Hukum Dan
Adab Ziarah Kubur Bagi Wanita
Muhammad
Ali bin Ismail Piliang Al Medani
[MUSLIMAH
XXV/1418/1998/KAJIAN KITA]
Ziarah kubur
merupakan perkara yang disyariatkan dalam agama kita dengan tujuan agar orang
yang melakukannya dapat mengambil pelajaran dengannya dan dapat mengingat
akhirat. Syaratnya adalah dengan tidak mengatakan di sisi kuburan tersebut
ucapan-ucapan yang bisa membuat Allah Subhanahu wa Ta'ala murka,
seperti berdoa kepada si ‘penghuni’ kuburan, memohon pertolongan kepadanya,
memberi tazkiyah (jaminan) kepada penghuni kuburan, dan memastikan dia masuk
Surga atau sejenisnya. (Ahkamul Janaiz halaman 227)
Sebelum kita
berbicara tentang adab ziarah kubur bagi wanita, terlebih dahulu perlu sekali
kita tahu hukumnya. Boleh atau tidak? Sebab tidak ada gunannya kita berbicara
tentang adab bagi wanita kalau ternyata hukum syariat tidak membolehkannya.
Sunnahnya
Ziarah Kubur
Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Dulu aku pernah
melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah kalian. Karena ziarah
kubur akan mengingatkan kepada akhirat. Dan hendaklah berziarah itu menambah
kebaikan buat kalian. Maka barangsiapa yang ingin berziarah silakan berziarah
dan janganlah kalian mengatakan perkataan yang bathil (hujran).” (HR. Muslim, Abu
Dawud, Al Baihaqi, An Nasa’i, dan Ahmad)
Imam Nawawi rahimahullah
berkata dalam Al Majmu’ 5/310 : “Hujran artinya ucapan yang
bathil. Larangan pertama (untuk ziarah kubur, pent.) karena masih barunya
mereka meninggalkan kejahiliyahan dan mungkin karena mereka suka mengatakan
ucapan jahiliyah. Maka ketika telah kokoh dasar-dasar Islam, kuat
hukum-hukumnya, dan menyebar
tanda-tandanya, dibolehkan berziarah bagi mereka.”
“Tidak diragukan
lagi bahwa apa yang dilakukan orang-orang awam dan selainnya ketika berziarah
dengan berdoa kepada si mayit, beristighatsah kepadanya, dan meminta kepada
Allah dengan haknya mayit adalah ucapan bathil (hujran) yang paling besar.
Maka wajib bagi ulama untuk menjelaskan hukum tentang itu. Juga menjelaskan
cara ziarah yang sesuai dengan syariat kepada mereka dan tujuan ziarah itu.”
Demikian yang ditegaskan oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Ahkamul
Janaiz halaman 227.
Imam Shan’ani rahimahullah
menyatakan dalam Subulus Salam 2/162 setelah menyebutkan
hadits-hadits tentang ziarah dan hikmahnya : “Semuanya menunjukkan
disyariatkannya ziarah kubur dan menerangkan hikmahnya yaitu untuk mengambil
pelajaran … . Dan jika kosong dari hal ini (maka) tidak terpenuhi tujuan
syariat.”
Sebenarnya masih
banyak lagi hadits tentang ziarah kubur namun kami cukupkan penyebutan satu
hadits di atas.
