Mutiara Salaf
Salah seorang ulama ditanya :
“Mengapa perkataan Salafus Shalih lebih bermanfaat dari perkataan kita?”
Maka iapun menjawab :
“Karena mereka berbicara untuk kemulian Islam, untuk keselamatan jiwa, untuk mencari ridho Allah Yang Maha Pemurah, sedangkan kita berbicara untuk kemuliaan diri, mencari dunia dan mencari keridhaan mahluk”
[Sifatu Sofwah karya Ibnul Jauzi 4/122]
Selasa, 29 Mei 2012
Materi 46, EFK, Efektivitas Sebuah Organisasi
46
Efektivitas Sebuah Organisasi
Efektivitas sebuah organisasi ditentutan oleh kondisi dan karakter setiap
individu yang terlibat di dalamnya.
Bagaimana pola piker, perilaku, dan kerjasama yang terjadi dalam sebuah
tim sangat memegang peranan dalam pembentukan efektifitas dan performa
tersebut;
Para pemimpin sebuah organisasi yang handal dan jeli dalam melihat sebuah
permasalahan dapat menyadari bahwa
setiap individu yang ada di dalam organisasinya harus dapat menjadi “pelaku
aktif” dalam memberikan kontribusi kepada organisasinya agar dapat berkembang dan bersaing.
Sumber:
www.paketrupiah.com/travel
agents/adventure indonesia/ - 10k, dalam Mas’ud Said, Kepemimpinan Pengembangan
Organisasi Team Building dan Perilaku Inovatif, UIN-Maliki Press, 2010, h. 33.
Materi 45, EFK, PENGEMBANGAN TIM (TEAM BUILDING)
45 PENGEMBANGAN TIM (TEAM BUILDING)
Sugeng Rusmiwari
Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Malang
Untuk menghasilkan Kepemimpinan
Yang Efektif, organisasi harus meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya
agar mampu bekerja secara tim. Peningkatan sumber daya manusia ini berkenaan
dengan perilakunya, baik secara individu maupun ketika berinteraksi di dalam
Tim;
Keunggulan organisasi berbasis
tim, dikarenakan makin terspesialisasinya kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang. Kenyataan ini menunjukkan kedalaman kompetensi dan indepedensi
kerja, tetapi sekligus mengidentifikasikan makin tingginya saling
ketergantungan antar individu, antar unit, antar bagian dan seterusnya, agar
sasaran akhir organisasi dapat tercapai. Jadi bekerja secara tim tampaknya
bukan lagi sekedar pilihan, melainkan sutau keharusan yang perlu ditempuh.
Sumber:
Miftah Thoha, Pembinaan
Organisasi: Proses Diagnosa dan Intervensi (Cet. III; Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 196.
Senin, 28 Mei 2012
Materi 44, EFK, Kepemimpinan Ulul Albab (Ulul Albab Leadership)
44 KEPEMIMPINAN ULUL ALBAB (Ulul Albab Leadership Style)
Pendekatan
Gaya Kepemimpinan Ulul Albab, di antaranya memiliki cirri-ciri:
1.
Love approach (pendekatan kasih sayang);
2.
Leadership by example approach (pendekatan
keteladanan);
3.
Appreciation Approach (pendekatan apresiasi);
4.
Brotherhood and Humanity Approach (pendekatan
persaudaraan);
Sumber:
Jamal Lulail Yunus, Leadership
Model, Konsep Dasar, Demensi Kinerja, dan Gaya Kepemimpinan, UIN-Malang Press,
2009, hlm. 146.
Materi 42, PIP, MODEL DALAM MEMBANGUN PEMERINTAHAN
42 MODEL DALAM
MEMBANGUN PEMERINTAHAN
Douglas Yates (1982) menyatakan bahwa ada dua model yang
kotradiktif yang bisa dipergunakan untuk
membuat bagaimana pemerintahan bisa bekerja dan terstruktur;
Model pertama disebutnya sebagai model pluralist – democracy, model kedua dinamakan model administrative – efficiency.
