Hanya Kepadamu Kami Memohon
Seorang hamba meski memiliki kedudukan yang tinggi, kekuatan yang mumpuni, serta kekuasaan yang luas, tetaplah dikatakan faqir, lemah dan dalam keadaan amat sangat membutuhkan, tidak punya kemampuan dengan sendirinya untuk mendapatkan kemaslahatan dan menolak segala macam kemudharatan.
Bagaimana tidak, sedang segala daya, upaya, kekuatan, semuanya di tangan sang penciptanya, Dzat yang Maha Kaya yang tidak butuh kepada sesuatu apapun. Allah berfirman,
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu maka dari Allah-lah (datangnya) dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan maka hanya kepadaNyalah kamu meminta pertolongan.” (QS An Nahl: 53).
“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karuniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya dan Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Yunus: 107).
Bila demikian keadaannya, maka sangatlah pantas dan sudah seharusnya bagi hamba-hambaNya untuk senantiasa meminta pertolongan kepadaNya baik dalam meraih kemaslahatan dunia lebih-lebih kemaslahatan Diennya, siapa yang ditolong Allah, maka dialah yang mendapat pertolongan dan taufiq dan siapa yang dihinakan Allah, maka dialah yang merugi dan binasa. Allah berfirman,
“Katakanlah: Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Ali Imran: 26).
Para pembaca -semoga dirahmati Allah- memohon pertolongan atau yang diistilahkan dengan isti’anah adalah salah satu bentuk pengakuan seorang hamba akan kelemahannya, kebutuhannya, dan ketundukannya terhadap Rabbnya yang Maha Kuasa. Hal ini menunjukkan bahwa isti’anah hanyalah ditujukan kepada Allah saja karena ia termasuk ke dalam jenis ibadah, sementara segala bentuk ibadah adalah hak murni bagi Allah. Allah berfirman,
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS Al Fatihah: 5).
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau minta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR Tirmidzi dan yang lainnya dari Ibnu Abbas).
Seorang hamba membutuhkan pada pertolongan Allah bahkan wajib baginya untuk meminta pertolongan padaNya dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-laranganNya, bersabar atas segala ketentuan yang telah ditetapkanNya.
Kemudian ibadah dan isti’anah adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan karena isti’anah itu sendiri adalah bagian dari ibadah, namun Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkannya secara terpisah seperti dalam Al Qur`an surat Al Fatihah, “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”
Ini menunjukkan bahwa segala macam bentuk ibadah haruslah disertai dengan isti’anah. Sungguh sangatlah buruk dan perbuatan yang tercela ketika didapati adanya orang-orang yang menggantungkan harapan-harapannya, keinginan-keinginannya dalam menggapai kemanfaatan kepada makhluk dalam perkara yang tidak dimampuinya, apakah kepada orang yang telah mati atau kepada orang yang hidup dalam perkara gaib yang ia tidak memiliki kekuasaan sedikit pun terhadapnya. Inilah bentuk kesyirikan dalam hal isti’anah. Allah berfirman,
“Katakanlah: ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagiNya.’ Dan tidaklah berguna syafa’at di sisi Allah melainkan bagi orang-orang yang telah diizinkannya memperoleh syafa’at itu, sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata: ‘Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘(Perkataan) yang benar’, dan Dialah yang Maha Tinggi dan Maha Besar. Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan dari bumi?’ Katakanlah: ‘Allah’, dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah: ‘Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat.’ Katakanlah: ‘Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dialah maha pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui.’ Katakanlah: ‘Perlihatkanlah kepadaku sembahan-sembahan yang kamu hubungkan dengan Dia sebagai sekutu-sekutu(Nya), sekali kali tidak mungkin! Sebenarnya Dialah Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.’” (QS Saba: 22-27).
Perbuatan memalingkan isti’anah kepada selain Allah akan dapat menggugurkan ibadah-ibadah lainnya, sebab seseorang tidak akan meminta pertolongan kepada sesuatu melainkan karena keyakinannya bahwa sesuatu itu dapat memberi manfaat dan menolak kemudharatan. Allah berfirman,
“Dan mereka menyembah selain dari Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: ‘Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.’ Katakanlah: ‘Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahuiNya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?’ Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu).” (QS Yunus: 18).
Para pembaca -semoga dirahmati Allah- nampaknya menjadi sesuatu yang sepele perkara isti’anah ini, terbukti masih banyaknya mayoritas kita kaum muslimin yang secara sadar ataupun tidak menggantungkan harapan pertolongan kepada selain Allah, minta dimudahkan dalam segala hal, agar diberikan kelancaran dalam hal usahanya, mencari jodoh, kesembuhan dari penyakit, dan lain sebagainya. Padahal yang demikian itu adalah berarti membuat tandingan di sisi Allah, sementara Allah memerintahkan agar hanya kepadaNyalah kita bergantung dan memohon. Allah berfirman,
“Katakanlah: ‘Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhala itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatnya?’ Katakanlah: ‘Cukuplah Allah bagiku.’ KepadaNyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS Az Zumar: 38).
“Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS Asy Syarh: 7-8).
“Hanya bagi Allahlah (hak mengabulkan) do’a yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan do’a (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka. Hanya kepada Allahlah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.” (QS Ar Ra’d: 14-15).
