SILATURAHIM DAN HALAL BI HALAL
Assalamu’alaikum wr wb. Di Indonesia saling bersalaman, tradisi “Sembah Sungkem” (datang menghadap untuk menyatakan hormat dan bakti kepada orang tua, orang yang lebih tua, atau orang yang lebih tinggi status sosialnya) sebagai ungkapan saling memaafkan agar yang haram menjadi halal yang dilaksanakan disuatu tempat orang Indonesia menyebut “Halal Bi Halal”, (halal dengan halal, saling menghalalkan, atau saling maaf-memaafkan kesalahan dan dosa).
Dengan demikian, kalimat Halal Bi Halal, di Indonesia artinya “Boleh dengan boleh”, dan pintarnya orang Indonesia dengan mempergunakan bahasa (lafadz) Arab, padahal halal bi halal bukan Bahasa Arab tetapi telah melembaga di kalangan penduduk Indonesia dan ada statemen bahwa “bahasa itu milik bangsa, jika bangsa telah biasa menggunakannya, biasanya sudah tidak menghiraukan lagi kaidah benar-salah, sekalipun keliru dalam penggunaannya, dan pada zaman Nabi Saw., dan juga zaman-zaman sesudahnya tidak ditemukan, dan ini secara umum digunakan sebagai pengganti istilah silaturahmi (nah yang ini secara sederhana perlu dikaji ulang).
Sekaligus yang seharusnya bagaimana ? Alangkah baiknya jika mulai dari kita dan saat ini menggunakan kalimat yang benar, berarti dan bermakna yaitu “Silaturahim atau Silaturahmi”. Banyak kelebihan dari makna ini bahwa Silaturahmi tidak karena dan hanya dilakukan setelah I’dul Fitri (seperti Halal bi halal), tetapi istilah ini akan abadi sepanjang masa hingga hari kiamat.
Yang sederhana saja, Kalimat silaturahmi dari bahasa Arab, tersusun dari dua kata silah yaitu, ‘alaqah (hubungan) dan kata al-rahmi yaitu, al-Qarabah (kerabat) atau mustauda’ al-janîn artinya “rahim atau peranakan”, seakar dengan kata al-Rahmah “menyayangi-mengasihi”. Jadi secara harfiyah Silaturahmi artinya “Menghubungkan tali kekerabatan, menghubungkan kasih sayang, serahim (kandungan), saling saying menyayangi”.
Namun ada yang membedakan antara Silaturahim Umum dan Silaturahim Khusus, Silaturahmi umum yaitu, silaturahmi kepada siapa saja, baik seagama maupun tidak seagama, kerabat dan bukan kerabat. Di sini kewajiban yang harus dilakukan diantaranya, menghubungi, mengasihi, berlaku tulus, adil, jujur dan berbuat baik dan lain sebagainya yang bersifat kemanusiaan. Silaturahmi ini disebut silaturahmi kemanusiaan.
Silaturahmi khusus yaitu, silaturahmi kepada kerabat, kepada yang seagama, yaitu dengan cara membantunya dengan harta, tenaga, menolong, menyelesaikan hajatnya, menengok bila sakit, memperbanyak salam, berusaha menolak kemadharatan yang menimpanya, dan berdo’a, dan membimbing agamanya karena takut adzab Allah, hal tersebut dilakukan karena iman. Dalilnya “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan:dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”. (QS. Al-Isro’[17]:26) “Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk”. (QS. Yusuf [13]:21)
Dengan memperhatikan dan membandingkan dua hal di atas (Silaturahmi dan Halal bi halal) Silaturahmi lebih bermakna bahkan Syar’I, dari pada kita menggunakan kata halal bi halal. Suatu kegiatan yang mengandung nilai baik, alangkah baiknya jika diberi nama yang baik pula. Tradisi berkumpul, bersalaman, saling memaafkan yang dilakukan sebagian orang di Indonesia setelah I’dul Fitri yang suka disebut halal bi halal, lebih bermakna jika disebut Silaturahmi / Silaturahim.
Implementasi Silaturahmi secara khusus “Dari Abu Hurairah, ia berkata, ‘Rasulullah saw. bersabda, ‘Hak muslim atas muslim itu enam; Apabila bertemu dia hendaklah beri salam kepadanya, apabila ia mengundangmu hendaklah penuhi dia, apabila ia bersin lalu mengucapkan alhamdulillah hendaklah kamu doakan dia, apabila sakit hendaklah kamu jenguk dia, dan apabila ia meninggal hendaklah kamu mengantar jenazahnya” (H.R. Muslim)
Terkait dengan bersin, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. beliau bersabda, ‘Apabila salah seorang di antara kamu bersin, maka ucapkanlah: al-hamdulillah (segala puji bagi Allah). Dan hendaklah saudaranya mengucapkan: yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu). Maka hendaklah dia (orang yang bersin) mengucapkan: Yahdikumullah wayuslihu balakum (semoga Allah memberi petunjuk kepadamu dan membereskan urusanmu)” H.R. Al-Bukhari
Kita cermati yang lain tentang Fadilah Silaturahim, dari Abu Huraerah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa ingin diluaskan rezekinya dan dimakmurkan usianya, hendaklah ia bersilaturrahmi”. (HR. Al-Bukhari). Makna diluaskan rizkinya: Rizqi bukan hanya berbentuk harta, tapi meliputi pula ilmu, kehormatan, kesehatan, dll. Makna dipanjangkan umurnya tidak berarti umur hidupnya jadi panjang, tetapi banyak berkah didalam umurnya, ringan untuk melaksanakan ketaatan pada Allah swt. dan bermanfaat di akhirat, sehingga terus dikenang dan didoakan oleh setiap orang yang masih hidup walaupun dia sudah meninggal (terutama oleh sanak kerabat anak, cucu, dan cicit-cicitnya). Intinya sebagaimana dalam hadis yang sangat popular, Nabi saw : Apabila seseorang mati terputus segala amalnya kecuali dari 3 perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, anak shaleh yang mendoakannya (HR. Huslim)
“Harta dan anak-anak shaleh adalah perhiasan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. (QS Al Kahfi : 46). Semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepada Nabi dan Rasul Muhammad, Saw, keluarga dan shahabat dan seluruh pengikutnya. Semoga bermanfaat. Wassalamu’alaikum wr. wb. An. Jama’ah Masjid UNITRI Malang, 081334995 112, disarikan dari berbagai sumber, mohon maaf kalau ada yang kurang perkenan, masih belajar.
0 komentar:
Posting Komentar