Minggu, 02 Desember 2012

Hukum dan Adab Ziarah Kubur Bagi Wanita


Hukum Dan Adab Ziarah Kubur Bagi Wanita
Muhammad Ali bin Ismail Piliang Al Medani
[MUSLIMAH XXV/1418/1998/KAJIAN KITA]
Ziarah kubur merupakan perkara yang disyariatkan dalam agama kita dengan tujuan agar orang yang melakukannya dapat mengambil pelajaran dengannya dan dapat mengingat akhirat. Syaratnya adalah dengan tidak mengatakan di sisi kuburan tersebut ucapan-ucapan yang bisa membuat Allah Subhanahu wa Ta'ala murka, seperti berdoa kepada si ‘penghuni’ kuburan, memohon pertolongan kepadanya, memberi tazkiyah (jaminan) kepada penghuni kuburan, dan memastikan dia masuk Surga atau sejenisnya. (Ahkamul Janaiz halaman 227)
Sebelum kita berbicara tentang adab ziarah kubur bagi wanita, terlebih dahulu perlu sekali kita tahu hukumnya. Boleh atau tidak? Sebab tidak ada gunannya kita berbicara tentang adab bagi wanita kalau ternyata hukum syariat tidak membolehkannya.

Sunnahnya Ziarah Kubur
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
http://www.geocities.ws/dmgto/muslimah201/ziarah_files/1.gif
“Dulu aku pernah melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah kalian. Karena ziarah kubur akan mengingatkan kepada akhirat. Dan hendaklah berziarah itu menambah kebaikan buat kalian. Maka barangsiapa yang ingin berziarah silakan berziarah dan janganlah kalian mengatakan perkataan yang bathil (hujran).” (HR. Muslim, Abu Dawud, Al Baihaqi, An Nasa’i, dan Ahmad)

Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Al Majmu’ 5/310 : “Hujran artinya ucapan yang bathil. Larangan pertama (untuk ziarah kubur, pent.) karena masih barunya mereka meninggalkan kejahiliyahan dan mungkin karena mereka suka mengatakan ucapan jahiliyah. Maka ketika telah kokoh dasar-dasar Islam, kuat hukum-hukumnya, dan menyebar tanda-tandanya, dibolehkan berziarah bagi mereka.”

“Tidak diragukan lagi bahwa apa yang dilakukan orang-orang awam dan selainnya ketika berziarah dengan berdoa kepada si mayit, beristighatsah kepadanya, dan meminta kepada Allah dengan haknya mayit adalah ucapan bathil (hujran) yang paling besar. Maka wajib bagi ulama untuk menjelaskan hukum tentang itu. Juga menjelaskan cara ziarah yang sesuai dengan syariat kepada mereka dan tujuan ziarah itu.” Demikian yang ditegaskan oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Ahkamul Janaiz halaman 227.

Imam Shan’ani rahimahullah menyatakan dalam Subulus Salam 2/162 setelah menyebutkan hadits-hadits tentang ziarah dan hikmahnya : “Semuanya menunjukkan disyariatkannya ziarah kubur dan menerangkan hikmahnya yaitu untuk mengambil pelajaran … . Dan jika kosong dari hal ini (maka) tidak terpenuhi tujuan syariat.”
Sebenarnya masih banyak lagi hadits tentang ziarah kubur namun kami cukupkan penyebutan satu hadits di atas.

Wanita Sama Dengan Pria Dalam Disunnahkannya Ziarah Kubur

Tentang persamaan hukum ziarah kubur antara wanita dan pria ini, Asy Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Ahkamul Janaiz halaman 229 menyatakan : [ Itu karena beberapa bentuk atau sisi :

