36 OTONOMI DAERAH
Otonomi Daerah merupakan isu menarik bila kita amati
perkembangannya khususnya di Indonesia, karena semenjah para pendiri Negara
menyusun format Negara, isu menyangkut pemerintahan local telah diakomodasikan dalam
Pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya.
Pemerintahan Daerah dalam pengaturan Pasal 18 UUD 45
sebenarnya telah mengakui adanya keragaman dan hak asal-usul Daerah yang
merupakan bagian dari sejarah panjang bangsa Indonesia.
Sehingga meskipun Negara RI menganut prinsip Negara kesatuan
di mana pusat kekuasaan berada pada Pemerintah Pusat namun dengan menyadari
berbagai heteroginitas yang dimiliki bangsa Indonesia baik kondisi social,
ekonomi, budaya, maupun keragaman tingkat pendidikan masyarakat, maka
desentralisasi atau distribusi kekuasaan / kewenangan dan Pemerintah Pusat perlu dialirkan kepada Daerah Otonom.
Sejak kemerdekaan sampai saat ini, distribusi kekuasaan /
kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah selalu bergerak pada
titik keseimbangan yang berbeda.
Perbedaan itu sangar jelas dengan menggunakan konsep bandul
yang selalu bergerak secara simetris pada dua sisi yaitu Pusat dan Daerah.
Dengan kata lain pada suatu waktu bobot kekuasaan ada di
Pemerintah Pusat pada kesempatan lain bobot kekuasaan ada pada Pemerintah
Daerah.
Sumber:
J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Suatu Soslusi
dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta, 2002, hlm. 1.
Otonomi daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga Daerah, yang melekat baik pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi.
Di dalam Negara kesatuan, Otonomi Daerah lebih terbatas dari
pada di Negara yang berbentuk federasi.
Kewenangan mengatur
dan mengurus rumah tanga Daerah di negara kesatuan meliputi segenap kewenangan
pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat.
Sumber:
J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Suatu Soslusi
dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta, 2002, hlm.3.
Pertanyaannya adalah dapatkah Otonomi Daerah dengan cirri
otonomi luas dilaksanakan dalam tuntutan globalisasi ?
Apakah dengan adanya otonomi luas, Daerah akan cenderung
lebih tertutup ?
dan mengutamakan kepentingan daerahnya sendiri ?
padahal globalisasi menghendaki Daerah semakin terbuka dan
berlomba untuk menurunkan biaya transaksinya.
Kekhawatiran lain timbul, dapatkah otonomi luas bergulir
dalam kondisi tidak stabilnya kondisi
politik dalam negeri ?, khususnya hubungan yang tidak serasi antara eksekutif
dengan legislatif?
Semuanya masih dalam tanda Tanya kedepan ?
Semuanya harus dihadapi dengan rasa optimis bahwa komitmen
semua pihak menjadi kekuatan pendorong untuk mewujudkan Otonomi Daerah yang
cocok dengan lingkungan masyarakat Indonesia.
Jadi dalam konteks pelaksanaan Otonomi Daerah adalah keliru
jika hanya berorientasi pada tuntutan penyerahan kewenangan tanpa menghiraukan
makna Otonomi Derah itu sendiri yang lahir dari suatu kebutuhan akan efisiensi
dan efektivitas menejemen penyelenggaraan pemerintahan yang bertujuan untuk
memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Jadi focus pada tuntutan kebutuhan masyarakat.
Jadi otonomi daerah bukanlah tujuan tetapi suatu instrument
untuk mencapai tujuan.
Instrument tersebut digunakan secara bijaksana sehingga
tidak ,menimbulkan konflik dengan pusat atau antar daerah, sehingga makna
otonomi daerah tidak menjadi kabur.
0 komentar:
Posting Komentar