Model Etika dan
Filsafat Kepemimpinan Tatas, Tuhu, Trasna
Dalam mendukung
Pariwisata Lombok Tengah
(draf 1/ msh trs akan diperbaiki, ada masukan)
Sugeng Rusmiwari
A. Pendahuluan
Sebagai
makhluk sosial ciptaan Alloh Swt, manusia tidak pernah dapat hidup seorang
diri, dimanapun, bilamanapun dan dalam keadaan bagaimanapun, manusia senantiasa
memerlukan kerjasama dengan orang lain atau perlu berorganisasi untuk
memecahkan masalah, dan dengan fitrahnya itulah sebagai makhluk yang tertinggi
derajatnya di muka bumi ini dalam memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat mendasar (basic needs) maupun kebutuhan hidup
lainnya (derived needs) yang kadang lebih banyak dan lebih beragam jenis dan
sifatnya.
Oleh karena itulah manusia memimpin dirinya senantiasa
selalu masuk dalam organisasi atau mengembangkannya dengan perkumpulan sosial
(social group) dan organisasi (social organization) demi memenuhi kebutuhannya,
yang dilandasi atas etika maupun filsafat, sehingga mampu membedakan mana yang
baik tau buruk, benar atau salah secara bijaksana, dalam mebawa akal
(intelegensia) maupun emosional (emotional)nya.
Kemampuan manusia dalam memimpin
dirinya yang potensian maupun memimpin orang lain untuk mempersatukan (to
assimilate) khasanah akal, emosi secara bijaksana ke dalam ranah pariwisata
yang didukung oleh kebudayaan, sumber daya alam (berkah dari Alloh Swt) dan
perwujudan lingkungan social yang Tatas Tuhu Trasna dalam membentuk suatu
lingkungan (humam ecology) yang madani merupakan dambaan bagian dari lingkungan
hidup yang lebih luas (natural ecology) seluruh masyarakat Lombok. Pertanyaannya,
Bagaimanakah mewujudkan Etika dan
Filsafat Kepemimpinan Tatas, Tuhu, Trasna dalam mendukung Pariwisata Lombok
yang didukung oleh Pelajar, Mahasiswa, Pemuda dan Masyarakat Luas ? Berfikir
itulah yang mencirikan hakekat manusia dan karena berfikirlah dia menjadi
manusia, yang membuahkan pengetahuan.
B. Etika (Ethic)
Istilah
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos mempunyai banyak arti: adat, watak atau
kesusilaan, adat kebiasaan. Makna utama etika, yang diambil dari kata Yunani
ethos, adalah tingkah laku. Sehubungan dengan ini, ada juga yang
mengartikan kata etika, yang secara bahasa ethos, sebagai adat, watak atau
kesusilaan. Sementara itu
pengertian kata moral, yang secara etimologis berasal dari bahasa Latin mos dan
jamaknya adalah mores berarti kebiasaan dan adat. Dalam bahasa Indonesia, umumnya kata moral
diidentikkan dengan kata etika. Sebagai disampaikan oleh Komaruddin Hidayat,
etika adalah suatu teori ilmu pengetahuan yang mendiskusikan mengenai apa yang
baik dan apa yang buruk berkenaan dengan perilaku manusia.
Jadi
etika membicarakan perilaku manusia (kebiasaan) ditinjau dari baik-buruk, atau
teori tentang perbuatan manusia ditinjau dari nilai baik-buruknya. Oleh
karena itu bisa dikatakan bahwa etika merupakan bidang garapan filsafat, dengan
moralitas sebagai objek meterialnya. Jadi, studi kritis terhadap moralitas
itulah yang merupakan wilayah etika.
Bila
dirujukkan dengan penjelasan Pudjowijatno, bila moralitas sebagai objek
materialnya, maka tindakan manusia yang dilakukannya dengan sengaja adalah
objek formal dari etika, dan perilaku sengaja inilah yang biasa pula
dinamakan dengan tindakan akhlaki atau perilaku etis. Dengan kata lain,
etika merupakan usaha dengan akal budinya untuk menyusun teori mengenai
penyelenggaraan hidup yang baik. Sementara moral lebih berkenaan dengan tingkah
laku yang kongkrit, berbeda dengan etika yang bekerja pada level teori.