Pertama, karena keumuman perintah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : “ … maka berziarahlah kalian ke kubur.” Berarti wanita juga termasuk di dalamnya. Penjelasannnya, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tatkala melarang ziarah kubur pada awalnya tidak diragukan lagi bahwa larangan itu juga mencakup pria dan wanita sekaligus. Maka ketika beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Aku dulu melarang kalian berziarah ke kubur.” Dipahami bahwa yang dimaukan beliau adalah jenis pria dan wanita secara pasti. Dan beliau memberikan khabar kepada mereka tentang awal kejadian dengan melarang pria dan wanita. Jika perkaranya demikian, maka pasti ucapan kedua (yakni pembolehan) juga mencakup jenis pria dan wanita. Dan yang menguatkan pendapat ini adalah lanjutan dari hadits tersebut yang diriwayatkan oleh Muslim, yaitu : “Dulu aku melarang kalian tentang daging sembelihan yang lewat tiga hari maka peganglah apa-apa yang tampak pada kalian. Dulu aku juga melarang nabiz untuk diminum maka minumlah sekarang semuanya dan jangan meminum yang memabukkan.” Saya (Al Albani) katakan : Ucapan semua ini juga berlaku terhadap dua jenis (yakni pria dan wanita) secara pasti, sebagaimana ucapan pertama : “Dulu aku melarang kalian.” Jika ada yang berkata, ucapan dalam kalimat “sekarang berziarahlah” adalah khusus untuk pria maka akan rusak susunan bahasa dan keindahannya. Juga tidak pantas hal itu ditujukan kepada pemilik ucapan (Jawami’ul Kalim) yang singkat padat ini. (Jawami’ul Kalim yakni Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam).

Kedua, saling berserikatnya para wanita dengan pria dalam ‘illat (penyebabnya) yang karena itu disyariatkan ziarah kubur yaitu dalam riwayat : “Karena ziarah kubur bisa melunakkan hati, meneteskan air mata, dan mengingatkan kepada akhirat.”

Ketiga, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam membolehkan bagi wanita untuk berziarah ke kuburan. Dalam dua hadits yang dihapal oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radliyallahu 'anha disebutkan :
Dari ‘Abdullah bin Abi Mulaikah ia berkata : Sesungguhnya ‘Aisyah pulang dari pekuburan pada suatu hari. Maka aku bertanya kepadanya : “Wahai Ummul Mukminin, darimanakah engkau?” Ia menjawab : “Dari kuburan ‘Abdurrahman bin Abi Bakar.” Maka aku katakan kepadanya : “Bukankah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam melarang ziarah kubur?” Ia menjawab : “Benar, tapi kemudian beliau menyuruh berziarah ke kubur.” (HR. Hakim, Al Baihaqi, Ibnu ‘Abdil Barr, Ibnu Majah, dan Ibnu Abi Dunya. Al Hakim mendiamkan hadits ini. Adz Dzahabi berkata shahih, Al Bushiri berkata dalam Az Zawaid 1/988 : Sanadnya shahih, rijalnya tsiqat. Saya (Al Albani) berkata : Hadits ini keadaannya memang seperti yang mereka berdua katakan)

