Kamis, 16 Februari 2012

Perbaikan Model Untuk Saudaraku di Lombok


Model
Etika dan Filsafat Kepemimpinan
Tatas, Tuhu, Trasna
dalam mendukung Pariwisata Lombok

A.           Pendahuluan
Sebagai makhluk sosial ciptaan Alloh Swt, manusia tidak pernah dapat hidup seorang diri, dimanapun, bilamanapun dan dalam keadaan bagaimanapun, manusia senantiasa memerlukan kerjasama dengan orang lain atau perlu berorganisasi untuk memecahkan masalah, dan dengan fitrahnya itulah sebagai makhluk yang tertinggi derajatnya di muka bumi ini dalam memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat mendasar (basic needs) maupun kebutuhan hidup lainnya (derived needs) yang kadang lebih banyak dan lebih beragam jenis dan sifatnya. 
Oleh karena itulah manusia memimpin dirinya senantiasa selalu masuk dalam organisasi atau mengembangkannya dengan perkumpulan sosial (social group) dan organisasi (social organization) demi memenuhi kebutuhannya, yang dilandasi atas etika maupun filsafat, sehingga mampu membedakan mana yang baik tau buruk, benar atau salah secara bijaksana, dalam mebawa akal (intelegensia) maupun emosional (emotional)nya.
Kemampuan manusia dalam memimpin dirinya yang potensian maupun memimpin orang lain untuk mempersatukan (to assimilate) khasanah akal, emosi secara bijaksana ke dalam ranah pariwisata yang didukung oleh kebudayaan, sumber daya alam (berkah dari Alloh Swt) dan perwujudan lingkungan social yang Tatas Tuhu Trasna dalam membentuk suatu lingkungan (humam ecology) yang madani merupakan dambaan bagian dari lingkungan hidup yang lebih luas (natural ecology) seluruh masyarakat Lombok. Pertanyaannya, Bagaimanakah mewujudkan  Etika dan Filsafat Kepemimpinan Tatas, Tuhu, Trasna dalam mendukung Pariwisata Lombok yang didukung oleh Pelajar, Mahasiswa, Pemuda dan Masyarakat Luas ? Berfikir itulah yang mencirikan hakekat manusia dan karena berfikirlah dia menjadi manusia, yang membuahkan pengetahuan.


B.           Etika (Ethic)
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani ethos mempunyai banyak arti: adat, watak atau kesusilaan, adat kebiasaan. Makna utama etika, adalah tingkah laku kesusilaan, berarti berkembang dari kebudayaan.   Sementara itu pengertian kata moral, yang secara etimologis berasal dari bahasa Latin mos dan jamaknya adalah mores berarti kebiasaan dan adat.  Dalam bahasa Indonesia, umumnya kata moral diidentikkan dengan kata etika. Sebagaimana yang disampaikan oleh Komaruddin Hidayat, etika adalah suatu teori ilmu pengetahuan yang mendiskusikan mengenai apa yang baik dan apa yang buruk berkenaan dengan perilaku manusia. 
Bila dirujukkan dengan penjelasan Pudjowijatno, bila moralitas sebagai objek materialnya, maka tindakan manusia yang dilakukannya dengan sengaja adalah objek formal dari etika,  dan perilaku sengaja inilah yang biasa pula dinamakan dengan tindakan akhlaki atau perilaku etis.  Dengan kata lain, etika merupakan usaha dengan akal budinya untuk menyusun teori mengenai penyelenggaraan hidup yang baik. Sementara moral lebih berkenaan dengan tingkah laku yang kongkrit, berbeda dengan etika yang bekerja pada level teori.
Atas dasar pengertian tersebut dapat ditarik garis batas dan garis hubungan etika dengan moral di satu pihak dan dengan akhlak pada pihak lain. Moral merupakan aturan-aturan normatif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu yang terbatas oleh ruang dan waktu. Dengan demikian moral lebih dekat dengan akhlak, meski tidak sepenuhnya, ketimbang dengan etika. Meski demikian mesti dikatakan bahwa karakteristika akhlak adalah bersifat agamis.  Dengan demikian kalau dibandingkan dengan penjelasan mengenai akhlak di atas, kiranya dapat diketahui bahwa etika lebih menunjuk pada ilmu akhlak, sedangkan moral lebih merupakan perbuatan konkrit realisasi dari kekuatan jiwa.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Etika adalah penyelidikan filsafat (bijaksana) mengenai kewajiban-2 manusia, dan tentang hal-hal yang baik dan buruk, bidang moral, dengan sasaran (focus) pada bagaimana manusia itu seharusnya bertingkah laku, baik untuk kepentingan dirinya sendiri maupun masyarakat. Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana berperilaku bijaksana itu ?