Atas
dasar pengertian tersebut dapat ditarik garis batas dan garis hubungan etika
dengan moral di satu pihak dan dengan akhlak pada pihak lain. Moral merupakan
aturan-aturan normatif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertntu yang
terbatas oleh ruang dan waktu, yang penetapan tata nilai itu di masyarakat
menjadi wilayah garapan antropologi. Dengan demikian moral lebih dekat dengan
akhlak, meski tidak sepenuhnya, ketimbang dengan etika. Meski demikian mesti
dikatakan bahwa karakteristika akhlak adalah bersifat agamis, dan ini tidak ada
pada moral. Dengan demikian kalau
dibandingkan dengan penjelasan mengenai akhlak di atas, kiranya dapat diketahui
bahwa etika lebih menunjuk pada ilmu akhlak, sedangkan moral lebih merupakan
perbuatan konkrit realisasi dari kekuatan jiwa.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Etika adalah penyelidikan filsafi (bijaksana)
mengenai kewajiban-2 manusia, dan tentang
hal-hal yang baik dan buruk, bidang moral, dengan sasaran (focus) pada bagaimana manusia itu seharusnya
bertingkah laku, baik untuk kepentingan dirinya sendiri maupun
masyarakat.
Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana berperilaku bijaksana itu ?
C. Etika Kepemimpinan
Landasan kemampuan
membedakan yang baik dan benar dalam teori kepemimpinan pada teori (Y) dengan
yang jelek dan salah pada teori (X) Douglas McGregor, dalam rumusan, leadership: function, leader,
follower, situation, atau (L: f,l,f,s) dan aplikasi kepemimpinan menjadi sangat
penting. Hakekatnya berarti pemberdayaan sumber kepemimpinan yang kita gunakan, teori dari John french dan
Bentran Raven ada 5 macam: 1. Reward Power (daya menghargai), 2. Coercive Power
(daya memaksa), 3. Legitimate Power (daya sah), 4. Expert Power (daya ahli), 5.
Referent Power (daya referensi).
Atas dasar tersebut
dampak positifnya adalah akan diperoleh Charismatic Power (daya kharisma) dan
Association Power (daya hubungan) serta Coalition Power (daya persatua) dan
Information Power (daya informasi),
sehingga terjadilah penempatan kepemimpinan secara Position Power (daya
jabatan) dan Personal Power (daya pribadi) memuju Tatas, Tuhu Trasna (Berilmu,
Berakhlak, Beretika/Masyarakat).
Sehingga seseorang
dapat menjadi pemimpin (imam) dari orang lain manakala ia memiliki:
1.
Memiliki
kelebihan dibanding yang lain, yang oleh karena itu ia bisa memberi
2.
Memiliki
keberanian dalam memutuskan sesuatu yang bersifat besar, dan
3.
Memiliki
kejelian dalam memandang masalah sehingga ia bisa bertindak arif
bijaksana. Airif (dari kata ‘arafa)
artinya mengenali masalah, bijaksana artinya menempatkan masalah tepat pada
tempatnya. (Fuad Nashori, 2009, h. 22)
D. Filsafat
Istilah
filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia” dan “falsafah” dalam bahasa
Arab. Secara etimologi, istilah
filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani
yaitu philosophia – philien/philos (cinta) dan sophia (kebijaksanaan atau
kearifan). Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kepada
kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta
kebijaksanaan dalam arti hakikat. Menjadi bijaksana berarti berusaha mendalami
hakekat sesuatu, misalkan tentang fungsinya, ciri-cirinya, kegunaannya,
masalah-masalahnya, serta pemecahannya. Plato mengatakan bahwa :
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang
asli. Sedangkan muridnya Aristoteles
berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran
yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik, dan estetika. Imanuel Kant, Filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup
empat persoalan.
1.
Apakah
yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
2.
Apakah
yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
3.
Sampai dimanakah harapan kita
?(jawabannya Agama )
4.
Apakah
yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal
yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak
berubah, yang disebut hakekat. Driyakarya: filsafat sebagai perenungan yang
sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang
kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “. Sidi
Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran,
tentang segala sesuatu yang dimasalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik
dan universal.
Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah
ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam
semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana
sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu. Prof.
Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui
kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia
dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis
sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan
menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang
sejati.
Dari semua pengertian filsafat secara
terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan
sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi
tersebut.
E. Filsafat Kepemimpinan
Pemimpin yang bijaksana dilandasi
sifat yang bijaksana, menurut Fremon E. Kast & James E. Rosenzwelg, 1979,
h. 323, sifat pemimpin dinataranya: energy (nervous and physical)-kekuatan
(rokhani dan jasmani), intelligence-kecerdasan, sense of direction and purpose-rasa
pengarahan dan tujuan, enthusiasm-bersemangat, friendliness- keramah-tamahan, entegrity-kejujuran,
morality-kesusilaan, technical expertise-keahlian teknis, decisivenes-ketegasan,
perceptual skill-kemahiran daya tanggal, knowledge-pengetahuan, wisdom-kebijaksanaan,
imagination-daya khayal, determination-kebulatan tekad, persistence-gigih, endurance-kesabaran,
ggood looks (physical and sartorial splendor)-penampilan baik (fisik maupun
pakaian necis), courage-keberanian.