Dari Muhammad bin Qais bin Makramah bin Al Muththalib, ia berkata pada suatu hari : Maukah kalian kuceritakan tentangku dan tentang ibuku? Maka kami mengira dia memaksudkan ibu yang melahirkannya. Dia berkata : ’Aisyah pernah berkata : “Maukah kalian aku ceritakan tentangku dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam?” Maka kami menjawab : “Tentu.” ‘Aisyah lalu berkata : Ketika pada malam giliranku, beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ada bersamaku. Beliau berbalik meletakkan selendang dan melepaskan dua sandalnya serta meletakkannya di bawah kakinya. Kemudian membentangkan ujung sarungnya di atas tempat tidur. Lalu berbaring. Tidak berapa lama setelah itu beliau mengira aku telah tidur. Maka beliau memakai selendang dan sandalnya secara pelan-pelan. Setelah itu beliau membuka pintu dan menutupnya kembali dengan pelan. Maka akupun melepas pakaian rumah dan memakai tutup kepala serta bertopeng dengan sarungku. Lalu pergi membuntuti beliau sampai tiba di Baqi’. Beliau tegak dengan lama di tempat itu dan mengangkat kedua tangannya tiga kali. Kemudian beliau berpaling (berbalik untuk kembali ke rumah), akupun berpaling. Beliau berjalan cepat, aku juga berjalan cepat. Beliau berlari, aku juga berlari. Hingga beliau akan sampai (ke rumah), aku juga demikian. Maka akupun mendahului beliau lalu masuk ke rumah dan berbaring. Kemudian beliau masuk dan berkata : “Ada apa denganmu, wahai ‘Aisyah? Seakan-akan isi perutmu terangkat karena berlari cepat?” Aku menjawab : “Tidak ada apa-apa wahai Rasulullah.” Beliau berkata : “Engkau katakan atau Allah yang akan menceritakan sebenarnya kepadaku.” Aku berkata : “Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku.” Maka aku ceritakan kejadiannya. Beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berkata : “Berarti engkau benda hitam yang kulihat di depanku tadi?” Aku menjawab : “Benar.” Maka beliau memukul dadaku dengan pukulan yang menyakitkanku, lalu beliau bersabda : “Apakah engkau mengira Allah akan berbuat aniaya kepadamu dan Rasul-Nya juga berbuat demikian?” Aku berkata : “Bagaimanapun disembunyikan oleh manusia akan diketahui juga oleh Allah.” Beliau berkata : “Jibril mendatangiku kemudian memanggilku maka aku menjawabnya. Dan dia tidak mau masuk karena ada engkau karena engkau sudah melepas pakaianmu. Aku mengira engkau telah tidur dan aku tidak suka membangunkanmu. Aku khawatir engkau merasa tidak senang. Maka Jibril berkata : ‘Sesungguhnya Rabbmu menyuruhmu datang ke penghuni Baqi’ dan memohonkan ampun untuk mereka’.”
Aku (‘Aisyah) berkata : “Apa yang harus aku ucapkan kepada mereka (penghuni kuburan) wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Katakanlah :

Semoga keselamatan tercurah bagi para penghuni kuburan ini dari kalangan Mukminin dan Muslimin. Dan semoga Allah merahmati orang yang terdahulu dan orang yang belakangan dari kita. Dan kami Insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim, An Nasa’i, Abdurrazzaq, dan Ahmad)

Hadits ini dijadikan dalil oleh Al Hafidh dalam At Talkhish 5/248 tentang bolehnya berziarah bagi wanita. Dan ini adalah dhahir hadits. Hadits ini menguatkan pendapat bahwasanya rukhshah untuk berziarah kubur setelah sebelumnya dilarang juga mencakup para wanita. Dan kisah itu terjadi di Madinah karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah tinggal bersama ‘Aisyah. Sedangkan larangan ziarah kubur terjadi ketika masih di Makkah. Kita tetap menegaskan hal ini walau kita tidak tahu sejarah yang menguatkannya karena kesimpulan yang benar menguatkan hal tersebut yaitu ucapan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : “Dulu aku melarang kalian.” Sabda Nabi ini tidak bisa dipahami bahwa larangan ziarah kubur ditetapkan di Madinah bukan di Makkah yang memang di sana kebanyakan yang disyariatkan adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan tauhid dan akidah. Dan larangan ziarah ketika itu adalah untuk menutup pintu bahaya (saddudz dzari’ah) menuju kesyirikan dan jelas dicetuskan ketika periode Mekkah sebab para shahabat baru meninggalkan jahiliyah dan baru masuk Islam. Hingga ketika tauhid telah kokoh di dalam hati-hati mereka dan setelah mereka tahu jenis-jenis syirik yang mengakibatkan kerusakan tauhid maka setelah itu beliaupun membolehkan ziarah kubur. Adapun kalau beliau membiarkan mereka selama periode Makkah dalam kebiasaan mereka berziarah kemudian beliau melarang mereka untuk melakukan hal itu di Madinah maka ini jauh sekali dari hikmah syariat. Oleh karena itu kita menetapkan bahwa larangan tersebut dilontarkan ketika masih di Makkah. Jika demikian maka ijin beliau kepada ‘Aisyah untuk berziarah di Madinah adalah dalil yang jelas tentang apa yang kita sebutkan.
Perhatikanlah, karena hal itu membuat sesuatu dalam hati. Dan saya (Al Albani) belum melihat ada yang mensyarah seperti ini. Jika saya benar itu dari Allah, jika salah dari diriku.