Wanita Sama Dengan Pria
Dalam Disunnahkannya Ziarah Kubur
Tentang persamaan
hukum ziarah kubur antara wanita dan pria ini, Asy Syaikh Al Albani rahimahullah
dalam Ahkamul Janaiz halaman 229 menyatakan : [ Itu
karena beberapa bentuk atau sisi :
Pertama, karena keumuman
perintah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : “ … maka berziarahlah
kalian ke kubur.” Berarti wanita juga termasuk di dalamnya. Penjelasannnya,
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tatkala melarang ziarah kubur pada
awalnya tidak diragukan lagi bahwa larangan itu juga mencakup pria dan wanita
sekaligus. Maka ketika beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Aku dulu melarang kalian berziarah ke kubur.” Dipahami bahwa yang
dimaukan beliau adalah jenis pria dan wanita secara pasti. Dan beliau
memberikan khabar kepada mereka tentang awal kejadian dengan melarang pria
dan wanita. Jika perkaranya demikian, maka pasti ucapan kedua (yakni
pembolehan) juga mencakup jenis pria dan wanita. Dan yang menguatkan pendapat
ini adalah lanjutan dari hadits tersebut yang diriwayatkan oleh Muslim, yaitu
: “Dulu aku melarang kalian tentang daging sembelihan yang lewat tiga hari
maka peganglah apa-apa yang tampak pada kalian. Dulu aku juga melarang nabiz
untuk diminum maka minumlah sekarang semuanya dan jangan meminum yang
memabukkan.” Saya (Al Albani) katakan : Ucapan semua ini juga
berlaku terhadap dua jenis (yakni pria dan wanita) secara pasti, sebagaimana
ucapan pertama : “Dulu aku melarang kalian.” Jika ada yang berkata,
ucapan dalam kalimat “sekarang berziarahlah” adalah khusus untuk pria
maka akan rusak susunan bahasa dan keindahannya. Juga tidak pantas hal itu
ditujukan kepada pemilik ucapan (Jawami’ul Kalim) yang singkat padat
ini. (Jawami’ul Kalim yakni Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam).
Kedua, saling
berserikatnya para wanita dengan pria dalam ‘illat (penyebabnya) yang
karena itu disyariatkan ziarah kubur yaitu dalam riwayat : “Karena ziarah kubur
bisa melunakkan hati, meneteskan air mata, dan mengingatkan kepada akhirat.”
Ketiga, Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam membolehkan bagi wanita untuk berziarah ke kuburan.
Dalam dua hadits yang dihapal oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radliyallahu
'anha disebutkan :
Dari ‘Abdullah bin
Abi Mulaikah ia berkata : Sesungguhnya ‘Aisyah pulang dari pekuburan pada
suatu hari. Maka aku bertanya kepadanya : “Wahai Ummul Mukminin, darimanakah
engkau?” Ia menjawab : “Dari kuburan ‘Abdurrahman bin Abi Bakar.” Maka aku katakan
kepadanya : “Bukankah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam melarang
ziarah kubur?” Ia menjawab : “Benar, tapi kemudian beliau menyuruh berziarah
ke kubur.” (HR.
Hakim, Al Baihaqi, Ibnu ‘Abdil Barr, Ibnu Majah, dan Ibnu Abi Dunya. Al Hakim
mendiamkan hadits ini. Adz Dzahabi berkata shahih, Al Bushiri berkata dalam Az
Zawaid 1/988 : Sanadnya shahih, rijalnya tsiqat. Saya (Al Albani) berkata
: Hadits ini keadaannya memang seperti yang mereka berdua katakan)
Dari Muhammad bin
Qais bin Makramah bin Al Muththalib, ia berkata pada suatu hari : Maukah
kalian kuceritakan tentangku dan tentang ibuku? Maka kami mengira dia
memaksudkan ibu yang melahirkannya. Dia berkata : ’Aisyah pernah berkata : “Maukah
kalian aku ceritakan tentangku dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam?”
Maka kami menjawab : “Tentu.” ‘Aisyah lalu berkata : Ketika pada malam
giliranku, beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ada bersamaku. Beliau
berbalik meletakkan selendang dan melepaskan dua sandalnya serta
meletakkannya di bawah kakinya. Kemudian membentangkan ujung sarungnya di
atas tempat tidur. Lalu berbaring. Tidak berapa lama setelah itu beliau
mengira aku telah tidur. Maka beliau memakai selendang dan sandalnya secara
pelan-pelan. Setelah itu beliau membuka pintu dan menutupnya kembali dengan
pelan. Maka akupun melepas pakaian rumah dan memakai tutup kepala serta
bertopeng dengan sarungku. Lalu pergi membuntuti beliau sampai tiba di Baqi’.
Beliau tegak dengan lama di tempat itu dan mengangkat kedua tangannya tiga
kali. Kemudian beliau berpaling (berbalik untuk kembali ke rumah), akupun
berpaling. Beliau berjalan cepat, aku juga berjalan cepat. Beliau berlari,
aku juga berlari. Hingga beliau akan sampai (ke rumah), aku juga demikian.