C.           Etika Kepemimpinan
Landasan kemampuan membedakan yang baik dan benar dalam teori kepemimpinan pada teori (Y), dan yang jelek dan salah pada teori (X) Douglas McGregor,  dalam rumusan, leadership: function, leader, follower, situation, atau (L: f,l,f,s) dan aplikasi kepemimpinan menjadi sangat penting. Hakekatnya berarti pemberdayaan sumber kepemimpinan yang  kita gunakan, dalam teori John French dan Bentran Raven ada 5 macam, yaitu: 1. Reward Power (daya menghargai), 2. Coercive Power (daya memaksa), 3. Legitimate Power (daya sah), 4. Expert Power (daya ahli), 5. Referent Power (daya referensi). 
Atas dasar tersebut dampak positifnya adalah akan diperoleh Charismatic Power (daya kharisma) dan Association Power (daya hubungan) serta Coalition Power (daya persatua) dan Information Power (daya informasi),  sehingga terjadilah penempatan kepemimpinan secara Position Power (daya jabatan) dan Personal Power (daya pribadi) memuju Tatas, Tuhu Trasna (Berilmu, Berakhlak, Beretika/Masyarakat). 
Sehingga seseorang dapat menjadi pemimpin (imam) dari orang lain manakala ia memiliki:
1.            Memiliki kelebihan dibanding yang lain, yang oleh karena itu ia bisa memberi
2.            Memiliki keberanian dalam memutuskan sesuatu yang bersifat besar, dan
3.            Memiliki kejelian dalam memandang masalah sehingga ia bisa bertindak arif bijaksana.  Airif (dari kata ‘arafa) artinya mengenali masalah, bijaksana artinya menempatkan masalah tepat pada tempatnya. (Fuad Nashori, 2009, h. 22)

D.           Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia” dan “falsafah” dalam bahasa Arab. Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien/philos (cinta) dan sophia (kebijaksanaan atau kearifan). Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kepada kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Menjadi bijaksana berarti berusaha mendalami hakekat sesuatu, misalkan tentang fungsinya, ciri-cirinya, kegunaannya, masalah-masalahnya, serta pemecahannya. Plato mengatakan bahwa: filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.  Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.  Imanuel Kant filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan, yaitu:
1.             Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika)
2.             Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
3.             Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
4.             Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah, yang disebut hakekat. Driyakarya: filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “. Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran, tentang segala sesuatu yang dimasalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu. Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan. Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut, dengan tujuan untuk lebih memfungsikan ujud keilmuan baik secara intelektual, moral maupun sosial.
Jadi berfikir filsafati berarti berfikir untuk menemukan kebenaran secara tuntas, yang terkait erat dengan aspek-aspek moral seperti kejujuran, diikuti dengan strategi pemecahannya,

