Minggu, 27 Mei 2012

Materi 39, PIP, Filsafat Kekuasaan


 FILSAFAT KEKUASAAN
KEKUASAAN adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang  atau golongan-golongan tertentu.
Sumber;
Max Weber, Essay in Sosiology, (HH, Gerth & CW Mills pent), Oxford University Press, New York, 1946, hlm. 180. Sebagaimana dalam Inu Kencana Syafiie, Pengantar Ilmu Pemerintahan, Refika Aditama, 2010, hlm. 103.

KEKUASAAN senantiasa ada di dalam setiap masyarakat, baik yang masih bersahaja, maupun yang sudah besar atau rumit susunannya. Akan tetapi walaupun selalu ada kekuasaan tidak dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat. Justru karena pembagian yang tidak merata tadi timbul makna yang pokok dari kekuasaan, yaitu kemampuan  untuk mempengaruhi pihak lain untuk kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.

JADI kekuasan dapat didefinisikan sebagai hasil pengaruhyang diinginkan seseorang atau sekelompok orang.  Sehingga dengan demikian dapat merupakan suatu konsep kuantitatif, karena dapat dihitung hasilnya.  Misalnya berupa luas wilayah jajahan seseorang, berapa banyak orang yang berhasil dipengaruhi, berapa lama yang bersangkutan berkuasa, berapa banyak uang dn barang yang dimilikinya dan lain-lain.

Dari uraian tersebut di muka, berarti secara FILSAFATI KEKUASAAN dapat meliputi ruang, waktu, barang dan manusia. Tetapi pada galibnya kekuasaan itu ditunjukan pada diri sendiri, terutama kekuasaan pemerintahan dalam Negara.

AKAN halnya kekuasaan Negara dalam menguasai masyarakatnya, memiliki otoritas dan kewenangan. Otoritas dalam arti hak untuk memiliki legitimasi kekuasaan, dan sedangkan kewenangan dalam arti hak untuk ditaati.

SEBAGAI suatu kekuasaan yang dilembagakan, pemerintahan suatu Negara tidak hannya tampak bagaikan kenyataan memiliki kekuasaan, tetapi juga diakui mempunyai hal untuk menguasai.

PERHATIKAN  bagaimana pemerintah suatu Negara memiliki hak untuk memungut pajak secara paksa, memaksa memasukkan orang kedalam penjara, bahkan pemerintah dapat menjatuhkan hukuman mati, menciptakan peraturan dan keputusan yang disebut perundang-undangan.
SELURUHNYA ini bermula dari keinginan sekelompok orang untuk mencapai organisasi kemasyarakatan, lalau mereka bersedia bila ada seseorang atau sekelompom orang yang akan melaksanakan kewibawaan memelihara mereka, disebut pemimpin pemerintahan.
PEMIMPIN pemerintahan tersebut sudah barang tetantu tidak begitu saja berasal dari luar, sehingga dengan sendirinya lahirlah pemimpin pemerintahan dari salah seseorang di antara mereka (ulil amri minkum), yaitu mereka mereka yang dapat menguasai masyakarat lainnya, mempunyai kekuatan, memiliki wibawa yang memelihi pihak lainnya inilah kekuasaan.

MEMEPERTANYAKAN keabsahan wewenang dari seseorang atau sekelompok orang, berarti membicarakan pula norma, nilai dan budaya. Apakah sekelompok orang-orang yang berkuasa, lalu dengan begitu saja pada akhirnya dianggap bangsawan yang berdarah biru.

Sumber:
Inu Kencana Syafiie, Pengantar Ilmu Pemerintahan, Refika Aditama, 2010, hlm. 103-104.




 

0 komentar:

Posting Komentar