Maka akupun mendahului beliau lalu masuk ke rumah dan berbaring. Kemudian
beliau masuk dan berkata : “Ada apa denganmu, wahai ‘Aisyah? Seakan-akan
isi perutmu terangkat karena berlari cepat?” Aku menjawab : “Tidak ada
apa-apa wahai Rasulullah.” Beliau berkata : “Engkau katakan atau Allah
yang akan menceritakan sebenarnya kepadaku.” Aku berkata : “Wahai
Rasulullah, demi ayah dan ibuku.” Maka aku ceritakan kejadiannya. Beliau Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam berkata : “Berarti engkau benda hitam yang kulihat
di depanku tadi?” Aku menjawab : “Benar.” Maka beliau memukul
dadaku dengan pukulan yang menyakitkanku, lalu beliau bersabda : “Apakah
engkau mengira Allah akan berbuat aniaya kepadamu dan Rasul-Nya juga berbuat
demikian?” Aku berkata : “Bagaimanapun disembunyikan oleh manusia akan
diketahui juga oleh Allah.” Beliau berkata : “Jibril mendatangiku
kemudian memanggilku maka aku menjawabnya. Dan dia tidak mau masuk karena ada
engkau karena engkau sudah melepas pakaianmu. Aku mengira engkau telah tidur
dan aku tidak suka membangunkanmu. Aku khawatir engkau merasa tidak senang.
Maka Jibril berkata : ‘Sesungguhnya Rabbmu menyuruhmu datang ke penghuni
Baqi’ dan memohonkan ampun untuk mereka’.”
Aku (‘Aisyah)
berkata : “Apa yang harus aku ucapkan kepada mereka (penghuni kuburan)
wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Katakanlah :
Semoga keselamatan
tercurah bagi para penghuni kuburan ini dari kalangan Mukminin dan Muslimin.
Dan semoga Allah merahmati orang yang terdahulu dan orang yang belakangan
dari kita. Dan kami Insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim, An
Nasa’i, Abdurrazzaq, dan Ahmad)
Hadits ini
dijadikan dalil oleh Al Hafidh dalam At Talkhish 5/248 tentang
bolehnya berziarah bagi wanita. Dan ini adalah dhahir hadits. Hadits ini
menguatkan pendapat bahwasanya rukhshah untuk berziarah kubur setelah
sebelumnya dilarang juga mencakup para wanita. Dan kisah itu terjadi di
Madinah karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah tinggal
bersama ‘Aisyah. Sedangkan larangan ziarah kubur terjadi ketika masih di
Makkah. Kita tetap menegaskan hal ini walau kita tidak tahu sejarah yang
menguatkannya karena kesimpulan yang benar menguatkan hal tersebut yaitu
ucapan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : “Dulu aku melarang
kalian.” Sabda Nabi ini tidak bisa dipahami bahwa larangan ziarah kubur
ditetapkan di Madinah bukan di Makkah yang memang di sana kebanyakan yang
disyariatkan adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan tauhid dan akidah. Dan
larangan ziarah ketika itu adalah untuk menutup pintu bahaya (saddudz
dzari’ah) menuju kesyirikan dan jelas dicetuskan ketika periode Mekkah
sebab para shahabat baru meninggalkan jahiliyah dan baru masuk Islam. Hingga
ketika tauhid telah kokoh di dalam hati-hati mereka dan setelah mereka tahu
jenis-jenis syirik yang mengakibatkan kerusakan tauhid maka setelah itu
beliaupun membolehkan ziarah kubur. Adapun kalau beliau membiarkan mereka selama
periode Makkah dalam kebiasaan mereka berziarah kemudian beliau melarang
mereka untuk melakukan hal itu di Madinah maka ini jauh sekali dari hikmah
syariat. Oleh karena itu kita menetapkan bahwa larangan tersebut dilontarkan
ketika masih di Makkah. Jika demikian maka ijin beliau kepada ‘Aisyah untuk
berziarah di Madinah adalah dalil yang jelas tentang apa yang kita sebutkan.
Perhatikanlah,
karena hal itu membuat sesuatu dalam hati. Dan saya (Al Albani) belum melihat
ada yang mensyarah seperti ini. Jika saya benar itu dari Allah, jika salah
dari diriku.