E.            Filsafat Kepemimpinan
Pemimpin yang bijaksana dilandasi sifat yang bijaksana, menurut Fremon E. Kast & James E. Rosenzwelg, 1979, h. 323, sifat pemimpin dinataranya: energy (nervous and physical)-kekuatan (rokhani dan jasmani), intelligence-kecerdasan, sense of direction and purpose-rasa pengarahan dan tujuan, enthusiasm-bersemangat, friendliness- keramah-tamahan, entegrity-kejujuran, morality-kesusilaan, technical expertise-keahlian teknis, decisivenes-ketegasan, perceptual skill-kemahiran daya tanggal, knowledge-pengetahuan, wisdom-kebijaksanaan, imagination-daya khayal, determination-kebulatan tekad, persistence-gigih, endurance-kesabaran, ggood looks (physical and sartorial splendor)-penampilan baik (fisik maupun pakaian necis), courage-keberanian.  
Menurut Sutarto, sifat pemimpin yang sebaiknya dimiliki, antara lai: 1. Takwa 2. Sehat 3. Cakap 4. Jujur 5. Tegas 6. Setia 7. Cerdik. 8. Berani 9. Berilmu 10. Efisien 11. Disiplin 12. Manusiawi 13. Bijaksana 14. Bersemangat 15. Percaya diri 16. Berjiwa matang 17. Bertindak adil 18. Berkemauan keras 19. Berdaya cipta asli 20. Berwawasan situasi 21. Berpengaharapan baik 22. Mampu berkomunikasi 23. Berdaya tanggap tajam 24. Mampu menyusun rencana 25. Mampu mebuat keputusan 26. Mampu melakukan control 27. Bermotivasi kerja sehat 28. Memiliki rasa tanggung jawab 29. Satunya kata dengan perbuatan 30. Mendahulukan kepentingan orang lain.
Pemimpin dalam Islam mensyaratkan kriteria perilaku antara lain: Shidiq (jujur), Amanah (bertanggung jawab), Tablig (menyampaikan apa yang harus disampaikan) dan Fathonah (cerdas) Fuad Nashori, 2009, h.4).
White, 1981, h. 413, berpendapat dengan 3 gaya kepemimpinan 1. Authoratarian (otoriter), Authocratic (otokratis), dictatorial (diktator), 2. Democratic (demokratis, 3. Laissez-faire (kebebasan), Free-rein (bebas kendali), libertarian (kebebasan).
Studi Kepemimpinan Universitas Ohio, oleh RA, Sarma, 1982, h. 219. Bahwa Perilaku Kepemimpinan dibedakan atas dua macam, yaitu “initiating structur” (struktur tugas) dan “consideration” (tenggang rasa). Dan studi Universitas Michigan, yang menemukan perilaku pemimpin  ada dua macam, yaitu “the job-centered” (terpusat pada pekerjaan) dan “the employee-centerd (terpusat pad pegawai). Sementara menurut Robert R. Blake dan James S. Mouton, dua macam perilaku pemimpin, yaitu “concern for production” (perhatian terhadap produksi) dan “concern for people” (perhatian terhadap orang).  
Sehingga siapakah pemimpin itu ? Pemimpin adalah orang yang mengetahui dan memilihkan jalan dengan tepat untuk mencapai tujuan, dan ditunnjukkan serta mendorong pada orang-orang yang dipimpinnya.
     
F.            Mengembangkan Perspektif Tatas, Tuhu, Trasna
Kemampuan generasi muda calon pemimpin bangsa yang ber-Etika yaitu mampu membedakan yang baik dan yang jelek, yang benar dan yang salah secara bijaksana, dilandasi pada Tatas-Ilmu (Ber-Ilmu), Tuhu-Akhlak (Ber-Akhlak), dan Trasna-Etika (Ber-Etika/Masyarakat), adalah menjadi pilihan, cita-cita atau visi, Masyarakat Lombok Tengah, yang mengakomodir secara serasi, selaras dan seimbang antara aspek Intelektual (IQ), sosio emosional (EQ) dan spiritual (SQ) dengan hasil quontum (QQ) yang terealisasi Good Organizatin / Governance untuk memenuhi servant leader (pemimpin sebagai pelayan) atau sayyid al qawmi khadimuhum, guna untuk mesejahterakan masyarakat atau membimbing mereka dalam al ma’ruf (baik dan patut) dalam jiwa akhlak yang terpuji (al akhlaq al mah-mudah) dan jauh dari al munkar (kejahatan yang diselimuti logika), sehingga menjadi amar ma’ruf nahy munkar.  

