PENDIDIKAN POLITIK
PENDIDIKAN
POLITIK BELUM MENYENTUH AKAR RUMPUT
Masyarakat tidak paham dunia politik, tidak paham tujuan
partai politik, dan merasa tidak ada manfaatnya berpolitik.
Karena itu, tak heran jika mereka kemudian menjadi apatis
dan tidak peduli pada politik.
Ini adalah secuil kenyetaan betapa pendidikan politik belum
menyentuh akar rumput.
Jika demikian adanya, maka sebenarnya konsolidasi demokrasi
belum berjalan.
Ini adalah fenomena yang terjadi di semua .
Penelitian yang dilakukan Joverd Frndli Frans, lulusan
Pascasarjana Program Studi Sosiologi Universitas Patimura Ambon, menyebutkan,
masyarakat tak paham politik karena banyak kader parpol tidak tahu apa ideologi,
visi dan misi parpolnya.
Pendidikan politik dimaksudkan agar masyarakat tak lagi jadi
obyek yang didominasi untuk keperluan sesaat parpol.
Lebih dari itu, pendidikan politik kepada masyarakat
diharapkan bias mengubah cara berpikir yang lama menuju pemikiran masyrakat
yang baru.
Dengan demikian, masyarakat sadar akan hak dan kewajiban,
serta tanggung jawab mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penelitian Joverd di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon,
menyatakan, UU No 2 Th 2008 tentang Partai Politik ternyata tidak dipahami
dengan baik oleh anggota Legislatif, juga Pengurus Parpol.
Tak heran jika pendidikan politik kepada masyarakat tidak
berjalan.
Pengetahuan tentang pendidikan politik yang dimengerti
pengurus parpol dan kader parpol yang menjadi anggota legislative hanya
berdasarkan interpretasi diri mereka, bukan berdasarkan UU No 2/2008.
Masyarakat menentukan pilihan terhadap suatu parpol bukan
berdasarkan kecerdasan, pengetahuan dan pemahaman yang sebenarnya tentang
sebuah perpolitikan, kata Joverd.
Namun masyarakat memilih suatu parpol lebih didasrkan
dominasi-dominasi kekuasaan factor-faktor yang lain.
Faktor-faktor itu seperti hati nurani yang didasarkan atas
balas budi dan ketidak puasan atau kekecewaan.
Ada juga factor kesejahteraan social atau materi/ uang,
factor keluarga atau kekerabatan, juga sosok atau figure.
TUGAS PARPOL
Sosiolog dari Universitas Patimura, Ambon, Dr Tontji Soumokil,
mengatakan, tugas parpol memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
Sayangnya hal tersebut tidak dilakukan parpol.
Parpol masih melihat masyarakat hanya sebagai pendukung dalam
pemilu atau pemilihan kepala daerah untuk menuju tampuk kekuasaan.
Rakyat diberi uang dan diminta mencontreng.
Ini menciptakan ketergantungan dan tidak mendidik masyarakat
menjadi kritis.
Bagi kandidat legislative ataupun kepala daerah yang penting
dapat suara, itu adalah cara yang keliru, katanya.
Sumber:
Umi Kulsum dan E lok Dyah Messwati, Kompas, Selasa, 1 Mei
2012, halaman 5.
0 komentar:
Posting Komentar