Kamis, 13 November 2014

Teori Fenomenologi

AL-AHZAB

“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanla perkataan yang benar niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Azhab: 71-71).


TEORI FENOMENOLOGI

Aliran fenomenologi lahir sebagai reaksi metodologi positivistic yang memperkenalkan Comte (Waters, 1994:30).

Pendekatan positivisme ini selalu mengandalkan:
1.       Seperangkat  fakta sosial yang bersifat objektif, atas;
2.       Gejala yang tampak secara kasat mata;

Dengan demikian, metodologi ini cenderung :
1.       Melihat fenomena hanya sebagai kulitnya; dan
2.       Kurang mampu memahami makna di balik gejala yang tampak tersebut;

Sedangkan fenomenologi berangkat dari:
1.       Pola pikir subjektivisme; yang
2.       Tidak hanya memandang dari suatu gejala yang nampak; akan tetapi
3.       Berusaha menggali makna di balik gejala itu (Campbell, 1994:23).
Collins (1997: 103) menyebutnya sebagai proses penelitian yang menekankan “meaningfulness”.

Menurut Emmanuel Kant yang mencoba memikirkan dan memilah unsur mana yang berasal dari:
1.       Pengalaman; dan unsur mana yang
2.       Terdapat di dalam akal;

Hegel memandang tentang:
1.       Tesis; dan
2.       Antithesis;

Yang melahirkan sistesis (Hadiwiyono, 1985: 63-65).

Fenomenologi sebagai metode berfikir diperkenalkan oleh Edmund Husserl, yang beranjak dari:
1.       Kebenaran fenomena; seperti yang
2.       Tampak apa adanya;

Suatu fenomena yang tampak sebenarnya merupakan:
1.       Refleksi realitas yang tidak berdiri sendiri;
2.       Karena yang itu adalah objek yang penuh dengan makna yang transcendental (Hadiwiyono, 1985: 139-140);

 Oleh karena itu, untuk mendapatkan hakekat kebenaran:
1.       Maka harus mampu berfikir lebih mendalam lagi melampoi fenomena yang tampak itu;
2.       Hingga mendapatkan “meaningfulness” (Dilthey, dalam Collin, 1997: 104; Waters, 1994: 31).

Menurut Orleans (2000: 1458), fenomenologi digunakan dalam dua cara mendasar, yaitu:
1.       Untuk menteorikan masalah sosiologi yang subtansial; dan
2.       Untuk meningkatkan kecukupan metode penelitian sosiologis;

Lebih lanjut Orleans menjelaskan, bahwa fenomenologi berupaya menawarkan sebuah koreksi terhadap tekanan bidang tersebut pada konseptualisasi positivis, metode risetnya yang menganggap bahwa isu yang ditemukan oleh metode fenomenologi sebagai suatu hal yang menarik;

Menurut Collin (1997: 111), fenomenologi mampu mengungkap:
1.       Objek secara meyakinkan; meskipun objek itu berupa
2.       Objek kognitif maupun tindakan; ataupun
3.       Ucapan;

Fenomenologi mampu melakukan itu, karena segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang salalu melibatkan mental;

Orleans menyitir pendapat Darroch dan Silver (1982), mengatakan bahwa fenomenologi diterapkan agak berbeda dibandingkan dengan ilmu pengetahuan sosial konvensional lainnya;

Fenomenologi lebih banyak digunakan pada tingkat metasosiolig, dengan menunjukkan premis-2nya melalui analisis deskriptif dari prosedur situasional dan bangunan sosialnya (Orleans, 2000: 1457).

Fenomenologi akan berusaha memahami pemahaman informan terhadap fenomena yang muncul dalam kesadarannya, serta fenomena yang dialami oleh informan dan dianggap sebagai entitas – sesuatu yang ada dalam dunia (Collins, 1997: 15);

Orleans mengambil contoh dari Peele (1985) tentang fenomena “alkoholisme sebagai sebuah penyakit”.

Fenomenologi tidak pernah berusaha mencari pendapat dari onforman apakah hari ini benar atau salah, akan tetapi fenomenologi akan berusaha “mereduksi” kesadaran informan dalam memahami fenomena itu;

Orleans (dalam Dimyati, 2000: 70), fenomenologi adalah instrument untuk memahami lebih jauh antara kesadaran individu dan kehidupan sosialnya;

Fenomenologi berupaya mengungkap bagaimana:
1.       Aksi  sosial;
2.       Situasi sosial; dan
3.       Masyarakat, s ebagai produk kesadaran manusia;

Fenomenologi beranggapan bahwa masyarakat adalah hasil konstruksi manusia;

Sumber:
I.B. Wirawan, 2013, Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma, Penerbit Kencana, Jakarta.




0 komentar:

Posting Komentar