38 AROGANSI
CERMIN MASYARAKAT
Problem cultural bangsa Indonesia saat ini adalah arogansi
sudah menjadi hal yang lumrah.
Masyarakat, baik dilevel elite, menengah maupun bawah,
cenedrung bertindak arogan meski bentuknya berbeda-beda.
Arogansi aparat keamanan di lapangan pada dasarnya hanya
mencontoh hal serupa yang dilakukan atasannya dalam bentuk berbeda, kata anggota Komisi III DPR dari F-PDIP,
Achmad Basarah, Senin 7/5.
Kondisi itu, lanjut Basarah, juga dapat memancing rasa
frustrasi di masyarakat. Ini terlihat dari masyarakat yang berani bertindak
sendiri untuk menentang aksi arogan, misalnya dengan langsung melawan atau
merekamnya dan kemudian menyebarkannya melalui berbagai media.
Jika kondisi tersebut terus dibiarkan tanpa ada tindakan hukum
yang tegas, akan semakin merusak tatanan social.
Menurut sosiolog dari
Universitas Indonesia. Tamrin Amal Tomagola, masyarakat saat ini merasa tidak
nyaman, tertekan bahkan frustrasi atas keadaan yang serba tak pasti.
Negara sebagai penyelenggara pemerintahan lemah.
Demokrasi dikuasai elite politik untuk kepentingan sendiri.
Hukum justru mempertontonkan ketidak adilan.
Kekuasaan dan modal bias membeli hukum.
Ekonomi dimonopoli pemilik modal besar.
Negara gagal memenuhi tanggung jawabnya kepada rakyat, tak
mampu memberikan kenyamanan, keadilan, keamanan, dan kesejahteraan.
Masyarakat stress sehingga memicu depresi social, katanya.
Depresi itu ditunjukkan dengan kekerasan yang mudah meletup.
Dipicu oleh hal-hal sepele saja, perilaku sebagiam
masyarakat menjadi agresif.
Karena tak yakin masalah bisa diselesaikan oleh hukum secara
adil, akhirnya bayak orang mengambil jalan pintas dan main hakim sendiri.
Depresi social itu, ujar pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat
Driyarkara, Mudji Sutrisno kian menjadi-jadi karena media, terutama televise,
juga mempertontonkan kekerasan.
Lembaga atau tokoh yang diharapkan memberikan teladan
ternyata justru menjadi bagian dari masalah.
Kondisi seperti ini bia disebut sebagai “distrust society”
alias masyarakat yang kehilangan kepercayaan.
Akibatnya, naluri-naluri merusak
dan kemarahan terpendam mudah keluar di ruang publik”, katanya.
“Ruang publik kehilangan moral dan berlakulah hokum rimba.
Pada tingkat paling parah, manusia akan saling memangsa atau “homo homini
lupus” ujarnya.
Depresi social dan masyarakat tanpa kepercayaan ini harus
diantisipasi.
Negara harus memberdayakan diri untuk memenuhi tanggung
jawab menjalankan pemerintahan yang
baik.
Penegakan hokum secara adil, perwujudan demokrasi yang
membela kepentingan rakyat, peningkatan kesejahteraan rakyat, serta perbaikan
moralitas dan kearifan.
Kita harus kembali pada tujuan didirikannya Negara
Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hidup bersama diatur oleh
demokrasi dan hokum yang mengabdi pada kepentingan publik dan keadilan.
Sumber:
Harian Kompas, Selasa 8 Mei 2012, hlm. 1 dan 15.
0 komentar:
Posting Komentar