Senin, 17 November 2014

Asumsi Politik

ANKABUT

Barang siapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-2 Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta alam. (QS Al-Ankabut : 6).

ASUMSI POLITIK

Setiap konsep dan teori bermula dari sejumlah anggapan dasar (asumsi) yang menjadi titik tolak kerangka berpikirnya.

Pandangan fungsionalisme dalam politik berawal dari asumsi bahwa masyarakat dan system politik mengandung bagian-2 yang berbeda fungsi.

Namun bagian-2 itu tergantung satu sama lain.

Akibatnya, masyarakat dan system politik selalu berada dalam keadaan berkeseimbangan dan konsensus, dank arena itu stabil.

Sebaliknya pandangan konflik bermula dari asumsi bahwa masing-2 sistem politik selalu berada dalam keadaan ketidak seimbangan dan konflik.

Atas dasar itu, maka tidak stabil.

Jadi, salah satu factor penting yang membedakan suatu teori dari teori lain terletak pada asumsi-2 yang mendasarinya.

Berdasarkan uraian di atas, maka asumsi-2 yang mendasari:
1.       Setiap masyarakat menghadapi kelangkaan dan keterbatasan sumber-2 sehingga konflik timbul dalam proses penentuan distribusi;
2.       Kelompok yang dominan dalam masyarakat ikut serta dalam proses pendistribusian dan pengalokasian sumber-2 melalui keputusan politik sebagai upaya menegakkan pelaksanaan keputusan politik;

3.       Pemerintah mengalokasikan sumber-2 yang langka pada beberapa kelompok dan individu, tetapi mengurangi atau tak mengalokasikan sumber-sumber itu kepada kelompok dan individu yang lain;

Oleh karena itu, kebijakan-2 yang dikeluarkan pemerintah tidak akan pernah menguntungkan semua pihak.

4.       Ada tekanan secara terus-menerus untuk mengalokasikan sumber-2 yang langka.
Tekanan berupa:
a.       Petisi;
b.      Demonstrasi;
c.       Protes;
d.      Huru-hura;
e.      Dan perdebatan dalam proses pemilihan umum yang berasal dari golongan yang tidak puas (tidak kebagian atau merasa dirugikan) terhadap pola distribusi sumber yang ada merupakan gejala umum dalam masyarakat.

5.       Meluasnya tekanan-2 maka kelompok atau individu-2 yang mendapatkan keuntungan dari pola distribusi sumber yang ada berupaya keras untuk mempertahankan struktur yang menguntungkan.

6.       Makin mampu penguasa meyakinkan masyarakat umum bahwa system politik yang ada memiliki keabsahan (legitimasi) maka makin mantap kedudukan penguasa dan kelompok yang diuntungkan dalam perjuangan mereka menghadapi golongan yang menghendaki perubahan.

Pada setiap masyarakat, penguasa berusaha mempertahankan kekuasaannya yang istimewa.

Upaya itu dilakukan mencari pembenaran dalam bentuk:
a.       Ideologi;
b.      Mitos nasional;
c.       Ajaran agama;
d.      Dan formula-2 politik lainnya;
Maksudnya, penguasa acapkali melakukan pembohongan atau setengah benar-setengah bohong untuk meyakinkan masyarakat.

7.       Politk tetap merupakan the art of the possible.

Banyak kebijakan ideal yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat ternyata hanya berupa pemecahan yang semu sebab sulit dilaksanakan dalam kenyataan.

Dalam dunia nyata ada pelbagai kendala yang berupa:
a.       Watak manusia;
b.      Kekuasaan;
c.       Pranata-2 sosial;
d.      Kelangkaan teknologi;
e.      Dan factor tak terduga yang lain yang membatasi apa yang secara actual dapat dilakukan.

8.       Dalam politik tidak ada yang serba gratis.

Maksudnya setiap aksi yang dilakukan selalu ada ongkos yang harus dibayar  atau resiko yang mesti ditanggung.

Setiap usul kebijakan untuk memecahkan masalah selalu mengandung untung-rugi.

Sama halnya manusia yang sukar mengharapkan tercapainya semua nilai dan tujuan yang ditetapkan karena tujuan yang satu akan merugikan pada sisi yang lain.

Tuntutan perluasan demokrasi berupa control masyarakat yang semakin besar atas penyelenggaraan pemerintahan, mungkin akan mengurangi efektivitas pemerintahan.

Sementara itu pemerintahan yang semakin efektif, mungkin menghendaki pertanggung jawaban pemerintah yang terbatas pada masyarakat umum.

Lalu akhirnya, peranan penting yang dimainkan manusia dalam proses politik.

Konflik untuk mendapatkan dan/atau mempertahankan sumber-2 yang langka menjadi konflik antar manusia sebagai individu maupun kelompok.

Manusialah yang menjadi subyek politik, yang menggunakan lembaga-2 politik formal untuk memanipulasi dan mengendalikan masyarakat, dan manusia pula yang menjadi objek politik, yang dikendalikan penguasa dan menjadi ancaman kekuasaan penguasa.
 
Sumber:
Ramlan Surbakti, 1992, Memahami Ilmu Politik, Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.


0 komentar:

Posting Komentar