Keempat, ucapan Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam kepada seorang wanita yang beliau lihat berada di sisi
kuburan, dalam hadits Anas radliyallahu 'anhu :
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pernah melewati seorang wanita yang menangis di
sisi kuburan maka beliau bersabda : “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah
… .”
(HR. Bukhari dan lain-lain)
Al Hafidh Ibnu
Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul Bari : “Sisi
yang dijadikan argumen dari hadits ini adalah beliau Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam tidak mengingkari duduknya wanita tersebut di sisi kuburan dan
ucapan beliau adalah hujjah.”
Dalam Al
Umdah 3/76, Al ‘Aini rahimahullah berkata : “Dalam hadits
ini ada pembolehan ziarah kubur secara mutlak. Sama saja apakah yang
berziarah pria atau wanita dan apakah yang diziarahi Muslim atau kafir.
Karena tidak adanya pemisahan dalam hal itu.” Al Hafidh juga menyebutkan
demikian di akhir ucapannya tentang hadits di atas.
Imam Nawawi rahimahullah
mengatakan bahwasanya Jumhur berpendapat ‘boleh’ yakni ziarah kubur bagi
wanita. Pengarang Al Hawi (Abul Hasan Al Mawardi rahimahullah)
berkata : “Tidak boleh menziarahi kuburan orang kafir.” Dan ini adalah
pendapat yang salah. ] (Ahkamul Janaiz halaman 229-234)
Syaikh Mushthafa Al
Adawi hafidhahullah dalam Jami’ Ahkamin Nisa’ setelah
membawakan alasan kedua belah pihak (yang melarang dan yang membolehkan
ziarah kubur bagi wanita) berkata : [ Kesimpulan dalam hal ini --dan
ilmunya hanya pada Allah-- dan melihat dalil-dalil yang membolehkan dan
melarang adalah kita berpendapat sebagai berikut :
Pertama : Hadits-hadits
yang membolehkan lebih shahih daripada hadits-hadits yang melarang. Dan tidak
ada hadits yang kuat dalam melarang kecuali hadits :
“Semoga Allah melaknat
wanita-wanita yang sering ziarah kubur.”
Kedua : Telah
diterangkan bahwa lafadh ‘zawwarat’ maknanya adalah wanita yang sering
ziarah kubur, maka tidak termasuk di dalamnya wanita yang hanya berziarah
sekali-kali.
Ketiga : Hadits : “Semoga
Allah melaknat wanita-wanita yang sering ziarah kubur.” Disebutkan oleh
sebagian ulama bahwa hadits ini telah mansukh (dihapus) dengan hadits
: “Dulu aku pernah melarang kalian berziarah ke kubur, sekarang
berziarahlah, karena ziarah kubur akan mengingatkan kepada akhirat.” Dan
wanita jelas juga butuh mengingat akhirat seperti pria.
Keempat : Apa yang
dipahami oleh ‘Aisyah radliyallahu 'anha dan dia adalah seorang wanita
--bahkan ibu para wanita dan ibu kita (kaum pria)-- yang perintah berkaitan
dengan mereka (para wanita) juga menerangkan bahwa Rasulullah mengajarkan apa
yang harus diucapkannya jika datang ke kuburan. Dan ‘Aisyah sendiri juga
berziarah ke kubur saudaranya. Semua ini menunjukkan bolehnya seorang wanita
berziarah ke kubur dan ini menguatkan pendapat yang membolehkan itu. Wallahu
A’lam. ] (Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/580)
LARANGAN
BAGI WANITA UNTUK SERING-SERING BERZIARAH
Syaikh Al Albani
menyebutkan : [ Akan tetapi tidak boleh bagi para wanita untuk
sering-sering berziarah kubur karena itu akan membawa kepada hal-hal yang
melanggar syariat, seperti : Berteriak-teriak, tabaruj, menjadikan kubur
sebagai tempat pertemuan, dan menyia-nyiakan waktu dengan ucapan-ucapan yang
sia-sia sebagaimana tampak pada hari ini di sebagian negeri kaum Muslimin.
