kepemimpinan yang baik (good) yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu  dari sisi proses dan dari sisi hasilnya (good governance / organization). Sebagai proses: harus lebih mengutamakan proses yang demokratis di atas segala rencana dan tujuan yang telah ditentukan, sebagai hasil: akan menggambarkan kesungguhan hati, pemakaian secara efisien akan sumber-2 yang terbatas dengan menggunakan administrasi yang baik di atas proses yang ada.

11.  Dalam pelaksanaan pembangunan, leader maupun follower, memiliki daya, menurut  John Frenc dan Bentran Raven diantaranya Reward power / daya menghargai, Coersive power / daya memaksa, Legitimate power / daya syah, Expert power / daya ahli, Referent power / daya referensi. Yang masing-masing punya kelebihan dan kekurangan, namun tetap efektif bila digunakan secara tepat, dengan mengedepankan Etika, Filsafat, Kepemimpinan, Pelayanan dan Pembangunan.

12.  Pelayanan Publik menyangkut aspek kehidupan yang luas, menyangkut sejumlah informasi, sukar disentuh dan diukur secara eksak ukuran kepuasannya, sensitif dan sukar diprediksi, Tergantung dengan nilai yang dianggap pantas, pendek kata: kita harus melihat dan mendekati pelayanan (apakah swasta atau publik) secara sistemik (Davis & Heineke, 2003) Namun Pemerintah… belum mengatur adanya suatu standar pelayanan publik … (Aminuddin Ilmar dan Kasman Abdullah, 2006) Pelayanan publik di Indonesia masih sangat rendah (Gov. Des. Survey, Bank Dunia, 2002) bagaimana pendapat saudara? UU, no 22, 2001, Pemerintah Daerah Memotong hambatan birokratis, pelayanan publik; UGM, 2002, secara umum kualitas pelayanan publik mengalami   Perbaikan; Terjawab dng Oto Da ada peningkatan pelayanan publik; Berkualitaskah ? Dari hasil penelitian tersebut, masalah yang penting, Besarnya deskriminasi pelayanan; Tidak adanya kepastian biaya dan waktu, Rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik   (GDS, 2002)
Malang 30 Juni 2011


           

0 komentar:

Posting Komentar