Dua model ini cenderung diartikan sebagai ideology yang menjadi doktrin dalam mengatur negara atau pemerintahan;
Dua model ini menjadi bagian dari apa yang dikatakan oleh Hussel (1990) sebagai natural attitude, dan Schultz (1962, 1967) menyebutkan sebagai Lebenswelt atau every day life world;
Dua model itu merupakan antithetical dan bisa hidup jika model satunya tidak ada.
Upaya untuk menghidupkan atau mempergunakan model yang satu akan berakibat pada menghilangkan yang lain;
Walaupun dua model itu berimplikasi yang amat penting bagi pemerintahan tidak satupun mempunyai subyek yang eksplisit;
Model Pluralist – democracy berasumsi sebagai berikut:
1.
Bahwa di dalam masyarakat itu terdapat banyak
sekali kelompok-kelompok kepentingan (ineterst groups) yang berbeda satu sama
lain dan saling bersaing;
2.
Bahwa pemerintah itu harus menawarkan suatu
akses dan sarana partisipasi yang sama kepada kelompok-kelompok kepentingan
tersebut;
3.
Bahwa pemerintah harus mempunyai banyak
pusat-pusat kekuasaan yang menyebar baik vertical maupun horizontal untuk
menjamin keseimbangan (a balance of power);
4.
Bahwa pemerintahan dan politik itu harus bisa
dipahami sebaga suatu sarana kompetisi di anatara kepentingan-kepentingan
minoritas;
5.
Bahwa ada probabilitas yang tinggi bahwa suatu
kelompok yang aktif dan legitimate dalam suatu populasi bisa membuat dirinya
mendengar secara efektif terhadap tahapan-tahapan yang krusial dalam
proses pembuatan kebijaksanaan;
6.
Bahwa kompetensi di antara institusi pemerintah
dan kelompok-kelompok kepentingan nonpemerintah bisa menyebabkan terjadinya
suatu bargaining dan kompromi, dan juga bisa menghasilkan suatu keseimbangan
kekuasaan dalam msyarakat.
Yates dalam model pluralist
– democracy, menyarankan agar birokrasi pemerintah mewujudkan hal-hal berikut:
1.
Menyediakan banyak pusat-pusat kekuasaan sebagai sarana keseimbangan dan untuk
mengecek jika terjadi konsentrasi kekuasaan;
2.
Memberikan fasilitas atau kemudahan kepada kelompok-kelompok
kepentingan agar terwakili dengan
menyediakan titik-titik akses yang berlipat ganda;
3.
Mempunyai kemauan dan elemen yang kuat untuk
melakukan desentralisasi;
4.
Pemerintah harus menyediakan diri secara
internal bias bersaing;
5.
Pemerintah harus terbuka dan partisipatif;
6.
Pemerintah harus mampu menghasilkan proses
bargaining yang luas;
Masih menurut Yates, model yang lainnya dinamakan
“Administrative efficiency” asumsi dasarnya:
1.
Model ini menentang “pluralist democracy”,
karena model pluralis tidak mampu memberikan dasar yang kuat dan cocok terhadap
kebijakan publik yang rasional dan bebas nilai (value free);
2.
Bahwa nilai utama dari proses kebijaksanaan
publik itu ialah efisiensi, yakni diperoleh suatu hasil yang terbesar dengan
biaya yang terkecil;
3.
Bahwa birokrat haruslah pejabat yang
professional dipilih dan diangkat secara kompetitif berdasarkan kompetensi dan
merit;
4.
Bahwa system merit dan keahlian ditata dan diorganisasikan
secara efektif ke dalam suatu hierarki yang memuat spesialisasi fungsi dengan
pertanggung jawaban dan kewajiban yang jelas;
5.
Bahwa politik dan administrasi, demikian pula
kenyataan (fact) dan nilai (values) harus bias dipisahkan;
6.