Keempat, ucapan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam kepada seorang wanita yang beliau lihat berada di sisi kuburan, dalam hadits Anas radliyallahu 'anhu :

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pernah melewati seorang wanita yang menangis di sisi kuburan maka beliau bersabda : “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah … .” (HR. Bukhari dan lain-lain)
Al Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul Bari : “Sisi yang dijadikan argumen dari hadits ini adalah beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak mengingkari duduknya wanita tersebut di sisi kuburan dan ucapan beliau adalah hujjah.”

Dalam Al Umdah 3/76, Al ‘Aini rahimahullah berkata : “Dalam hadits ini ada pembolehan ziarah kubur secara mutlak. Sama saja apakah yang berziarah pria atau wanita dan apakah yang diziarahi Muslim atau kafir. Karena tidak adanya pemisahan dalam hal itu.” Al Hafidh juga menyebutkan demikian di akhir ucapannya tentang hadits di atas.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan bahwasanya Jumhur berpendapat ‘boleh’ yakni ziarah kubur bagi wanita. Pengarang Al Hawi (Abul Hasan Al Mawardi rahimahullah) berkata : “Tidak boleh menziarahi kuburan orang kafir.” Dan ini adalah pendapat yang salah. ] (Ahkamul Janaiz halaman 229-234)

Syaikh Mushthafa Al Adawi hafidhahullah dalam Jami’ Ahkamin Nisa’ setelah membawakan alasan kedua belah pihak (yang melarang dan yang membolehkan ziarah kubur bagi wanita) berkata : [ Kesimpulan dalam hal ini --dan ilmunya hanya pada Allah-- dan melihat dalil-dalil yang membolehkan dan melarang adalah kita berpendapat sebagai berikut :

Pertama : Hadits-hadits yang membolehkan lebih shahih daripada hadits-hadits yang melarang. Dan tidak ada hadits yang kuat dalam melarang kecuali hadits :
“Semoga Allah melaknat wanita-wanita yang sering ziarah kubur.”

Kedua : Telah diterangkan bahwa lafadh ‘zawwarat’ maknanya adalah wanita yang sering ziarah kubur, maka tidak termasuk di dalamnya wanita yang hanya berziarah sekali-kali.

Ketiga : Hadits : “Semoga Allah melaknat wanita-wanita yang sering ziarah kubur.” Disebutkan oleh sebagian ulama bahwa hadits ini telah mansukh (dihapus) dengan hadits : “Dulu aku pernah melarang kalian berziarah ke kubur, sekarang berziarahlah, karena ziarah kubur akan mengingatkan kepada akhirat.” Dan wanita jelas juga butuh mengingat akhirat seperti pria.

Keempat : Apa yang dipahami oleh ‘Aisyah radliyallahu 'anha dan dia adalah seorang wanita --bahkan ibu para wanita dan ibu kita (kaum pria)-- yang perintah berkaitan dengan mereka (para wanita) juga menerangkan bahwa Rasulullah mengajarkan apa yang harus diucapkannya jika datang ke kuburan. Dan ‘Aisyah sendiri juga berziarah ke kubur saudaranya. Semua ini menunjukkan bolehnya seorang wanita berziarah ke kubur dan ini menguatkan pendapat yang membolehkan itu. Wallahu A’lam. ] (Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/580)

LARANGAN BAGI WANITA UNTUK SERING-SERING BERZIARAH

Syaikh Al Albani menyebutkan : [ Akan tetapi tidak boleh bagi para wanita untuk sering-sering berziarah kubur karena itu akan membawa kepada hal-hal yang melanggar syariat, seperti : Berteriak-teriak, tabaruj, menjadikan kubur sebagai tempat pertemuan, dan menyia-nyiakan waktu dengan ucapan-ucapan yang sia-sia sebagaimana tampak pada hari ini di sebagian negeri kaum Muslimin. Insya Allah inilah yang dimaukan dalam hadits yang masyhur :

