ANKABUT
Barang siapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu
adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-2 Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari alam semesta alam. (QS Al-Ankabut : 6).
ASUMSI POLITIK
Setiap konsep dan teori bermula dari sejumlah anggapan dasar
(asumsi) yang menjadi titik tolak kerangka berpikirnya.
Pandangan fungsionalisme dalam politik berawal dari asumsi
bahwa masyarakat dan system politik mengandung bagian-2 yang berbeda fungsi.
Namun bagian-2 itu tergantung satu sama lain.
Akibatnya, masyarakat dan system politik selalu berada dalam
keadaan berkeseimbangan dan konsensus, dank arena itu stabil.
Sebaliknya pandangan konflik bermula dari asumsi bahwa
masing-2 sistem politik selalu berada dalam keadaan ketidak seimbangan dan
konflik.
Atas dasar itu, maka tidak stabil.
Jadi, salah satu factor penting yang membedakan suatu teori
dari teori lain terletak pada asumsi-2 yang mendasarinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka asumsi-2 yang mendasari:
1.
Setiap masyarakat menghadapi kelangkaan dan
keterbatasan sumber-2 sehingga konflik timbul dalam proses penentuan
distribusi;
2.
Kelompok yang dominan dalam masyarakat ikut
serta dalam proses pendistribusian dan pengalokasian sumber-2 melalui keputusan
politik sebagai upaya menegakkan pelaksanaan keputusan politik;
3.
Pemerintah mengalokasikan sumber-2 yang langka
pada beberapa kelompok dan individu, tetapi mengurangi atau tak mengalokasikan
sumber-sumber itu kepada kelompok dan individu yang lain;
Oleh karena itu, kebijakan-2 yang
dikeluarkan pemerintah tidak akan pernah menguntungkan semua pihak.
4.
Ada tekanan secara terus-menerus untuk
mengalokasikan sumber-2 yang langka.
Tekanan berupa:
a.
Petisi;
b.
Demonstrasi;
c.
Protes;
d.
Huru-hura;
e.
Dan perdebatan dalam proses pemilihan umum yang
berasal dari golongan yang tidak puas (tidak kebagian atau merasa dirugikan)
terhadap pola distribusi sumber yang ada merupakan gejala umum dalam
masyarakat.
5.
Meluasnya tekanan-2 maka kelompok atau
individu-2 yang mendapatkan keuntungan dari pola distribusi sumber yang ada
berupaya keras untuk mempertahankan struktur yang menguntungkan.
6.
Makin mampu penguasa meyakinkan masyarakat umum
bahwa system politik yang ada memiliki keabsahan (legitimasi) maka makin mantap
kedudukan penguasa dan kelompok yang diuntungkan dalam perjuangan mereka
menghadapi golongan yang menghendaki perubahan.
Pada setiap masyarakat, penguasa berusaha
mempertahankan kekuasaannya yang istimewa.
Upaya itu dilakukan mencari pembenaran
dalam bentuk:
a.
Ideologi;
b.
Mitos nasional;
c.
Ajaran agama;
d.
Dan formula-2 politik lainnya;
Maksudnya, penguasa acapkali
melakukan pembohongan atau setengah benar-setengah bohong untuk meyakinkan
masyarakat.
7.
Politk tetap merupakan the art of the possible.
Banyak kebijakan ideal yang dimaksudkan
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat ternyata hanya berupa
pemecahan yang semu sebab sulit dilaksanakan dalam kenyataan.
Dalam dunia nyata ada pelbagai kendala yang
berupa:
a.
Watak manusia;
b.
Kekuasaan;
c.
Pranata-2 sosial;
d.
Kelangkaan teknologi;
e.
Dan factor tak terduga yang lain yang membatasi
apa yang secara actual dapat dilakukan.
8.
Dalam politik tidak ada yang serba gratis.
Maksudnya setiap aksi yang dilakukan selalu
ada ongkos yang harus dibayar atau
resiko yang mesti ditanggung.
Setiap usul kebijakan untuk memecahkan
masalah selalu mengandung untung-rugi.
Sama halnya manusia yang sukar mengharapkan
tercapainya semua nilai dan tujuan yang ditetapkan karena tujuan yang satu akan
merugikan pada sisi yang lain.
Tuntutan perluasan demokrasi berupa control
masyarakat yang semakin besar atas penyelenggaraan pemerintahan, mungkin akan
mengurangi efektivitas pemerintahan.
Sementara itu pemerintahan yang semakin
efektif, mungkin menghendaki pertanggung jawaban pemerintah yang terbatas pada
masyarakat umum.
Lalu akhirnya, peranan penting yang
dimainkan manusia dalam proses politik.
Konflik untuk mendapatkan dan/atau
mempertahankan sumber-2 yang langka menjadi konflik antar manusia sebagai
individu maupun kelompok.
Manusialah yang menjadi subyek politik,
yang menggunakan lembaga-2 politik formal untuk memanipulasi dan mengendalikan
masyarakat, dan manusia pula yang menjadi objek politik, yang dikendalikan
penguasa dan menjadi ancaman kekuasaan penguasa.
Sumber:
Ramlan Surbakti, 1992, Memahami Ilmu Politik, Penerbit PT
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.