Bahwa perencanaan merupakan proses yang esensial
bagi proses pembuatan keputusan yang baik dan sentralisasi menejemen fiscal
merupakan hal yang esensial bagi tercapainya kejujuran dan efektivitas;
7.
Bahwa kemampuan melakukan koordinasi yang
menyeluruh dan energized sehingga menjadi bagian dari suatu system birokrasi
publik yang kuat haruslah diletakkan kepada eksekutif yang dipilih sebagai
wakil dari kepentingan rakyat.
Sumber:
Miftah Thoha, Birokrasi Politik, di Indonesia, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 30-33.
Materi 43, EFK, GAYA KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP STYLE)
GAYA KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP STYLE)
Menurut Brooks (2007) menyatakan, “Jika ada
satu aspek dalam diri pemimpin epos (energy positif) baru yang telah muncul
dalam penelitian yang telah dilakukan, maka itu adalah gaya kepemimpinan
(leadership style);
Sumber:
Brooks, Donna dan Lynn Brooks, 2007. 10
Secrets of Successful Leaders, Jakarta: PT Bhuana Ilmu Poluler.
Leadership Style, membicarakan tentang:
1.
Bagaimana cara pemimpin memperlakukan orang
lain;
2.
Bagaimana energy yang dimiliki oleh seorang
pemimpin itu;
3.
Bagaimana gairah sang pemimpin terhadap apa yang
ia yakini;
4.
Bagaimana kemampuan sang pemimpin untuk
mengilhami orang lain agar bersedia mengikutinya;
5.
Bagaimana kepandaian pemimpin dalam mendengarkan
bawahannya;
6.
Bagaimana pemimpin itu tampil meyakinkan;
7.
Bagaimana pula pemimpin itu mampu mengendalikan
egonya (rendah hati tetapi tetap percaya diri);
Siapa pemimpin yang sesungguhnya
itu ?
Menurut Blanchard, 2007;
Jenis kepemimpinan yang
berkembang selama ini yaitu: Otoriter
dan demokratis, yang masing-masing mengklaim yang lebih baik.
Pemimpin yang sesungguhnya adalah
pemimpin yang memiliki sifat fleksibelitas dan mampu mengadaptasi gaya
kepemimpinan terhadap situasi yang sedang terjadi.
Sumber:
Blanchard, Ken. 2007. “Leading:
At A Higher Level: Konsep Blancard”. Dalam Kepemimpinan dan Bagaiaman
Menciptakan Perusahaan Berkinerja Tinggi, Jakarta: PT. Gramedia.
Minggu, 27 Mei 2012
Pengertian Motivasi
PENGERTIAN MOTIVASI
Renungan:
1. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra,
bahwa Rasulullah saw, pernah bersabda: “Sesungguhnya agama itu mudah (ringan),
siapa yang memperberat dirinya dalam beragama, maka ia tidak akan bias
melaksanakannya, karena itu amalkanlah agama sesuai tuntunannya, berusahalah
mendekatkan diri kepada Allah, bergembiralah dengan pahala yang akan kau
terima, dan kerjakanlah salat pada pagi hari, siang dan penguhujung malam”.
(HR. Al Bukhari, no. 39).
2. Orang yang sukses sebenarnya dibentuk
dari kebiasaan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh orang yang pernah
gagal. (John C. Maxwell, Kepemimpinan 101, Mitra Media, 2002, h. 62)
Pengertian
Motivasi
Kata kata yang umum dimasukkan dalam definisi motivasi:
hasrat, keinginan, harapan, tujuan, sasaran, kebutuhan, dorongan, motivasi dan
insentif.
Kata motivasi dari Latin movere, yang berarti bergerak.
Arti ini adalah bukti definisi komprehensif berikut ini:
Motivasi adalah proses yang dimulai dengan defisiensi
fisiologis atau psikologis yang
menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif.
Dengan demikian, kunci untuk memahami proses motivasi
bergantung pada pengertian hubungan antara kebutuhan, dorongan, dan insentif.