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (dalam riwayat lain : Allah) melaknat wanita-wanita yang sering berziarah ke kubur. (Hadits ini diriwayatkan dari beberapa shahabat seperti Abu Hurairah, Hasan bin Tsabit, dan ‘Abdullah bin Abbas radliyallahu 'anhum. Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain)

Imam Tirmidzi rahimahullah berkata : “Hadits ini hasan shahih.” Sebagian ulama berpendapat bahwa ini sebelum dibolehkannya berziarah oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Ketika ziarah kubur telah diperbolehkan maka masuk dalam kebolehan itu pria dan wanita. Sebagian mereka (ulama) berkata bahwa beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memakruhkan wanita untuk berziarah karena kurangnya kesabaran mereka dan sukanya mereka berkeluh kesah. ]

Jika masalahnya demikian, lafadh ini (wanita yang sering ziarah) menunjukkan bahwa yang dilaknat hanyalah wanita yang banyak ziarah sedangkan wanita yang tidak sering ziarah tidak terkena laknat. Maka tidak boleh hadits yang khusus ini membantah hadits-hadits umum yang menunjukkan disunnahkannya ziarah kubur bagi wanita. Masing-masing dari hadits-hadits tersebut diamalkan pada tempatnya. Cara penjama’an (dikompromikan) ini lebih bagus daripada cara naskh (penghapusan salah satunya), dengan cara seperti ini segolongan ulama berpendapat.
Imam Qurthubi rahimahullah berkata : “Laknat yang tersebut dalam hadits adalah bagi wanita yang sering berziarah larena bentuk katanya demikian. Mungkin sebab yang membawa ke sana adalah wanita itu akan menyia-nyiakan hak suami dan bertabaruj serta timbulnya suara jeritan dan sejenisnya. Ada yang berkata : ‘Jika telah aman semua itu, tidak ada halangan untuk mengijinkan mereka karena mengingat mati dibutuhkan oleh pria dan wanita’.”

Dalam Nailul Authar 4/95 Imam As Syaukani rahimahullah berkata : “Dan ini adalah ucapan yang pantas untuk dijadikan pegangan di dalam mengkompromikan hadits-hadits yang bertentangan dalam bab ini secara dhahirnya.” ] (Ahkamul Janaiz 235-237)

Telah berkata Syaikh Mushthafa Al Adawi hafidhahullah : [ Perhatikan :

1.     Jika diketahui dari keadaan para wanita kalau mereka pergi ke kubur akan berteriak-teriak, meratap-ratap, dan melakukan bid’ah dan keharaman maka haram ketika itu bagi mereka untuk berziarah ke kubur. Menolak bahaya lebih didahulukan daripada mendapatkan kebaikan.
2.     Jika diketahui dari keadaan mereka yang demikian itu bahwa kalau mereka pergi ziarah ke sebagian orang yang dianggap shalih dan wali Allah mereka akan melakukan permohonan untuk dihilangkan bahaya, menunaikan keperluan, dan menghilangkan kesusahan serta yang sejenisnya maka ini adalah syirik. Dan ketika itu diharamkan bagi para wanita untuk berziarah.
3.     Jika para wanita pergi dengan tabaruj dan menggunakan parfum maka juga haram bagi mereka untuk keluar ziarah.
4.     Jika para wanita mengkhususkan untuk berziarah ke kubur pada hari itu sebagaimana yang terjadi dengan mengkhususkan hari Jum’at dan hari-hari besar atau sejenisnya maka ini termasuk bid’ah yang Allah tidak menurunkan keterangan atasnya. Semoga Allah memberikan bimbingan untuk kita dalam mengikuti Al Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. ] (Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/581)
Dari keterangan-keterangan di atas jelas bagi kita bahwa dibolehkan bagi para wanita untuk ziarah kubur dengan adab-adab sebagai berikut :
1.      Tidak sering-sering.
2.      Tanpa bertabaruj.
3.      Tidak mengeluarkan kata-kata yang salah, seperti meratap, menjerit-jerit, terlebih lagi melakukan kesyirikan seperti meminta kepada si mayit, beristighatsah kepadanya, dan lain-lain.
4.      Menunaikan adab seperti adab wanita Muslimah keluar rumah.
5.      Mengambil pelajaran dan untuk mengingat akhirat. Dan dibolehkan bagi wanita berziarah ke kuburan keluarganya yang kafir hanya untuk mengambil pelajaran dengan dalil :

Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berziarah ke kubur ibunya. Kemudian beliau menangis dan tangisan itu membuat orang di sekitarnya ikut menangis. Beliau berkata : “Aku memohon ijin kepada Allah untuk memohonkan ampunan bagi ibuku tapi Allah menolaknya. Dan aku meminta ijin untuk menziarahi kuburnya maka diijinkan. Berziarahlah kalian ke kubur karena itu akan mengingatkan kepada mati.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, dan lain-lain)

6.      Tidak melakukan bid’ah-bid’ah seperti :
a.    Berziarah dengan dikhususkan hari-harinya.
b.    Tegak di depan kubur dan meletakkan tangan seperti orang shalat kemudian duduk.
c.     Tayammum untuk berziarah.
d.    Membaca Al Fatihah untuk si mayit.
e.    Membaca surat Yasin untuk si mayit.
f.      Bertahlil ketika melewati kubur.
g.    Kirim salam kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam melalui orang yang berziarah ke kubur beliau.
h.    Menghadiahkan pahala kepada si mayit.
i.       Menghadiahkan pahala kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
j.      Dan lain-lain, yang jelas kalau tidak dicontohkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam ibadah jangan dilakukan.
7.      Jika menziarahi kuburan orang kafir jangan mengucapkan salam tapi memberikan kabar dengan neraka kepadanya. Dengan dalil sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :
    “Di mana saja engkau melewati kuburan orang kafir berikan kabar   gembira dengan neraka kepadanya.” (Lihat As Shahihah : 18)

8.      Tidak berjalan di antara kuburan Muslim dengan memakai sandal berdasarkan hadits Basyir bin Khushashiyah yaitu ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam melihat ada yang memakai sandal, beliau bersabda :

“Wahai yang memakai sandal dari kulit lemparkanlah keduanya!” Maka orang itu melihat, ketika dia tahu bahwa itu adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dia lepaskan sandalnya dan melemparkan keduanya. (HR. Ashhabus Sunan)

Al Hafidh berkata dalam Fathul Bari 3/160 : “Hadits ini menunjukkan makruhnya berjalan di antara kuburan dengan memakai sandal. Ibnu Hazm telah melakukan keganjilan dengan menyatakan diharamkan berjalan di antara kuburan dengan memakai sandal kulit, adapun yang selain itu boleh! Ini adalah kedangkalan berfikir (jumud) yang parah.” (Ahkamul Janaiz halaman 252)

TUJUAN ZIARAH KUBUR
Ziarah kubur memiliki dua tujuan, yaitu :
Pertama, penziarah mengambil manfaat dengan mengingat mati dan orang yang mati. Dan tempat mereka ke Surga atau ke neraka.
Kedua, si mayit mendapat kebaikan dengan perbuatan baik dan salam untuknya serta mendapat doa permohonan ampunan. Dan ini khusus untuk mayat yang Muslim. (Ahkamul Janaiz halaman 239)
DOA-DOA ZIARAH KUBUR
Ada beberapa doa yang shahih yang dituntunkan untuk diucapkan ketika berziarah ke kubur, namun kami cukupkan dengan menyebutkan dua saja di antaranya :

“Semoga keselamatan tercurah bagi kalian wahai penghuni tempat kaum Mukminin. Kami dan kalian serta apa yang dijanjikan besok adalah orang yang ditangguhkan. Dan kami insya Allah akan menyusul kalian. Ya Allah ampunilah penghuni kubur … .” (HR. Muslim, Nasa’i, dan lain-lain)

“Semoga keselamatan tercurah kepada penghuni kubur ini dari kalangan Mukminin dan Muslimin dan semoga Allah merahmati orang yang telah duluan dari kami dan yang belakangan dan kami insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim dan lain-lain)
(Lihat Ahkamul Janaiz halaman 239-240)
Wallahu A’lam Bis Shawab.



0 komentar:

Posting Komentar