Pelajaran Berhara Dari Iedul Qurban
Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsari
Meski
baru saja ‘Iedul Adha atau ‘Iedul Qurban meninggalkan kita, dan walau
setahun kemudian kita akan bertemu dengannya lagi -insya Allah-, ‘Iedul
Qurban telah menyimpan pelajaran yang sangat berharga bagi kita dan kaum
muslimin di manapun berada yang takkan pernah hilang dan lepas dari
diri kita sekalipun dimakan rentang waktu.
Berqurban tidaklah semata-mata menyembelih hewan pada waktu ‘Iedul Adha, walaupun kata qurban secara bahasa ialah hewan yang disembelih waktu adha -sedangkan menurut istilah, qurban ialah hewan yang dikhususkan pada waktu yang dikhususkan dan syarat-syarat yang dikhususkan pula dengan niatan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah)- tetapi di balik itu semua tersimpan sesuatu yang berharga yang keabsahan qurbanpun tergantung padanya, bahkan ia sebagai syarat bagi ibadah-ibadah lainnya. Pelajaran berharga itu adalah tauhid, ikhlas semata untuk Allah.
Ketahuilah
bahwa kedudukan tauhid dalam ibadah ibarat kedudukan wudlu dalam
sholat, yang tidak sah sholat seseorang jika tidak memiliki wudlu
demikian pula tidak sah ibadah seseorang kecuali dengan tauhid.
Perhatikanlah ketika Allah berfirman (yang artinya), "Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkorbanlah."
(QS Al Kautsar: 2). Allah memerintahkan rasul-Nya Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam agar menjadikan sholatnya dan sembelihannya ikhlas
untuk Allah saja tidak ada serikat baginya (lihat Tafsir Ibnu Katsir
2/600).
Allah juga berfirman (yang artinya), "Katakanlah
sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk
Allah Tuhan semesta alam tiada sekutu bagi-Nya. Dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah)." (QS Al An’am: 162-163).
Menyembelih
hewan qurban adalah salah satu syiar Islam terbesar, dimana pada hari
itu adalah hari kemenangannya ahli tauhid yang Allah perintahkan mereka
agar menyelisihi kaum musyrikin dalam peribadahannya dan
penyembelihannya. Allah berfirman (yang artinya), "Dan siapakah yang
lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain
Allah yang tiada dapat memperkenankan doanya sampai hari kiamat dan
mereka lalai dari memperhatikan doa mereka? Dan apabila manusia
dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi
musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka." (QS Al Ahqaaf: 5-6).
Dan Allah juga berfirman (yang artinya), "Dan
(ingatlah) hari di waktu Allah menyeru mereka seraya berkata: Di
manakah sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kamu katakan? Berkatalah
orang-orang yang telah tetap hukuman atas mereka: Ya Tuhan kami, mereka
inilah orang-orang yang kami sesatkan itu, kami telah menyesatkan mereka
sebagaimana kami (sendiri) sesat, kami menyatakan berlepas diri (dari
mereka) kepada Engkau, mereka sekali-kali tidak menyembah kami.
Dikatakan (kepada mereka): Serulah olehmu sekutu-sekutu kamu. Lalu
mereka menyerunya, maka sekutu-sekutu itu tidak memperkenankan (seruan)
mereka dan mereka melihat adzab (mereka ketika itu berkeinginan) kiranya
mereka dahulu menerima petunjuk." (QS Al Qashash: 62-64).
Perintah berqurban adalah perintah yang disyariatkan oleh Allah. Allah berfirman (yang artinya), "Dan
bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (kurban) supaya
mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah
dirizkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa,
karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira
kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)." (QS Al Hajj: 34).
Ia
juga sebagai sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
sangat ditekankan. Cukuplah yang demikian itu ditunjukkan dengan firman
Allah (yang artinya), "Barangsiapa yang mentaati Rasul itu sesungguhnya ia telah mentaati Allah." (QS An Nisaa: 80).
"Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka." (QS An Nahl: 44).
Kemudian
dalam berqurban, syiar yang paling besar terkandung di dalamnya ialah
bahwa ia sebagai millah (ajaran / agama) Ibrohim yang kita diperintahkan
untuk mengikutinya. Allah berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya
Ibrohim adalah seorang Imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh
kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk
orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). (Lagi) yang mensyukuri
nikmat-nikmat Allah, Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada
jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan
sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang
sholih. Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): ‘Ikutilah agama
Ibrohim seorang yang hanif’ dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan." (QS An Nahl: 120-123).