G.           Membangun Kepemimpin, Tatas, Tuhu, Trasna Sejati
Tatas-Ilmu (Ber-Ilmu), menurut Einstein “Ilmu tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Apakah ilmu itu ? Ilmu (science) merupakan kumpulan pengetahuan (knowledge) yang mempunyai cirri-ciri tertentu. Tujuan ilmu untuk mengerti mengapa hal itu terjadi. John G. Kemeny, 1959. H 85 mengatakan “Ilmu dimulai dari fakta dan diakhiri dengan fakta”.
Secara terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi, yaitu: 1. Menganggap obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain. 2. Bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. 3. Determinasi, yaitu menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Sehingga hakekat ilmu ditentukan oleh cara berfikir yang dilakukan menurut persyaratan keilmuan. Tujuan utama kegiatan keilmuan adalah mencari pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk teori, hukum, kaidah, asas dan sebaginya. Jadi ilmu merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk memperadab dirinya yang mengahasilkan kebenaran. Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia dan kesejahteraan bersama.
Tuhu-Akhlak (Ber-Akhlak), menurut Imam Ghazali, akhlak adalah keadaan yang bersifat bathin, di mana, dari sana lahir perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan tanpa dihitung resikonya. Pertanyaannya, mengapa demikian ?.  Bahwa konsep baik dan buruk menurut ilmu Akhlak berasal dari kata kholaqo yang artinya penciptaan, maka nilai kebaikan dari akhlak basisnya adalah dari nilai kebaikan universal, yakni sifat-sifat kebaikan yang dimiliki oleh Tuhan Yang Maha Baik. Oleh karena itu sumber utama nilai akhlak adalah wahyu.
Trasna-Ber-Etika-Ber-Masyarakat, dengan modal kebudayaan etika, yang diberi sinar-Nur (cahaya) wahyu, maka kehidupan masyarakat yang diharapkan adalah dengan hipotesys “Jika hati (qalb) nya baik (nuraniyyun-sesuatu yang bersifat cahaya), maka perilakunya juga baik”.
Sehingga pemimpin sejati yang perlu dibangun adalah:
1.      Berani mengatakan kebenaran adalah kebenaran
2.      Memimpin dengan hati, karena hati 70 x lebih benar dari keberan dari hasil otak kita
3.      Memiliki moralitas yang baik, dalam kepemimpinan tim / bersama
4.      Mengenali diri sendiri dalam meraih mimpi / visi
5.      Peduli pada diri sendiri dan orang lain serta dilakukan dengan  sempurna

H.           Membangun Kepemimpinan untuk mendukung Pariwisata
Maju dan mundur, baik dan jeleknya suatu organisasi atau masyarakat, sebagian ditentukan oleh kepemimpinan, siapa pemimpin itu, pemimpin secara hakiki adalah kita semua, yaitru terjadi pada pemimpin formal, non-in formal / sesaat. Begitu juga pariwisata Lombok, maju dan mundur serta baik dan jelek Pariwisata, sebagian ditentukan dari pemimpin atau kita semua, atau tanggung jawab professional.
Tanggung jawab professional mencakup: 1. Kebenaran, 2. Kejujuran, 3. Tanpa kepentingan langsung, 4. Menyadari, 5. Rasional, 6. Obyektif, 7. Kritis, 8. Terbuka, 9. Pragmatis dan 10. Netral. (Jujun. S. Suriasumantri, 1986).

Sumber Bacaan:
Fremont E. Kast & James E. Rosenzweig, Organization and Management A System and Contigency Approach, edisi ke 3, McGraw-Hill, Inc, 1979.
Fuad Nashori, Psikologi Kepemimpinan, Fahina, 2009.
John G. Kemeny, A Philosopher Lokks at Science, New York: Van Nostrand, 1959.
Jujun. S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik, Gramedia, Jakarta, 1986.
Sharma, Organizational Theory and Behavior, Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, New dehli, 1982.
Sutarto, Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi, Gajah Mada University Press, 1986.
Sugeng Rusmiwari
081 334 995 112

0 komentar:

Posting Komentar