Menurut Sutarto, sifat pemimpin yang
sebaiknya dimiliki, antara lai: 1. Takwa 2. Sehat 3. Cakap 4. Jujur 5. Tegas 6.
Setia 7. Cerdik. 8. Berani 9. Berilmu 10. Efisien 11. Disiplin 12. Manusiawi
13. Bijaksana 14. Bersemangat 15. Percaya diri 16. Berjiwa matang 17. Bertindak
adil 18. Berkemauan keras 19. Berdaya cipta asli 20. Berwawasan situasi 21.
Berpengaharapan baik 22. Mampu berkomunikasi 23. Berdaya tanggap tajam 24.
Mampu menyusun rencana 25. Mampu mebuat keputusan 26. Mampu melakukan control
27. Bermotivasi kerja sehat 28. Memiliki rasa tanggung jawab 29. Satunya kata
dengan perbuatan 30. Mendahulukan kepentingan orang lain.
Pemimpin dalam Islam mensyaratkan
kriteria perilaku antara lain: Shidiq (jujur), Amanah (bertanggung jawab),
Tablig (menyampaikan apa yang harus disampaikan) dan Fathonah (cerdas) Fuad
Nashori, 2009, h.4).
White, 1981, h. 413, berpendapat
dengan 3 gaya kepemimpinan 1. Authoratarian (otoriter), Authocratic
(otokratis), dictatorial (diktator), 2. Democratic (demokratis, 3.
Laissez-faire (kebebasan), Free-rein (bebas kendali), libertarian (kebebasan).
Studi Kepemimpinan Universitas Ohio,
oleh RA, Sarma, 1982, h. 219. Bahwa Perilaku Kepemimpinan dibedakan atas dua
macam, yaitu “initiating structur” (struktur tugas) dan “consideration”
(tenggang rasa). Dan studi Universitas Michigan, yang menemukan perilaku
pemimpin ada dua macam, yaitu “the
job-centered” (terpusat pada pekerjaan) dan “the employee-centerd (terpusat pad
pegawai). Sementara menurut Robert R. Blake dan James S. Mouton, dua macam
perilaku pemimpin, yaitu “concern for production” (perhatian terhadap produksi)
dan “concern for people” (perhatian terhadap orang).
F. Etika dan Filsafat dalam Tatas, Tuhu,
Trasna
Kemampuan
generasi muda calon pemimpin bangsa yang ber-Etika yaitu mampu membedakan yang
baik dan benar, yang jelek dan yang baik secara bijaksana, dilandasi pada
Tatas-Ilmu (Ber-Ilmu), Tuhu-Akhlak (Ber-Akhlak), dan Trasna-Etika
(Ber-Etika/Masyarakat), adalah menjadi pilihan Masyarakat Lombok Tengah.
G. Tatas, Tuhu, Trasna dalam Kepemimpinan
Tatas-Ilmu (Ber-Ilmu), menurut Einstein “Ilmu
tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Apakah ilmu itu ?
Ilmu (science) merupakan kumpulan pengetahuan (knowledge) yang mempunyai
cirri-ciri tertentu…. Tujuan ilmu untuk mengerti mengapa hal itu terjadi, …
Secara terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi,
yaitu: 1. Menganggap obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain.
2. Bahwa suatu benda tidk mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. 3.
Determinasi,. Yaitu menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang
bersifat kebetulan. Sehingga hakekat ilmu ditentukan oleh cara berfikir yang
dilakukan menurut persyaratan keilmuan. Tujuan utama kegiatan keilmuan adalah
mencari pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk teori, hokum, kaidah, asas
dan sebaginya. Jadi ilmu merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk
memperadab dirinya yang mengahasilkan kebenaran.
H. Etika dan Filsafat Kepemimpinan
Pariwisata
Sumber Bacaan:
Fremont E. Kast & James E. Rosenzweig, Organization and Management
A System and Contigency Approach, edisi ke 3, McGraw-Hill, Inc, 1979.
Fuad Nashori, Psikologi Kepemimpinan, Fahina, 2009.
Sharma, Organizational Theory and Behavior, Tata McGraw-Hill
Publishing Company Limited, New dehli, 1982.