Selasa, 22 Mei 2012

Materi 36, PIP, Otonomi Daerah


36  OTONOMI DAERAH

Otonomi Daerah merupakan isu menarik bila kita amati perkembangannya khususnya di Indonesia, karena semenjah para pendiri Negara menyusun format Negara, isu menyangkut pemerintahan local telah diakomodasikan dalam Pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya.

Pemerintahan Daerah dalam pengaturan Pasal 18 UUD 45 sebenarnya telah mengakui adanya keragaman dan hak asal-usul Daerah yang merupakan bagian dari sejarah panjang bangsa Indonesia.

Sehingga meskipun Negara RI menganut prinsip Negara kesatuan di mana pusat kekuasaan berada pada Pemerintah Pusat namun dengan menyadari berbagai heteroginitas yang dimiliki bangsa Indonesia baik kondisi social, ekonomi, budaya, maupun keragaman tingkat pendidikan masyarakat, maka desentralisasi atau distribusi kekuasaan / kewenangan dan Pemerintah Pusat  perlu dialirkan kepada Daerah Otonom.

Sejak kemerdekaan sampai saat ini, distribusi kekuasaan / kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah selalu bergerak pada titik keseimbangan yang berbeda.

Perbedaan itu sangar jelas dengan menggunakan konsep bandul yang selalu bergerak secara simetris pada dua sisi yaitu Pusat dan Daerah.

Dengan kata lain pada suatu waktu bobot kekuasaan ada di Pemerintah Pusat pada kesempatan lain bobot kekuasaan ada pada Pemerintah Daerah.

Sumber:
J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Suatu Soslusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 1.

Otonomi daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga Daerah, yang melekat baik pada Negara kesatuan  maupun pada Negara federasi.
Di dalam Negara kesatuan, Otonomi Daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi.
Kewenangan  mengatur dan mengurus rumah tanga Daerah di negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat.

Sumber:
J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Suatu Soslusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm.3.

Pertanyaannya adalah dapatkah Otonomi Daerah dengan cirri otonomi luas dilaksanakan dalam tuntutan globalisasi ?

Apakah dengan adanya otonomi luas, Daerah akan cenderung lebih tertutup ?
dan mengutamakan kepentingan daerahnya sendiri ?
padahal globalisasi menghendaki Daerah semakin terbuka dan berlomba untuk menurunkan biaya transaksinya.

Kekhawatiran lain timbul, dapatkah otonomi luas bergulir dalam kondisi tidak stabilnya  kondisi politik dalam negeri ?, khususnya hubungan yang tidak serasi antara eksekutif dengan legislatif?

Semuanya masih dalam tanda Tanya kedepan ?

Semuanya harus dihadapi dengan rasa optimis bahwa komitmen semua pihak menjadi kekuatan pendorong untuk mewujudkan Otonomi Daerah yang cocok dengan lingkungan masyarakat Indonesia.

Jadi dalam konteks pelaksanaan Otonomi Daerah adalah keliru jika hanya berorientasi pada tuntutan penyerahan kewenangan tanpa menghiraukan makna Otonomi Derah itu sendiri yang lahir dari suatu kebutuhan akan efisiensi dan efektivitas menejemen penyelenggaraan pemerintahan yang bertujuan untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.

Jadi focus pada tuntutan kebutuhan masyarakat.
Jadi otonomi daerah bukanlah tujuan tetapi suatu instrument untuk mencapai tujuan.
Instrument tersebut digunakan secara bijaksana sehingga tidak ,menimbulkan konflik dengan pusat atau antar daerah, sehingga makna otonomi daerah tidak menjadi kabur.
    

0 komentar:

Posting Komentar