Insya Allah inilah yang dimaukan dalam hadits yang masyhur :
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (dalam riwayat lain : Allah) melaknat
wanita-wanita yang sering berziarah ke kubur. (Hadits ini
diriwayatkan dari beberapa shahabat seperti Abu Hurairah, Hasan bin Tsabit,
dan ‘Abdullah bin Abbas radliyallahu 'anhum. Diriwayatkan oleh
Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain)
Imam Tirmidzi rahimahullah
berkata : “Hadits ini hasan shahih.” Sebagian ulama berpendapat bahwa ini
sebelum dibolehkannya berziarah oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
Ketika ziarah kubur telah diperbolehkan maka masuk dalam kebolehan itu pria
dan wanita. Sebagian mereka (ulama) berkata bahwa beliau Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam memakruhkan wanita untuk berziarah karena kurangnya
kesabaran mereka dan sukanya mereka berkeluh kesah. ]
Jika masalahnya
demikian, lafadh ini (wanita yang sering ziarah) menunjukkan bahwa yang
dilaknat hanyalah wanita yang banyak ziarah sedangkan wanita yang tidak
sering ziarah tidak terkena laknat. Maka tidak boleh hadits yang khusus ini
membantah hadits-hadits umum yang menunjukkan disunnahkannya ziarah kubur
bagi wanita. Masing-masing dari hadits-hadits tersebut diamalkan pada tempatnya.
Cara penjama’an (dikompromikan) ini lebih bagus daripada cara naskh
(penghapusan salah satunya), dengan cara seperti ini segolongan ulama
berpendapat.
Imam Qurthubi rahimahullah
berkata : “Laknat yang tersebut dalam hadits adalah bagi wanita yang sering
berziarah larena bentuk katanya demikian. Mungkin sebab yang membawa ke sana
adalah wanita itu akan menyia-nyiakan hak suami dan bertabaruj serta
timbulnya suara jeritan dan sejenisnya. Ada yang berkata : ‘Jika telah aman
semua itu, tidak ada halangan untuk mengijinkan mereka karena mengingat mati
dibutuhkan oleh pria dan wanita’.”
Dalam Nailul
Authar 4/95 Imam As Syaukani rahimahullah berkata : “Dan ini
adalah ucapan yang pantas untuk dijadikan pegangan di dalam mengkompromikan
hadits-hadits yang bertentangan dalam bab ini secara dhahirnya.” ] (Ahkamul
Janaiz 235-237)
Telah berkata
Syaikh Mushthafa Al Adawi hafidhahullah : [ Perhatikan :
1. Jika diketahui dari
keadaan para wanita kalau mereka pergi ke kubur akan berteriak-teriak,
meratap-ratap, dan melakukan bid’ah dan keharaman maka haram ketika itu bagi
mereka untuk berziarah ke kubur. Menolak bahaya lebih didahulukan daripada
mendapatkan kebaikan.
2. Jika diketahui dari
keadaan mereka yang demikian itu bahwa kalau mereka pergi ziarah ke sebagian
orang yang dianggap shalih dan wali Allah mereka akan melakukan permohonan
untuk dihilangkan bahaya, menunaikan keperluan, dan menghilangkan kesusahan
serta yang sejenisnya maka ini adalah syirik. Dan ketika itu diharamkan bagi
para wanita untuk berziarah.
3. Jika para wanita
pergi dengan tabaruj dan menggunakan parfum maka juga haram bagi mereka untuk
keluar ziarah.
4. Jika para wanita
mengkhususkan untuk berziarah ke kubur pada hari itu sebagaimana yang terjadi
dengan mengkhususkan hari Jum’at dan hari-hari besar atau sejenisnya maka ini
termasuk bid’ah yang Allah tidak menurunkan keterangan atasnya. Semoga Allah
memberikan bimbingan untuk kita dalam mengikuti Al Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam. ] (Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/581)
Dari
keterangan-keterangan di atas jelas bagi kita bahwa dibolehkan bagi para
wanita untuk ziarah kubur dengan adab-adab sebagai berikut :
1. Tidak
sering-sering.
2. Tanpa bertabaruj.
3. Tidak mengeluarkan
kata-kata yang salah, seperti meratap, menjerit-jerit, terlebih lagi
melakukan kesyirikan seperti meminta kepada si mayit, beristighatsah
kepadanya, dan lain-lain.
4. Menunaikan adab
seperti adab wanita Muslimah keluar rumah.