Demikian
jelaslah bagi siapa saja yang mengetahui dan memperhatikan ayat-ayat
ini bahwa millahnya nabi Ibrohim adalah millah hanifiyyah yakni satu
ajaran yang dibangun di atas landasan tauhid dan berpaling dari
kesyirikan beribadah hanya kepada Allah saja dan mengikhlaskan agama
untuk-Nya. Hingga dengan ini beliau dijuluki sebagai seorang imam. Oleh
karena itu, syiar yang besar dan pelajaran yang berharga dari ‘Iedul
Qurban adalah tauhid. Yang dituntut seluruh kaum muslimin untuk
menancapkan aqidah tauhid ini dalam jiwanya dan beramal dengan
tuntutan-tuntutan kalimat tauhid laa ilaaha illallah tersebut. Karena ia
kewajiban yang pertama dan terakhir dalam Islam. Ingatlah! Ketika Nabi
Ibrohim berkata kepada bapaknya (yang artinya), "Wahai bapakku,
mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan
tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah
datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu,
maka ikutilah aku niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang
lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaithon, sesungguhnya
syaithon itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku,
sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang
Maha Pemurah. Maka kamu menjadi kawan bagi syaithon." (QS Maryam:
42-45). Demikianlah tauhid dan dakwah kepada tauhid menjadi syiar dan
inti dakwahnya Nabi Ibrohim dan Nabi serta rasul-rasul lainnya.
Nabi Nuh ‘alaihis salam sebagai rasul yang pertama diutus, beliau berkata kepada kaumnya (yang artinya), "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab pada hari yang sangat menyedihkan." (QS Huud: 25-26).
Nabi Huud ‘alaihis salam berkata kepada kaumnya (Aad) (yang artinya), "Hai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia." (QS Huud: 50).
Nabi Sholih ‘alaihis salam berkata kepada kaumnya (Tsamud) (yang artinya), "Hai kaumku, sembahlah Allah! sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia." (QS Huud: 61).
Nabi Syu’aib berkata kepada kaumnya (Madyan) (yang artinya), "Hai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia." (QS Huud: 74).
Begitu
juga dengan nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru
kita kepada tauhid dan melarang dari berbuat syirik (yang artinya), "Dan
janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak
pula memberi mudhorot kepadamu selain Allah. Sebab jika kamu berbuat
yang demikian itu maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk
orang-orang yang zalim." (QS Yunus: 106).
Allah telah memperjelas lagi dalam ayat lain tentang tugas yang diemban para Rasul (yang artinya), "Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan), ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thoghut!’" (QS An Nahl: 36). "Dan
Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami
wahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan
Aku. Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku." (QS Al Anbiyaa: 25).
Setelah
kita mengetahui bahwa pelajaran yang berharga dari Iedul Qurban ialah
tauhid, millahnya Nabi Ibrohim, satu hal lagi yang juga pelajaran
penting bagi kita ialah kesabaran serta keteguhan Nabi Ibrohim dalam
mendakwahkan dan membela aqidah tauhid. Allah berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya
telah ada suri tauladan bagimu pada Ibrohim dan orang-orang yang
bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka:
Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah
selain Allah, kami ingkari kekafiranmu, dan telah nyata antara kami dan
kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman
kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrohim kepada bapaknya:
Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat
menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah. Ibrohim berkata: Ya Tuhan
Kami, hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah
kami kembali." (QS Al Mumtahanah: 4).
"Sesungguhnya
pada mereka itu (Ibrohim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada)
hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling maka sesungguhnya Allah,
Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (QS Al Mumtahanah: 6).
Sungguh
besar anugrah yang Allah berikan kepada kita berupa petunjuk agama yang
lurus. Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan Nabi-Nya Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengabarkan nikmat yang Allah
berikan padanya dari hidayah shirothol mustaqim millatu Ibrohim (yang
artinya), "Katakanlah sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku
kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang benar, agama Ibrohim yang
lurus, dan Ibrohim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik." (QS Al An’am: 161).
Bukan
hanya itu saja, tetapi Allah juga muliakan para pengikut millahnya
Ibrohim dan menghinakan orang-orang yang membencinya. Allah berfirman
(yang artinya), "Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrohim
melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri dan sungguh kami telah
memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk
orang-orang yang sholih. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya, ‘Tunduk
patuhlah’, Ibrohim menjawab, ‘Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta
alam.’ " (QS Al Baqoroh: 130-131).
Dengan keistimewaan ‘Iedul Qurban ini hendaknya kita lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan ketaqwaan. Allah berfirman (yang artinya), "Daging-daging (unta) dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhoan Allah, tetapi ketaqwaan darimu-lah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayahnya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS Al Hajj: 37).
Dan semoga kita senantiasa menjadi orang-orang yang menjunjung tinggi syiar-syiar Allah, "Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati." (QS Al Hajj: 32).
Di samping itu semoga kita juga orang-orang yang senantiasa mengamalkan firman Allah (yang artinya), "Barangsiapa
yang mengharap pertemuan dengan Rabbnya, maka hendaklah beramal dengan
amalan yang sholih dan tidak menyekutukannya dalam beribadah kepadanya
dengan sesuatu apapun." Wal ‘ilmu ‘indallah.
Walhamdulillahi robbil alamin.
Sumber: Buletin Al Wala’ Wal Bara’
Edisi ke-9 Tahun ke-1 / 14 Februari 2003 M / 12 Dzul Hijjah 1423 H
Edisi ke-9 Tahun ke-1 / 14 Februari 2003 M / 12 Dzul Hijjah 1423 H
0 komentar:
Posting Komentar