Rumus proses motivasi:
KEBUTUHAN → DORONGAN →INSENTIF
Proses Motivasi : PM
= K, D, I. (sugeng r)
Dalam konteks system, motivasi mencakup tiga elemen yang
berinteraksi dan saling tergantung:
1.
Kebutuhan.
Kebutuhan tercipta saat tidak adanya
keseimbangan fisiologis atau psikologis.
Misalnya, kebutuhan muncul saat sel dalam
tubuh kehilangan makanan atau air atau
Ketika tidk ada orang lain yang bertindak
sebagai teman atau sehabat.
2.
Dorongan.
Dengan beberapa pengecualian, dorongan, atau motif
(dua istilah yang sering digunakan secara bergantian), terbentuk untuk
mengurangi kebutuhan.
Dorongan fisiologis dapat didefinisikan
sebagai kehilangan petunjuk.
Dorongan fisiologis dan psikologis adalah
tindakan yang berorientasi dan menghasilkan daya dorong dalam meraih insentif.
Hal tersebut adalah proses motivasi.
Contohnya kebutuhan akan makanan dan
minuman, diterjemahkan sebagai dorongan lapar dan haus, dan kebutuhan berteman
menjadi dorongan untuk berafiliasi.
3.
Insentif.
Semua yang akan mengurangi sebuah kebutuhan
dan dorongan.
Dengan demikian, memperoleh insentif akan
cenderung memulihkan keseimbangan fisiologis atau psikologis dan akan
mengurangi dorongan.
Makan, minum dan berteman cenderung akan
memulihkan keseimbangan dan mengurangi dorongan yang ada.
Bacaan:
Fred Luthans, Perilaku Organisasi, Penerbit Andi Yogyakarta,
2006, h. 270.
Motivasi
MOTIVASI (MOTIVATION)
Renungan:
1.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudriy ra. Dia
berkata, Rasulullah Saw, pernah bersabda, “Ketika aka sedang tidur, aku
bermimpi ada orang yang berpakaian diperlihatkan kepadaku, mereka ada yang
berpakaian sampai ke dada, ada yang berpakaian lebih pendek lagi, dan Umar bin
Al-Khathab diperlihatkan kepadaku dalam mimpi itu dengan mengenakan pakaian
panjang sampai menyentuh tanah”. Para sahabat bertanya “Ya Rasulullah,
bagaimana Anda menafsirkan mimpi tersebut ?” Beliau menjawab: “Pakaian tersebut
adalah agama”. (HR. Al-Bukhari, no 23).
2.
Ketika Anda berhenti belajar, Anda berhenti
memimpin (Rick Warren, dalam John C. Maxwell, Kepemimpinan 101, Mitra Media,
2002, h. 60)
Motivasi
1.
George R. Terry:
Motivation is the desire within an
individual that stimulates him or her to action.
Motivasi adalah keinginan di dalam seorang
individu yang mendorong ia untuk bertindak.
(George R. Terry, Principles of Management,
Seventh Edition, Richard D. Irvin, Homewood, Illionis, 1977, page 390).
2.
Harold Koontz et al:
Motivation refers to the drive and effort
satisfly a want or goal. (Harold Koontz, et al, Management, Seventh Edition,
McGraw-Hill Kogakusha, Ltd, Tokyo, 1980, p. 634)
Artinya:
Motivasi menunjukkan dorongan dan usaha
untuk memenuhi / memuaskan sutau kebutuhan atau untuk mencapai sutau tujuan.
Motivasi:
Proses atau factor yang mendorong orang
untuk bertindak atau berperilaku dengan
cara tertentu.
Proses motivasi mencakup:
a.
Pengenalan dn penilaian kebutuhan yang belum
dipuaskan.
b.
Penentu tujuan yang akan memuaskan kebutuhan.
c.
Penentuan / keputusan untuk melakukan tindakan
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan.
Sumber:
Moekijat, Dasar-dasar Motivasi, Penerbit Sumur Bandung,
1984, h.10.