Terkadang didapati sebagian orang yang menyatakan bahwa perbuatannya dalam meminta pertolongan kepada selain Allah adalah merupakan wujud ikhtiar, mencari sebab, atau yang diistilahkan dengan “nyareatan” dengan keyakinannya bahwa ia hanyalah beribadah kepada Allah. Sungguh pernyataan seperti ini menunjukkan kebodohan yang luar biasa dari para pelakunya, karena sesungguhnya itulah bentuk kesyirikan terhadap Allah dan seperti itulah pernyataan kaum musyrikin yang diperangi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman,
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.’” (QS Az Zumar: 3).
Allah subhanahu wa ta’ala mengutuk dan mengancam segala bentuk perbuatan syirik. Allah berfirman, “Maka sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kamu kehendaki selain Dia. Katakanlah: ‘Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat.’ Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. Bagi mereka lapisan-lapisan dari apa di atas mereka dan di bawah mereka pun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah mempertakuti hamba-hambaNya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepadaku hai hamba-hambaku.” (QS Az Zumar: 15-16).
Para pembaca -semoga dirahmati Allah-, tidak ada seorang pun yang dapat memberi segala apa yang diingini dan mencegah dari apa yang tidak diingini kecuali Allah, tidak ada seorang pun yang kuasa mendatangkan kemaslahatan dan menolak kemudharatan kecuali Allah, dan tidak ada seorang pun yang paling berhak untuk dijadikan tempat mengadu dari segala kesusahan dan kesedihan melainkan Allah semata, perhatikanlah ketika Nabi Ya’qub berkata, “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (QS Yusuf: 86).
Begitu pula Nabi Musa, ia berkata, “Ya Allah segala puji bagimu kepadaMulah pengaduanku dan Engkaulah tempat dipintai pertolongan…” (HR Thabrany dari Abdullah ibnu Mas’ud).
Demikian halnya dengan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman kepadanya, “Katakanlah: ‘Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.’” (QS Al A’raaf: 188).
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan.’” (QS Al Jin: 21).
Wal hasil cukuplah Allah sebagai pelindung kita, kita memohon ampunan, pertolongan, dan kelapangan hanya kepadaNya saja. Allah berfirman, “Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan RosulNya kepada mereka, dan berkata: ‘Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian dari karuniaNya dan demikian (pula) RosulNya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah.’” (QS At Taubah: 59). Wal ‘ilmu ‘indallah.
Hewan Qurban
Tanya: Assalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh. Apakah qurban itu harus binatang jantan saja? Wassalamu ‘alaikum. (0817437***)
Jawab: Wa ‘alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh.
Hewan yang diperuntukkan qurban memang harus sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah dijelaskan oleh syariat. Mengenai harus jantannya atau betinanya, maka yang benar adalah bahwa hewan yang jantan lebih afdhol daripada yang betina, dan sebagian ahlul ilmi mengatakan bahwa hewan betina yang tidak beranak lebih afdhol daripada hewan jantan yang produktif.
Oleh karena itu jika didapatkan hewan jantan yang tidak produktif dan hewan betina yang tidak beranak, maka yang jantan lebih afdhol darinya. (Lihat Al Majmu’ 8/396-397, seperti telah dinukilkan dalam Tanwirul ‘Ainain hal: 355). Wal ‘ilmu ‘indallah.
Sumpah Pocong
Tanya: Assalamu ‘alaikum wr. wb. Ada yang ingin ana tanyakan, apakah Islam membolehkan umatnya untuk melakukan sumpah pocong? Karena ada sebagian orang Islam yang melakukannya. (08197890***)
Jawab: Wa’alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh.
Pertama, Islam tidak mengenal adanya sumpah pocong, hal ini menunjukkan bahwa sumpah pocong bukan berasal dari Islam.
Kedua, didapatinya sebagian orang Islam yang melakukannya ini bukanlah dalil / ukuran dalam menilai suatu kebenaran, barometer kebenaran itu hanyalah Al Kitab dan As Sunnah.
Ketiga, masalah sumpah itu sendiri sebenarnya ada dalam Islam, dimana kita tidak boleh bersumpah kecuali atas nama Allah. Rosulullah bersabda, “Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah maka ia telah kufur atau syirik.” (HR Tirmidzi dari Umar ibnu Khattab). D
alam hadits lain disebutkan bahwa orang-orang Yahudi mendatangi Nabi, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya kalian telah berbuat syirik, kalian mengatakan, ‘Atas kehendak Allah dan kehendakku’ dan kalian mengatakan, ‘Demi Ka’bah’ …” (HR Nasa`i dari Qutailah).
Anda perhatikan dari hadits-hadits ini adanya larangan bersumpah dengan selain Allah, meskipun dengan Ka’bah yang padahal ia sebagai baitullah, apalagi kalau selain Ka’bah. Selanjutnya Anda bisa lihat kembali di Al Wala` Wal Bara` edisi 7 tahun ke-1 kolom Fatwa. Wal ‘ilmu ‘indallah. Edisi ke-7
Ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsary.
SUMBER : Bulletin Al Wala’ Wal Bara’ Tahun ke-2 / 09 Januari 2004 M / 17 Dzul Qo’dah 1424 H
0 komentar:
Posting Komentar