5. Mengambil pelajaran
dan untuk mengingat akhirat. Dan dibolehkan bagi wanita berziarah ke kuburan
keluarganya yang kafir hanya untuk mengambil pelajaran dengan dalil :
Dari Abu Hurairah
radliyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berziarah ke
kubur ibunya. Kemudian beliau menangis dan tangisan itu membuat orang di
sekitarnya ikut menangis. Beliau berkata : “Aku memohon ijin kepada Allah
untuk memohonkan ampunan bagi ibuku tapi Allah menolaknya. Dan aku meminta
ijin untuk menziarahi kuburnya maka diijinkan. Berziarahlah kalian ke kubur
karena itu akan mengingatkan kepada mati.” (HR. Muslim, Abu
Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, dan lain-lain)
6. Tidak melakukan
bid’ah-bid’ah seperti :
a. Berziarah dengan dikhususkan
hari-harinya.
b. Tegak di depan kubur dan meletakkan
tangan seperti orang shalat kemudian duduk.
c. Tayammum untuk
berziarah.
d. Membaca Al Fatihah untuk si mayit.
e. Membaca surat Yasin untuk si mayit.
f. Bertahlil ketika
melewati kubur.
g. Kirim salam kepada Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam melalui orang yang berziarah ke kubur beliau.
h. Menghadiahkan pahala kepada si mayit.
i. Menghadiahkan
pahala kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
j. Dan lain-lain, yang
jelas kalau tidak dicontohkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam
ibadah jangan dilakukan.
7. Jika menziarahi
kuburan orang kafir jangan mengucapkan salam tapi memberikan kabar dengan
neraka kepadanya. Dengan dalil sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :
“Di mana saja
engkau melewati kuburan orang kafir berikan kabar gembira dengan neraka
kepadanya.”
(Lihat As Shahihah : 18)
8. Tidak berjalan di
antara kuburan Muslim dengan memakai sandal berdasarkan hadits Basyir bin
Khushashiyah yaitu ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam melihat
ada yang memakai sandal, beliau bersabda :
“Wahai yang memakai
sandal dari kulit lemparkanlah keduanya!” Maka orang itu melihat, ketika dia
tahu bahwa itu adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dia lepaskan
sandalnya dan melemparkan keduanya. (HR. Ashhabus Sunan)
Al Hafidh berkata
dalam Fathul Bari 3/160 : “Hadits ini menunjukkan makruhnya
berjalan di antara kuburan dengan memakai sandal. Ibnu Hazm telah melakukan
keganjilan dengan menyatakan diharamkan berjalan di antara kuburan dengan
memakai sandal kulit, adapun yang selain itu boleh! Ini adalah kedangkalan
berfikir (jumud) yang parah.” (Ahkamul Janaiz halaman 252)
TUJUAN
ZIARAH KUBUR
Ziarah kubur
memiliki dua tujuan, yaitu :
Pertama, penziarah
mengambil manfaat dengan mengingat mati dan orang yang mati. Dan tempat
mereka ke Surga atau ke neraka.
Kedua, si mayit
mendapat kebaikan dengan perbuatan baik dan salam untuknya serta mendapat doa
permohonan ampunan. Dan ini khusus untuk mayat yang Muslim. (Ahkamul
Janaiz halaman 239)
DOA-DOA
ZIARAH KUBUR
Ada beberapa doa
yang shahih yang dituntunkan untuk diucapkan ketika berziarah ke kubur, namun
kami cukupkan dengan menyebutkan dua saja di antaranya :
“Semoga keselamatan
tercurah bagi kalian wahai penghuni tempat kaum Mukminin. Kami dan kalian
serta apa yang dijanjikan besok adalah orang yang ditangguhkan. Dan kami
insya Allah akan menyusul kalian. Ya Allah ampunilah penghuni kubur … .” (HR. Muslim,
Nasa’i, dan lain-lain)
“Semoga keselamatan
tercurah kepada penghuni kubur ini dari kalangan Mukminin dan Muslimin dan
semoga Allah merahmati orang yang telah duluan dari kami dan yang belakangan
dan kami insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim dan
lain-lain)
(Lihat Ahkamul
Janaiz halaman 239-240)
Wallahu A’lam Bis
Shawab.
|
Minggu, 02 Desember 2012
Home »
» Hukum dan Adab Ziarah Kubur Bagi Wanita
0 komentar:
Posting Komentar